Warga Sawangan Kesal Dengar Pemkot Depok Raih Penghargaan Tata Transportasi

11 September 2024 14:19 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana kemacetan di Sawangan, Depok, Senin (26/8/2024). Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana kemacetan di Sawangan, Depok, Senin (26/8/2024). Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
Mutia (31) kesal mendengar Kota Depok meraih penghargaan Wahana Tata Nugraha (WTN) 2024. Penghargaan yang diberikan Kemenhub itu menyebut Kota Depok sukses dalam penataan transportasi yang berfokus pada peningkatan keselamatan, kenyamanan dan kelancaran lalu lintas.
ADVERTISEMENT
Menurut Mutia, penghargaan itu jelas jauh panggang dari api. Sebab, kata dia, kondisi di lapangan justru menunjukkan bahwa jalanan di Depok khususnya Sawangan begitu semrawut.
"Harusnya Depok tuh dapat penghargaan Kemenhub sebagai kota yang paling macet se-Jabodetabek," ungkap Mutia, Rabu (11/9).
"Penghargaan paling macet sejagat raya, paling chaos, paling hectic itu cocok buat Depok," timpalnya.
Info Grafik Kemacetan di Sawangan. Foto: kumparan
Mutia merupakan warga asli Sawangan Depok. Setiap hari, kata dia, dirinya harus berjam-jam bergelut dengan kemacetan jalan Sawangan.
"Dari gerbang Tol Sawangan, kalau menuju jalan ke arah Parung Bingung, turun ke jalan Muchtar itu ke situ saja tuh bisa 2 jam. Dan ini tuh terjadi kalau pagi-pagi kita lagi mau berangkat kerja," ungkap dia.
ADVERTISEMENT
Pernyataan Mutia itu selaras dengan survei Badan Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kemenhub yang dilakukan khusus untuk kumparan. Menurut data BPTJ, kemacetan di Sawangan arah Bogor bisa mencapai 7,83 km per jam. Sementara arah Depok bisa mencapai 14,36 km per jam.
Survei itu dilakukan pada Senin (5/8) dengan menggunakan speed gun. Data pagi hari diambil pada pukul 6.30-7.30 WIB, data siang hari diambil pada pukul 11.00-13.00 WIB, dan data sore hari diambil pada pukul 16.30-17.30 WIB.
Senada dengan Mutia, Saras (27), becerita bahwa transportasi umum di Depok khususnya Sawangan masih jauh tertinggal, apalagi jika dibandingkan dengan Jakarta. Saras merupakan warga Sawangan yang bekerja di Tebet, Jakarta Selatan. Di Sawangan cuma ada satu angkot yaitu Angkot 03 jurusan Parung-Depok.
ADVERTISEMENT
"Setiap hari saya menggunakan transportasi angkutan umum (angkot) dari Sawangan menuju Stasiun Depok Baru dari pukul 5 pagi. Saya harus melaluinya karena bila telat sedikit saja, saya bisa terjebak macet yang mengakibatkan saya telat," ungkap dia.
Menurut Saras, angkot yang ditumpanginya juga kurang begitu memperhatikan aspek keselamatan penumpang. Selain itu, kata dia, beberapa angkot malah mogok ketika ditumpangi.
"Nah, sayangnya kondisi ini juga semakin parah di waktu weekend. Sudah pasti macet total. Belum lagi trotoar yang hampir tidak ada juga sangat menyulitkan saya sebagai pejalan kaki. Saya cukup heran ya dengan penghargaan ini," ungkap dia.
Suasana kemacetan di Sawangan, Depok, Senin (26/8/2024). Foto: Rizki Baiquni Pratama/kumparan
Sementara itu, pendapat berbeda diutarakan oleh Risha (28). Sebagai warga yang tinggal di Margonda, ia menyebut bahwa transportasi di Margonda memang nyaman. Ia pun masih bisa berdamai dengan lika-liku kemacetan di sana.
ADVERTISEMENT
"Selama aku tinggal di Margonda tidak ada masalah untuk transportasi. Ke mana-mana mudah, tapi kayaknya kalau tinggalnya di Citayem kan bingung ya," ungkapnya.
Menurut Risha, salah satu nilai lebih Margonda adalah trotoar yang lebar. Selain itu, angkot yang banyak juga memudahkannya untuk melakukan mobilitas. Termasuk dengan adanya Stasiun Pocin dan Stasiun UI yang dekat dengan tempat tinggalnya.
"Tapi ini di Margonda doang ya? Kalau di daerah lain diriku tak tahu," ungkapnya.
Suasana terpantau ramai lancar di Jalan Margonda Depok, Jawa Barat, Rabu (11/9/2024). Foto: Dok. kumparan
Lain Risha, lain lagi Kensha (28). Warga Beji ini mengaku justru menghindari Margonda saat pergi bekerja. Ia tak tahan dengan kemacetan di sana.
"Pernah lewat Margonda jam pulang kerja, macet parah. Kapok enggak pernah lewat situ lagi. Kalau ke arah Beji bisa lewat UI. Kalau Beji tutup, memilih muter via Srengseng Sawah kalau pulang kerja," katanya.
ADVERTISEMENT
Sebagai warga Beji yang bolak balik ke Jakarta, ia tak setuju dengan Kemenhub yang memberikan penghargaann ke Depok.
"Karena transportasi umum seperti angkot tampak kurang perawatan. Jika bisa meniru sistem dan fasilitas mikrotrans Jakarta maka baru bisa diacungi jempol, apalagi angkot cocok untuk jalanan Depok yg relatif kecil," pungkasnya.
Angkot di Depok tetap beroperasi Foto: Ainul Qalbi/kumparan

Penghargaan Bukan Dinilai dari Kemacetan

Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Kota Depok Zamrowi menyebut jalan yang menjadi objek penilaian oleh Kemenhub adalah Jalan M. Yasin, Jalan Margonda, Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Arif Rahman Hakim. Tidak ada jalan Sawangan dalam indikator penilaian.
"Kategori penghargaan WTN ini karena Pemerintah Kota Depok mampu mengelola sistem transportasi yang aman dan terintegrasi. Yang dinilai adalah jaringan jalan mulai dari jalan kabupaten, kota, provinsi, hingga nasional," kata Zamrowi, Rabu (11/9).
Kadishub Depok, Zamrowi. Foto: Youtube/Dinas Perhubungan Kota Depok
Selain itu, kata dia, penghargaan tersebut juga bukan dinilai dari segi kemacetan, tetapi pada pengelolaan transportasinya. Meski begitu, kata dia, persoalan kemacetan di Kota Depok terus dilakukan penanganan baik dari segi Infrastruktur dan transportasi.
ADVERTISEMENT
"Contohnya, meski jalannya jalan nasional, trotoar tetap dibangun oleh Pemkot Depok," kata Zamrowi.
Menurutnya, saat ini Dishub Kota Depok juga berencana menambah koridor Bus Trans Depok yakni rute Bojongsari-Jalan Margonda. Lalu transportasi Mikrotrans Depok yang kini ada 10 unit yang beroperasi direncanakan akan ditambah rute baru.
"Kajian kita Bus Trans Depok 5 koridor. Baru rencana lima koridor. Mudah-mudahan terwujud," ungkapnya.