Yusril soal Maafkan Koruptor yang Kembalikan Uang: Efek Jera Itu Otak Belanda

20 Desember 2024 16:15 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyampaikan sambutan pada puncak Peringatan Hari HAM Sedunia ke-76 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Selasa (10/12/2024). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyampaikan sambutan pada puncak Peringatan Hari HAM Sedunia ke-76 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Selasa (10/12/2024). Foto: Asprilla Dwi Adha/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menjelaskan soal pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang mengungkap rencana memaafkan koruptor jika mengembalikan harta hasil korupsinya.
ADVERTISEMENT
Menurut Yusril, pernyataan itu disampaikan oleh Prabowo dengan bahasa yang mudah dipahami masyarakat. Namun, dalam implementasinya nanti, diikuti dengan mekanisme hukum yang sesuai.
"Jadi sebenarnya bahasa Pak Prabowo kan bahasa menjelaskan sesuatu kepada rakyat. Agar rakyat mengerti. Tapi follow-upnya tentu adalah satu langkah hukum yang diambil oleh pemerintah," kata Yusril di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (20/12).
Yusril pun menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang 1945, presiden dapat memberikan grasi, amnesti, hingga abolisi terhadap kasus apa pun, termasuk kepada koruptor.
"Undang-Undang lain itu lebih tinggi sumbernya UUD 45. Yaitu presiden memberikan grasi, amnesti, abolisi, dan rehabilitasi. Nah kalau Presiden memberikan grasi meminta pertimbangan Mahkamah Agung," kata Yusril.
"Kalau Presiden memberikan amnesti dan abolisi meminta pertimbangan DPR. Dan grasi, amnesti, dan abolisi itu bisa diberikan terhadap tindak pidana apa pun," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Ketika ditanya tentang bagaimana efek jera bagi koruptor jika diberikan pengampunan, Yusril menilai konsep tersebut sudah usang.
"Begini ya, pidana baru kita ini kan enggak lagi banyak bicara efek jera. Ini otak kita ini kan Belanda. Jadi anda ini sebenarnya Belanda ini otaknya. Efek jera itu, makanya ada jera penjarah. Penjeraan kan, jadi penjara. Kita itu enggak sebenarnya," terang dia.
Ilustrasi penjara perempuan. Foto: Bignai/Shutterstock
Yusril menjelaskan bahwa target utama para pelaku korupsi adalah agar mereka sadar dengan perbuatannya dan mengembalikan uang korupsi yang mereka gasak.
"Karena efek jera itu tidak lagi menjadi target utama. Orang dihukum supaya dia sadar. Jadi ada dia itu rehabilitasi supaya dia menyadari perbuatannya. Jadi taubatan nasuha lah kira-kira begitu kan. Kerugian negara dikembalikan," tandas dia.
ADVERTISEMENT