Waspada Varian XBB: Definisi dan Rekomendasi Ahli

5 November 2022 6:39 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi hasil tes PCR COVID-19. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hasil tes PCR COVID-19. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
WHO dalam situs resminya menyebut XBB adalah rekombinan BA.2.10.1 dan BA.2.75. XBB yang memiliki prevalensi global 1,3% dan telah terdeteksi di 35 negara. [Rekombinan adalah bentuk genetik atau keturunan yang diperoleh melalui proses pemindahan dan penyusunan gen baru yang tidak terdapat pada induk].
ADVERTISEMENT
XBB merupakan subvarian Omicron dan dipastikan lebih menular dari varian Omicron sampai 1,7 kali lipat.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19, dr. Reisa Broto Asmoro, mengingatkan masyarakat untuk tak abai dengan kehadiran subvarian Omicron XBB. Subvarian ini terbukti cepat menular dan dapat menyerang mereka yang pernah terinfeksi varian lain.
Dr. Erlina Burhan selaku Ketua Satgas Covid IDI mengatakan, XBB adalah subvarian dengan kemampuan tertinggi untuk menghindari antibodi.
“Meskipun terdapat risiko gejala klinis yang ditimbulkan dapat lebih berat, belum ada bukti ilmiah mengenai perbedaan keparahan gejala,” ujar Erlina pada Kamis (3/11).
Gejala XBB tak jauh berbeda dari varian Omicron. Mulai dari demam atau kedinginan, batuk, sesak napas atau kesulitan bernapas, kelelahan, nyeri otot, sakit kepala, hilangnya rasa atau bau baru, sakit tenggorokan, hidung tersumbat atau pilek, mual atau muntah, hingga diare.
ADVERTISEMENT
Kasus COVID-19 di Indonesia Melesat, Benarkah karena Varian XBB?
dr Erlina Burhan. Foto: Dok. Pribadi
Ketua Satgas COVID IDI Dokter Erlina Burhan mengatakan, ada beberapa faktor yang menyebabkan kasus Covid mengalami peningkatan. Mulai dari longgarnya protokol kesehatan, lemahnya perlindungan bagi kelompok berisiko tinggi, hingga lambatnya proses vaksinasi.
Erlina menyebut kenaikan kasus ini disebabkan longgarnya pelaksanaan dan pengawasan protokol kesehatan.
“Belakangan kasus menurun jadi masyarakat lupa melindungi diri dan aktivitas kehidupan nyaris normal. Orang sudah berkumpul, beramai-ramai, berkegiatan offline di mana-mana dan lupa dengan protokol kesehatan,” ujar Erlina, Kamis (3/11).
Penyebab lainnya adalah lemahnya perlindungan bagi kelompok berisiko tinggi seperti lanjut usia.
Rekomendasi Ahli Wabah Terkait Kasus Corona XBB Naik: Booster dan Kombinasi WFH
Dicky Budiman, Epidemiolog dari Griffith University Australia. Foto: Dok. Pribadi
Peneliti Keamanan dan Ketahanan Kesehatan Global Dicky Budiman mengungkapkan beberapa cara hidup sehat di tengah kenaikan kasus COVID-19.
ADVERTISEMENT
Ia menyebut cara pertama mulai dari vaksinasi booster sebagai upaya pengembalian imunitas tubuh dan proteksi klinis yang menurun.
Dicky menyebut booster diperlukan untuk yang belum pernah menerima vaksin dosis tiga juga yang sudah divaksin tetapi lebih dari 6 bulan.
“Saat ini yang harus dilakukan sekali lagi adalah mendapatkan vaksinasi booster ketika belum. Artinya kalau vaksinasi terakhir sudah di atas 5-6 bulan yang lalu segera vaksinasi,” ujar Dicky kepada kumparan, Jumat (4/11).
Tak hanya vaksin Moderna, menurut Dicky, vaksin booster buatan Indonesia, Indovac, juga bisa dijadikan dosis booster yang baik bila dilihat dari hasil data ilmiah yang ada.
Ahli wabah dari Griffith University ini mendorong vaksin karya anak bangsa ini bisa secepatnya disebarluaskan ke masyarakat.
ADVERTISEMENT
Kemenkes: Corona XBB Bikin Naik Kasus Harian, tapi Turunnya Cepat
Ilustrasi Vaksin COVID-19 Astrazeneca. Foto: Shutter Stock
Kemenkes menyebut jumlah kasusnya per 3 November 2022 jadi 12 kasus. Seiring hadirnya subvarian baru ini, kasus COVID di tanah air alami peningkatan tajam.
Kendati demikian jubir Kemenkes Muhammad Syahril meminta masyarakat untuk tidak panik. Pasalnya bila melihat negara tetangga Singapura, peningkatan ini tak berlangsung lama.
Syahril menyebut meski mengalami kenaikan, kasus harian juga turun dengan cepat. Ia berharap kondisi serupa juga terjadi di Indonesia.
“Singapura itu pernah sampai 18.000 per harinya. Tapi saat ini sudah 6.500 jadi cepat naiknya tapi juga cepat turunnya ya jadi ada berapa negara yang begitu,” ujar Syahril saat pemaparan penanganan Covid 19 dan gagal ginjal akut di akun youtube Kemenkes, Jumat (4/11) siang.
ADVERTISEMENT
“Mudah-mudahan kita juga begitu. Naiknya lambat tapi turunnya insyaallah cepat ya,” tambahnya.
Harapan ini bukan tanpa dasar. Bila melihat dari 28 negara yang melaporkan adanya subvarian baru XBB kondisi kasus yang cepat naik namun cepat turun ini juga terjadi di India dan Bangladesh.
Varian XBB Jadi 12 Kasus, Kasus Harian dan Kematian Meningkat
Ilustrasi petugas pemakaman COVID-19 di Jember. Foto: Dok. Istimewa
Jubir Kemenkes Muhammad Syahril tegaskan pandemi COVID-19 belum berakhir. Ia menyebut beberapa hari terakhir jumlah kasus harian bahkan meningkat tajam akibat hadirnya subvarian omicron baru yang disebut XBB.
Kasus subvarian baru omicron XBB yang awalnya hanya 8 kasus, per 3 November 2022 bertambah jadi 12 kasus.
“Jadi semula ada 1, tambah lagi menjadi 4, dan sudah dan 4 hari kemarin jumlahnya ada 12 orang ya,” jelas Syahril saat pemaparan penanganan Covid 19 dan gagal ginjal akut di akun youtube Kemenkes, Jumat (4/11) siang.
ADVERTISEMENT
Meskipun telah dikonfirmasi ada subvarian baru, Syahril menyebut ke-12 orang ini tidak bergejala berat. Mereka bahkan sembuh relatif lebih cepat sebagaimana karakteristik dari subvarian ini.
“Tapi alhamdulillah dari 12 ini semuanya tidak ada yang berat, isolasi mandiri. Kalau kepentingan rawat hanya beberapa hari dan sembuh dan memang karakteristik varian XBB,” jelas Syahril.