Warga Prancis Bersiap untuk May Day, Macron Hadapi Tantangan Pertamanya

30 April 2022 20:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Demonstran membawa spanduk selama pawai serikat pekerja May Day tradisional, di Paris, Prancis, Sabtu (1/5). Foto: Gonzalo Fuentes/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Demonstran membawa spanduk selama pawai serikat pekerja May Day tradisional, di Paris, Prancis, Sabtu (1/5). Foto: Gonzalo Fuentes/REUTERS
ADVERTISEMENT
Isabelle-Touria Boumhi, seorang perawat rumah sakit berusia 60 tahun, menolak untuk memberikan suaranya pada pilpres Prancis pekan lalu. Ia mendeskripsikan kedua kandidat, Macron dan Le Pen, sebagai 'wabah dan kolera'. Tak penting siapa yang ia pilih. Keduanya hanya akan membawa bencana.
ADVERTISEMENT
Maka, ia memutuskan untuk berpartisipasi pada protes May Day pada Minggu (1/5/2022) mendatang. Protes buruh ini akan menjadi tantangan pertama untuk Presiden Prancis Emmanuel Macron, yang baru memulai periode keduanya. Selama kampanye, ia telah berjanji untuk mendorong usia pensiun.
Boumhi mengatakan wacana tersebut menjadi salah satu alasannya untuk turun ke jalan. Sebagai seorang ibu tunggal yang berpendapatan di bawah EUR 2000, ia terpaksa mengirit setiap sen bertahun-tahun untuk menghuni dan memberi makan putrinya, yang masih berusia 22 tahun.
"Ini satu-satunya jalan yang tersisa untuk mendapatkan sesuatu," ujar Boumhi.
Seorang pengunjuk rasa 'rompi kuning' memberi isyarat di dekat api selama protes tradisional May Day di Paris, Prancis, Sabtu (1/5). Foto: Manuel Ausloos/REUTERS
"Dulu, saya masih mampu untuk membeli hal-hal untuk diri saya sendiri, walaupun sesekali. Sekarang, setiap bulan, setelah membayar tagihan listrik dan kontrakan, saya tak punya uang untuk berlibur sejenak," lanjut dia.
ADVERTISEMENT
Tahun lalu, Boumhi mulai menerima bonus bulanan sebesar EUR 228 setiap kali menerima gaji. Ini adalah contoh upaya pemerintah Prancis untuk menyokong petugas kesehatan; namun Boumhi mengatakan bahwa jumlah itu tidak cukup untuk memadamkan amarahnya ataupun memperbaiki kualitas hidupnya.
Isu terkait meningkatnya biaya hidup di Prancis menjadi salah satu hidangan utama pilpres tahun ini. Jika Macron berencana untuk menerapkan kebijakan-kebijakan yang telah diusulkannya, maka ia harus memenangkan pemilihan legislatif pada Juni mendatang.
Warga Prancis di depan poster Macron dan Le Pen Foto: REUTERS/Ronen Zvulun
Pemerintahan Macron saat ini telah menetapkan batas harga untuk kenaikan gas dan listrik, serta menjanjikan langkah-langkah lebih lanjut guna melindungi daya beli konsumen di tengah kenaikan harga.
Kendati upaya tersebut, inflasi tetap mencapai level tertinggi sebesar 5.4 persen pada April, sementara pertumbuhan ekonomi mandek pada kuartal pertama.
ADVERTISEMENT
Kepala Konfederasi Umum Buruh (CGT) Philippe Martinez, turut akan menghadiri demonstrasi May Day ini. Ia siap untuk menyerukan pesan-pesannya untuk pemerintah Prancis.
"Pemerintah harus mengatasi masalah daya beli dengan menaikkan upah," tegas Martinez kepada wartawan Reuters.
Seorang anggota pers berjalan selama protes tradisional May Day, di Paris, Prancis, Sabtu (1/5). Foto: Gonzalo Fuentes/REUTERS
"Macron tidak dapat mengulangi apa yang telah ia lakukan pada 2017, ketika ia menganggap bahwa semua orang yang memilihnya setuju dengan programnya," lanjut dia.
Diketahui, banyak pendukung Macron memutuskan untuk memilihnya hanya sekadar untuk memblokir Marine Le Pen dari singgasana presidensi. Bahkan, Macron sendiri telah mengumumkan bahwa ia sadar akan fakta ini, dan berjanji untuk mencoba sebaik mungkin untuk memuaskan para pendukung.
"Jika tidak ada tekanan untuk presiden, maka ia akan menganggap bahwa ia bebas untuk melanjutkan reformasi-reformasi anti sosial," kata Martinez lagi.
ADVERTISEMENT