Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Pemerintahan Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Partai Demokrat mengecam negara bagian yang telah memberlakukan larangan praktik aborsi .
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden Kamala Harris pun menyuarakan dukungannya atas gugatan yang baru-baru ini diajukan oleh lima wanita untuk memprotes larangan aborsi di Negara Bagian Texas.
Kelima wanita itu mengalami beragam situasi yang mengancam nyawa lantaran tak diizinkan secara langsung mengikuti prosedur aborsi di fasilitas kesehatan di Texas.
Dalam konferensi pers yang digelar pada Selasa (7/3), Harris berargumen bahwa aborsi adalah hak reproduksi setiap wanita dan boleh dilakukan demi kesehatan serta melindungi nyawanya sendiri.
Dikutip dari Al Jazeera, Harris mengaku telah mendengar kisah kelima wanita tersebut dan mengaku prihatin — dia menggambarkan sebagai situasi mereka sangat menyedihkan.
“Seperti yang telah lama saya dan Presiden [Joe Biden] tegaskan: merampas hak perempuan untuk membuat keputusan perawatan kesehatan reproduksi mereka sendiri membahayakan kesehatan perempuan, dengan konsekuensi yang berpotensi mengancam nyawa,” tegas dia.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, kelima wanita itu pada Senin (6/3) telah mengajukan gugatan kepada Pengadilan Distrik di Travis County, Texas.
Dalam gugatan tersebut, mereka mendesak otoritas setempat untuk mengeluarkan panduan yang memperjelas ruang lingkup pengecualian soal UU aborsi.
Saat ini, Texas menerapkan larangan aborsi secara hampir menyeluruh dan diberlakukan di bawah Senat Bill 8 dan sudah mulai berlaku sejak September 2021. Dalam aturan ini, tercantum bahwa aborsi hanya dapat diizinkan untuk keadaan darurat medis saja.
Namun, secara faktual ternyata mereka yang hendak melakukan aborsi atas tujuan tersebut di Texas tidak dapat serta-merta diwujudkan.
Larangan Aborsi Justru Mengancam Nyawa
Dalam dokumen pengadilan itu pula, dijelaskan bahwa situasi ini dialami oleh salah satu penggugat bernama Amanda Zurawski (35 tahun).
ADVERTISEMENT
Zurawski telah mencoba untuk memiliki anak dengan suaminya selama bertahun-tahun.
Lalu ketika dia berhasil hamil di tahun 2022 dan usia kehamilannya memasuki 17 minggu, leher rahim Zurawski mulai membesar lebih cepat dan ketubannya pecah sebelum waktunya.
Dijelaskan bahwa Zurawski terpaksa dirawat di ICU dan para dokter yang menanganinya berharap dia bisa melahirkan secara prematur.
“Amanda diberi tahu bahwa, di bawah larangan aborsi di Texas, tidak ada perawatan medis lain yang dapat diberikan oleh rumah sakit,” bunyi gugatan itu.
Dalam penanganan dokter setempat, Zurawski dihadapkan pada kondisi persalinan yang tidak pasti — hanya karena aborsi tidak dianggap sebagai opsi di mata medis dan hukum Texas.
Usai mengalami ketidakpastian itu, Zurawski mengalami syok septik — suatu kondisi yang serius dan terkadang berakibat fatal.
ADVERTISEMENT
“Baru setelah itu para dokter dapat melakukan aborsi,” demikian jelas gugatan tersebut.
Infeksi yang diakibatkan oleh syok septik itu berdampak parah, sehingga salah satu aliran tuba falopi Zurawski tertutup secara permanen — dia terancam mandul.
“Karena larangan aborsi di Texas, ia hampir kehilangan nyawanya sendiri dan menghabiskan berhari-hari di ICU karena infeksi septik yang dampak jangka panjangnya mengancam kesuburannya dan, setidaknya, membuatnya lebih sulit, jika bukan tidak mungkin, untuk hamil lagi di masa depan,” jelas gugatan itu.
Wanita lain dengan kasus serupa yang dialami oleh Zurawski dalam gugatan tersebut adalah Lauren Miller. Dikatakan bahwa Miller hamil dengan bayi kembar, tetapi salah satunya mengalami kelainan yang membuat janin lain tidak mampu bertahan hidup.
“Namun, meskipun ada masalah kesehatan yang mengancam Miller dan janin kedua, para dokter di Texas merasa tidak dapat menggugurkan bayi kembar tersebut,” menurut gugatan tersebut.
ADVERTISEMENT
Miller akhirnya terpaksa melakukan aborsi di negara bagian lain yang mengizinkan praktik tersebut dan semua prosedurnya berlangsung dengan baik, tanpa komplikasi.
Selain Zurawski dan Miller, wanita lain dalam gugatan itu juga menggambarkan kondisi stres, kecemasan, dan depresi ketika mereka terpaksa melakukan aborsi di negara bagian lain — padahal opsi aborsi dapat menyelamatkan nyawa mereka sendiri.
“Larangan aborsi [telah] menghalangi atau menunda perawatan kebidanan yang diperlukan,” demikian bunyi gugatan tersebut.
“Berlawanan dengan tujuan yang dinyatakan untuk memajukan kehidupan, larangan tersebut membuat orang hamil menghadapi risiko kematian, cedera, dan penyakit, termasuk hilangnya kesuburan — sehingga kecil kemungkinan setiap keluarga yang ingin menghadirkan anak ke dunia dapat melakukannya dan bertahan hidup,” imbuhnya.
Gugatan atas larangan aborsi di Texas ini menyayangkan bagaimana pengecualian untuk melakukan aborsi ternyata tidak terdefinisikan dan diterapkan dengan baik.
ADVERTISEMENT
“Pengecualian itu telah menyebabkan dan mengancam untuk menyebabkan cedera yang tidak dapat diperbaiki pada individu hamil yang tidak dapat menerima perawatan yang menyelamatkan nyawa,” tegasnya.
“Dengan ancaman kehilangan lisensi medis mereka, denda ratusan ribu dolar, dan hukuman penjara hingga 99 tahun yang membayangi mereka, tidak mengherankan jika para dokter dan rumah sakit menolak pasien — bahkan pasien dalam keadaan darurat medis,” tutup isi gugatan itu.
Texas adalah salah satu dari 13 negara bagian di AS yang mengatur larangan aborsi secara menyeluruh. Banyak negara bagian yang menerapkan aturan ini dipimpin oleh Partai Republik, seperti Oklahoma, Louisiana, dan Arkansas.
Meski larangan aborsi secara umum ditentang luas di AS, tetapi gugatan dari kelima wanita Texas ini disebut contoh pertama di mana wanita hamil yang bahkan menjadi penggugat — sejak putusan Mahkamah Agung untuk membatalkan Roe v Wade diumumkan pada Juni 2022.
ADVERTISEMENT