Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Yusril: Putusan MA Tak Singgung Pilpres 2019, MK Sudah Menangkan Jokowi-Ma'ruf
8 Juli 2020 15:05 WIB
ADVERTISEMENT
Mahkamah Agung (MA ) telah mengabulkan gugatan pendiri Yayasan Pendidikan Soekarno, Rachmawati Soekarnoputri dkk, dalam perkara nomor 44 P/HUM/2019. MA menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU Nomor 5/2019 tak memiliki kekuatan hukum mengikat. Adapun pasal tersebut mengatur penetapan pemenang Pilpres berdasarkan suara terbanyak jika hanya diikuti 2 paslon.
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra , menyatakan putusan tersebut tak mempengaruhi hasil Pilpres 2019 yang diikuti Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi. Sebab, kata Yusril, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menolak gugatan Prabowo-Sandi. Dengan demikian Jokowi-Ma'ruf yang menjadi pemenang Pilpres 2019 .
"Putusan itu sama sekali tidak masuk atau menyinggung kasus sudah menang atau belum Jokowi dalam Pilpres 2019. Menang tidaknya Jokowi dalam Pilpres 2019 telah diputus oleh MK karena hal itu menjadi kewenangannya. MA sama sekali tidak berwenang mengadili sengketa Pilpres. Putusan MK itu final dan mengikat," ujar Yusril dalam keterangannya, Rabu (8/7).
"Dalam menetapkan kemenangan Jokowi dan Kyai Ma'ruf, KPU merujuk pada putusan MK yang tegas menolak permohonan sengketa yang diajukan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno," lanjutnya.
Terlebih, kata Yusril , putusan MA baru diketok pada 28 Oktober 2019, seminggu setelah Jokowi-Ma'ruf dilantik MPR. Yusril yang juga pengacara Jokowi-Ma'ruf dalam sengketa Pilpres di MK, menambahkan putusan MA tak berlaku surut. Sehingga berlaku ke depan.
ADVERTISEMENT
Yusril menyatakan, ketentuan Pasal 7 ayat 3 PKPU 5/2019 mengacu putusan MK No 50/PUU-XII/2017 yang menafsirkan ketentuan Pasal 6A UUD 45 dalam hal paslon hanya dua pasangan. Ia menegaskan putusan MK mempunyai kekuatan yang setara dengan norma UU, meskipun bukan merupakan suatu bentuk peraturan perundang-undangan.
"Dalam keadaan seperti itu (Pilpres hanya diikuti 2 paslon), maka yang berlaku adalah suara terbanyak tanpa perlu diulang lagi untuk memenuhi syarat sebaran kemenangan di provinsi sebagaimana diatur Pasal 6A. MA memutus perkara pengujian PKPU itu dengan merujuk kepada Pasal 416 UU Pemilu yang tidak mengatur hal tersebut, sehingga menyatakan Pasal 3 ayat 7 PKPU itu bertentangan dengan UU Pemilu. Masalahnya MA memang tidak dapat menguji apakah PKPU itu bertentangan dengan putusan MK atau tidak. Di sini letak problematika hukumnya," jelas Yusril.
Sehingga Yusril berpandangan seharusnya memang putusan MK yang menjadi rujukan apabila Pilpres hanya diikuti 2 paslon.
ADVERTISEMENT
"Kalau pasangan calon hanya 2, dan harus diulang-ulang terus agar memenuhi syarat kemenangan menurut sebaran wilayah, maka Pilpres menjadi tidak jelas kapan akan berakhir. Sementara masa jabatan Presiden yang ada sudah berakhir dan tidak dapat diperpanjang oleh lembaga manapun termasuk MPR. Ini akan berakibat terjadinya kevakuman kekuasaan dan berpotensi menimbulkan chaos di negara ini," ucapnya.
Senada, mantan Ketua MK, Jimly Asshiddiqie, menyatakan putusan MA yang mengabulkan gugatan Rachmawati tak terkait Pilpres 2019. Sebab hasil Pilpres 2019 sudah ditentukan MK. Sehingga putusan MA hanya bisa digunakan untuk Pilpres selanjutnya.
"Peradilan hasil pemilu & pilpres ada di MK, bukan di MA. Segala perselisihan tentang hasil Pilpres 2019 berakhir di MK dan pelantikan Presiden-Wapres di MPR 20 Oktober 2019. Putusan MA 28 Oktotber 2019 hanya terkait Peraturan KPU yang harus diubah untuk Pilpres berikutnya, tidak lagi terkait dengan Pilpres 2019," kata Jimly.
ADVERTISEMENT
***
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona )