Warga Berpendapatan Tetap Dinilai Paling Terdampak, ERP Diminta Dikaji Mendalam

3 Maret 2023 9:03 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah kendaraan bermotor melintas di kawasan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (9/1/2023). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah kendaraan bermotor melintas di kawasan Jenderal Sudirman, Jakarta, Senin (9/1/2023). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Pemprov DKI Jakarta berencana menerapkan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar elektronik demi mengurangi kemacetan di ibu kota. Namun di sisi lain, kebijakan ini diprediksi akan berdampak luas dan berpotensi semakin membebani ekonomi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dampak tersebut, bakal dirasakan warga sekitar Jabodetabek yang bekerja dan beraktivitas tetap di Jakarta. Apalagi dampak terberat akan sangat memperbesar pengeluaran warga yang tidak diimbangi dengan penyesuaian pendapatan.
“Yang paling terdampak dari kebijakan ini adalah pengguna yang pendapatannya tetap. Misalnya karyawan dengan pendapatan UMR. Mereka harus membayar saat melewati jalan yang sudah diterapkan kebijakan ERP, baik pengguna mobil maupun motor,” ujar pengamat Transportasi dan Tata Kota Universitas Trisakti Yayat Supriatna dikutip dari keterangan resminya, Jumat (3/3).
Suasana pekerja yang berkantor di kawasan Sudirman saat jam pulang kerja melintas di kawasan JPO Phinisi, Jakarta, Selasa (29/11/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Menurut Yayat, kebijakan ERP diprediksi akan membuat biaya perjalanan bertambah 50-70 persen. Apalagi tarif yang diusulkan Pemprov DKI Jakarta di kisaran Rp 5.000-Rp 19.000 setiap kali melintas di ruas-ruas jalan yang telah ditentukan.
ADVERTISEMENT
Sementara, ketika menggunakan transportasi umum biayanya akan lebih mahal lagi.
“Biaya transportasi ini seharusnya 10 persen dari pendapatan. Saat ini, biaya transportasi kita rata-rata sudah mencapai 30 persen, bahkan ada yang lebih. Untuk mereka yang tinggal di pinggiran Jakarta beberapa kali harus pindah kendaraan saat menggunakan transportasi umum,” imbuhnya.

ERP Efektif Jika Didukung Integrasi Sistem Transportasi

Sejumlah calon penumpang menunggu kedatangan KRL di Stasiun Manggarai, Jakarta, Senin (13/2/2023). Foto: Fauzan/Antara Foto
Kebijakan ERP ini, lanjut Yayat, akan berjalan efektif apabila didukung dengan integrasi sistem transportasi lainnya. Sebagai contoh, 25 ruas jalan yang akan diterapkan ERP, angkutan publiknya sudah memiliki kapasitas dalam menampung potensi pengguna mobil atau motor yang akan beralih ke angkutan tersebut.
“Implikasi terbesar adalah dampak terhadap kegiatan ekonomi pada jalur ERP karena tidak semua angkutan umum kita sudah maksimal melayani kawasan ERP," kata Yayat.
ADVERTISEMENT
"Kalau ingin menerapkan ERP, maka lokasi yang terbaik adalah pada koridor angkutan massal berbasis REL, seperti KRL, MRT, atau LRT dengan daya tampung penumpang yang banyak, dan jadwal perjalanan yang pasti,” ujarnya.
Penumpang menunggu bus di Halte Transjakarta Tosari, Jakarta, Kamis (20/7/2022). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Menurut Yayat, ERP di koridor TransJakarta misalnya, masih perlu dimaksimalkan karena armada jumlahnya terbatas. Selain itu, headway Transjakarta atau waktu antara suatu titik perhentian bus juga tidak pasti seperti MRT yang konsisten sepuluh menit sekali. Kata dia, jika headway TransJakarta lebih dari 20 menit untuk koridor tertentu, ini akan merugikan penumpang.
"Untuk di jalan yang belum ada publik transportasinya itu memang agak sulit. Mengandalkan TransJakarta itu punya problem, karena waktu kedatangan TransJakarta lebih lama waktu tunggunya, halte-haltenya juga padat," ucap dia.
ADVERTISEMENT

Perhatikan Sisi Waktu dan Biaya

Sejumlah kendaraan melintas di kawasan Ganjil Genap di Senayan, Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Oleh karena itu, lanjut Yayat, yang paling rasional adalah pembuat kebijakan harus memperhatikan antara sisi waktu dan biaya. Jika ERP tarifnya lebih murah, maka yang naik kendaraan pribadi akan tetap menggunakan kendaraan pribadinya.
Tetapi jika tarifnya mahal dan tarif angkutan umumnya lebih murah dari ERP, maka orang akan cenderung menggunakan angkutan umum di Kawasan ERP.
Untuk itu, Yayat meminta agar Pemprov DKI Jakarta bisa mengkaji secara mendalam mengenai peraturan ERP tersebut, sebelum nantinya benar-benar diterapkan di ibu kota.
Uji coba Electronic Road Priciping (ERP) di DKI Jakarta. Foto: dok. Istimewa
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo telah memastikan tak semua moda transportasi akan dikenai ERP alias gratis, seperti ojol.
Mengacu dari draft Raperda Pengendalian Lalu Lintas secara Elektronik (PL2SE) dari DPRD DKI Jakarta, sebenarnya hanya ada tujuh jenis moda transportasi yang dibebaskan melintas di kawasan jalan ERP, yakni:
ADVERTISEMENT