Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Menyusul mutasi virus SARS-CoV-2 B1.7 dan N439K, kini ada mutasi corona Eek atau E484K yang terdeteksi di Indonesia. Varian corona ini harus diwaspadai, sebab varian Eek masuk dalam kategori Variant of Concern (VOC) dari WHO.
ADVERTISEMENT
Mengutip Julian Tang, Clinical Virologist dari University of Leicester, Inggris, ahli biomolekuler Riza Putranto menjelaskan mutasi E484K bukanlah varian baru yang berdiri sendiri. Mutasi ini terjadi pada berbagai belahan dunia dan telah ditemukan di berbagai varian termasuk Variant of Concern (VOC).
Riza pun menjelaskan, di awal pandemi masyarakat menyebut mutasi D614G sebagai varian. Namun seiring dengan berkembangnya varian SARS-CoV-2, masyarakat harus bisa membedakan penyebutan varian dan mutasi.
Riza menjelaskan, mutasi S E484K adalah perubahan asam amino urutan ke-484 dari E menjadi K pada protein Spike dari SARS-CoV-2. Mutasinya terletak di Receptor Binding Domain (RBD), bagian penting protein Spike dan beberapa penelitian membuktikan secara laboratorium mutasi ini menyebabkan penurunan efikasi antibodi.
Lantas berapa banyak mutasi corona Eek yang ada di dunia?
Riza menjelaskan berdasarkan data GISAID per 5 April 2021, terdapat 18.762 virus membawa mutasi E484K dari total 986.156 genom SARS-CoV-2. Jika dipersentasekan, maka 1,9% dari total mutasi SARS-CoV-2 di dunia versi GISAID.
ADVERTISEMENT
Mutasi E484K di dunia diketahui ditemukan di beberapa varian terkenal seperti B117 Bristol, B.1.351 Afrika Selatan, P1 dan P2 Brazil, P3 Filipina, B.1.427/B.1.429 California, B.1.526 New York, B.1.525 Nigeria, dan B.1.1.318 Unknown.
Sementara dikutip dari Reuters, Minggu (4/4), mutasi E484K ditemukan oleh beberapa ilmuwan pada 10 dari 14 pasien yang dites positif di Rumah Sakit Medis Universitas Kedokteran dan Gigi Tokyo.
Dari laporan yang beredar, hingga awal Maret ada 12 dari 36 pasien COVID-19 di sana yang terinfeksi E484K. Perlu menjadi catatan serius karena mereka tidak memiliki riwayat bepergian ke luar negeri atau menjalin kontak dengan pasien E484K.
Hingga saat ini, belum diketahui mutasi E484K yang ada di Jepang masuk dalam varian mana. Menurut Riza, temuan mutasi E484K ini bisa saja dikelompokkan dalam varian baru apabila memang tidak masuk dalam varian-varian existing.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengkonfirmasi varian E484K terdeteksi di Indonesia sejak Februari 2021. Kasus pertama ditemukan di Jakarta Barat.
"Iya di wilayah DKI Jakarta," kata Nadia dikutip dari Antara, Selasa (6/4).
Nadia mengatakan, pemeriksaan spesimen E484K dilakukan oleh otoritas terkait di Indonesia sejak Februari 2021.
"Tetapi dilaporkannya [temuan kasus] pada dua atau tiga hari yang lalu di GISAID oleh Lembaga Biologi Molekuler Eijkman," jelasnya.
Sebagai upaya mengantisipasi penyebaran virus tersebut, Nadia beserta jajaran terkait sedang melakukan pelacakan kasus untuk mendeteksi potensi penularan penyakit berdasarkan kontak erat.
Di sisi lain, menurut Riza, yang bisa dilakukan masyarakat untuk menghadapi varian baru ini adalah menunggu data di-submit di GISAID atau berita resmi dari yang berwenang. Serta tentunya terus menerapkan protokol kesehatan seperti mencuci tangan, menjaga jarak, dan memakai masker.
ADVERTISEMENT