Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menuntut Muhammad Yahya Waloni 7 bulan penjara. Ditambah tuntutan denda sebesar Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan.
ADVERTISEMENT
Yahya Waloni ialah terdakwa ujaran kebencian dan penistaan agama. Jaksa meyakini Yahya Waloni terbukti bersalah melakukan tindak pidana penghasutan untuk melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
"[Menuntut, agar majelis hakim] Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Muhammad Yahya Waloni dengan pidana penjara selama tujuh bulan dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah tetap ditahan dan denda sebesar Rp 50 juta subsider satu bulan kurungan," kata JPU membacakan tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dikutip dari Antara, Selasa (28/12).
Ujaran kebencian Yahya tersebut terurai dalam media sosialnya yakni Youtube. Dalam video di YouTube, ujaran kebencian itu diduga dilontarkan pada Rabu 2 Agustus 2019 di Masjid Jenderal Sudirman World Trade Center, Kecamatan Setia Budi, Kota Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Saat itu Yahya tengah mengisi kegiatan ceramah dengan tema 'Nikmatnya Islam'. Saat itu, jumlah jemaah sekitar 700 orang.
Namun isi ceramahnya dinilai bermuatan materi yang dapat menimbulkan rasa kebencian (ujaran kebencian) atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA
Dalam dakwaan, disebutkan bahwa yang disampaikan dalam isi ceramahnya menyangkut kata-kata yang bermuatan kebencian terhadap umat kristen. Sehingga materi ceramah dapat menyakiti umat kristiani.
Padahal selain didengar oleh jamaah masjid tersebut, ceramah itu juga ditayangkan secara langsung di akun media sosial yang dimiliki oleh masjid WTC, yaitu YouTube dan Facebook, yang kemudian ditonton oleh khalayak ramai.
Jaksa meyakini perbuatan Yahya Waloni melanggar Pasal 45 a ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
ADVERTISEMENT
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai hal yang memberatkan terdakwa adalah perbuatannya telah merusak kerukunan antarumat beragama yang sudah berjalan lama.
Adapun hal-hal yang meringankan, yakni ia tidak berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan, menyesali perbuatannya, dan telah meminta maaf kepada umat Nasrani dan seluruh rakyat Indonesia.
Selain itu, saksi pelapor telah memaafkan perbuatan terdakwa, meskipun kasus hukum terdakwa dilanjutkan demi kebaikan bersama.
"Terdakwa Yahya Waloni berjanji tidak mengulangi perbuatannya lagi dan diharapkan dapat memperbaiki di masa mendatang. Terdakwa merupakan tulang punggung keluarga," kata jaksa penuntut.
Usai dibacakan tuntutan, ketua majelis hakim menanyakan tanggapan terdakwa Yahya Waloni yang menjalani persidangan tanpa didampingi pengacara.
Hakim menanyakan apakah terdakwa menerima tuntutan tersebut dan berhak mengajukan pleidoi. Yahya menyatakan menerima dan langsung menyampaikan pembelaannya secara lisan. Majelis hakim lantas mempersilakan terdakwa menyampaikan pembelaannya.
ADVERTISEMENT
Dalam pembelaannya, Yahya mengakui dan menyesali perbuatannya, serta meminta maaf kepada umat Nasrani seluruh Indonesia.
Yahya mengakui perbuatannya melanggar etika dan moralitas berbangsa dan bernegara, oleh karena itu menerima segala konsekuensinya, dan menjalani persidangan tanpa didampingi oleh pengacara.
Ia pun berjanji setelah keluar dari penjara akan kembali menjadi pendakwah yang baik, menyerukan pada persatuan dan kesatuan antarumat beragama.
"Saya menyadari penuh, apa yang saya lakukan ini akan mendorong saya lebih baik ke depan, akan menjadi seorang pendakwah yang lebih santun, bermartabat, beretika menyampaikan risalah dakwah," kata Yahya.
Usai pembacaan pembelaan dari terdakwa, majelis hakim menunda sidang selama dua pekan. Agenda selanjutnya ialah pembacaan putusan yang diagendakan pada 11 Januari 2022.
ADVERTISEMENT