Zainal Arifin Pertanyakan Yusril Tak Akui Kasus 98 Masuk Pelanggaran HAM Berat

22 Oktober 2024 10:00 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar, yang terlibat dalam film dokumenter 'Dirty Vote'. Foto: Dok. Dokumentasi Dirty Vote untuk Pers
zoom-in-whitePerbesar
Pakar Hukum Tata Negara UGM, Zainal Arifin Mochtar, yang terlibat dalam film dokumenter 'Dirty Vote'. Foto: Dok. Dokumentasi Dirty Vote untuk Pers
ADVERTISEMENT
Komentar Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, yang menyebut peristiwa 1998 bukan pelanggaran berat menuai sorotan.
ADVERTISEMENT
Pakar hukum UGM, Zainal Arifin Mochtar atau yang akrab disapa Uceng, Ia mempertanyakan ucapan Yusril tersebut.
"Saya terus terang nda paham apa yang disampaikan oleh Yusril. Ketika ditanya ke saya, sy juga gak paham yang dia maksud kasus 98 itu yg mana," tulis Uceng di akun instagramnya, @zainalarifinmochtar, dikutip Selasa (22/10). kumparan telah mendapatkan izin dari Uceng untuk dikutip.
"Ada dua kasus 98. Yakni (1) Kerusuhan Mei 98 dan (2) Trisakti, Semanggi 1, Semanggi 2 (98-99). Yang dia anggap bukan pelanggaran HAM itu yang mana ya?" lanjut Uceng heran.
Padahal, lanjutnya, dua peristiwa itu termasuk dalam 12 kasus pelanggaran HAM berat yang telah diakui oleh pemerintah.
Dalam unggahannya itu juga, Uceng turut melampirkan buku yang diterbitkan Komnas HAM yang berisikan rangkuman terkait 12 kasus pelanggaran HAM berat tersebut.
ADVERTISEMENT
"Di buku yang diterbitkan Komnas HAM ini merupakan ringkasan dari dokumen yang sangat tebal dari ke-12 perkara tersebut. Buku ini (hanya) setebal 700 halaman, ya karena ringkasan," tutur Uceng.
"Kesimpulannya sama, ada kejahatan terhadap kemanusiaan, dan dua unsur pentingnya yakni meluas dan systematis sudah terpenuhi. Itu berdasarkan dokumen Komnas HAM ya. Jadi yang dia maksud itu apa? Wallahu a'lam," pungkasnya.
Tulisan yang dibuat massa mahasiswa pada demo peringatan tragedi 12 Mei 1998, di Gerbang Pancasila Gedung DPR RI, Jumat (17/5/2024). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Pendapat Yusril
Sebelumnya, Yusril Ihza Mahendra menilai bahwa dalam beberapa tahun terakhir tidak terjadi kasus pelanggaran HAM berat. Menurut dia, kasus kerusuhan yang terjadi pada 1998 pun bukan pelanggaran HAM berat.
Hal itu disampaikan Yusril saat diminta pendapatnya soal permasalahan HAM yang akan menjadi fokus kementeriannya.
"Selama beberapa tahun terakhir tidak terjadi kasus pelanggaran HAM yang berat," kata Yusril kepada wartawan di Istana Negara, Senin (21/10) kemarin.
ADVERTISEMENT
Yusril bercerita bahwa saat menjabat Menteri Kehakiman dan HAM pada kurun 1999-2004, dia beberapa kali mengikuti sidang Komisi HAM PBB di Swiss.
Menterian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra di Istana Negara Jakarta, Senin (21/10/2024). Foto: Luthfi Humam/kumparan
"Kita ditantang menyelesaikan soal-soal besar di zaman saya pada waktu itu ya banyak sekali anggapan terjadi pelanggaran HAM yang berat," papar Yusril.
Ia pun menyebut bahwa ketika itu sudah membentuk Pengadilan HAM secara ad hoc maupun konvensional serta tim rekonsiliasi.
"Jadi sebenarnya kita tidak menghadapi persoalan pelanggaran HAM yang berat dalam beberapa tahun terakhir," imbuh dia.
Yusril mengatakan bahwa setiap kejahatan adalah pelanggaran HAM, tetapi tidak semua kejahatan adalah pelanggaran HAM berat.
"Pelanggaran HAM yang berat itu kan genocide, massive killing, ethnic cleansing, tidak terjadi dalam beberapa dekade terakhir, mungkin terjadi justru pada masa kolonial ya pada waktu awal perang kemerdekaan tahun 1960-an. Tapi dalam beberapa dekade terakhir ini hampir bisa dikatakan tidak ada kasus-kasus pelanggaran HAM berat," kata dia.
ADVERTISEMENT
"98 enggak termasuk?" tanya wartawan.
"Enggak," jawab Yusril.

Jokowi Nyatakan Pelanggaran HAM Berat

Presiden Jokowi menerima laporan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) masa lalu di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (11/1/2023). Foto: Dok. Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden
Pada Januari 2023, Presiden ke-7 RI Joko Widodo mengakui memang benar telah terjadi pelanggaran HAM berat di beberapa peristiwa di masa lalu.
Hal itu disampaikan Jokowi usai menerima kunjungan Tim Penyelesaian Nonyudisial Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu (PPHAM) di Istana Merdeka.
Dalam pertemuan itu, Tim Nonyudisial PPHAM menyampaikan laporan mereka terkait penyelesaian HAM berat masa lalu.
Presiden Jokowi di kick off pemulihan hak korban pelanggaran HAM berat di Rumah Geudong, Pidie, Aceh, Selasa (27/6/2023). Foto: Youtube/Sekretariat Presiden
"Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai Kepala Negara RI mengakui bahwa pelanggaran HAM berat memang terjadi di berbagai peristiwa dan saya sangat menyesalkan terjadinya peristiwa pelanggaran HAM berat," kata Jokowi didampingi Menko Polhukam Mahfud MD dan Tim PPHAM pada 11 Januari 2023 lalu.
FOTO ARSIP: Rombongan Polisi Militer Kodam Jaya memeriksa kondisi empat jenazah mahasiswa korban kerusuhan aksi unjuk rasa di Universitas Trisakti, Jakarta, Selasa (12/5/1998). Foto: Mosista Pambudi/SF01/ANTARA FOTO
Jokowi kemudian menjabarkan ada 12 peristiwa masuk dalam pelanggaran HAM berat. Berikut daftarnya:
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT