Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Saat mengemudi kita sering dihadapkan pada berbagai macam perilaku pengguna jalan. Tak sedikit mereka yang melanggar aturan.
ADVERTISEMENT
Bahkan tanpa disadari, mereka juga melanggar etika dan norma kesopanan yang berlaku di masyarakat. Sehingga mereka dicap arogan, tidak sopan, dan mengganggu kepentingan umum.
Dari berbagai pelanggaran yang ada, kumparan rangkum menjadi 5 perilaku mengemudi yang sering ditemui di jalan. Mari bahas bersama Instruktur Keselamatan Berkendara sekaligus Founder Jakarta Defensive Driving Consultant (JDDC), Jusri Pulubuhu.
1. Tidak menyalakan sein saat berpindah lajur atau belok
Pertama yang sering dijumpai adalah pengguna jalan yang tidak menyalakan sein ketika belok, atau berpindah lajur di jalan tol.
Padahal mengacu Pasal 112 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pengemudi kendaraan yang akan berpindah lajur, berbelok, berbalik arah, atau bergerak ke samping wajib mengamati situasi di sekitarnya, sambil memberikan isyarat lampu penunjuk arah (sein).
"Sebenarnya adanya pelanggaran lalu lintas itu tanda mereka tidak memiliki empati yang kuat, kaitannya dengan soft skill mengemudi yang lemah, belum lagi kemampuan antisipasi dan adaptasi yang belum dipenuhi," jelas Jusri saat dihubungi kumparan, Selasa (17/11).
ADVERTISEMENT
2. Tidak mendahulukan kendaraan yang mendapat prioritas jalan
Ini juga sering terjadi, malah belakangan viral di media sosial. Pengemudi enggan mendahulukan kendaraan yang mendapat prioritas jalan, berupa ambulans atau pemadam kebakaran.
Motifnya beragam, ada yang mengaku tidak mendengar sirine maupun melihat spion. Ada pula yang menahan laju karena merasa sopir ambulans menyalahgunakan wewenang: tidak membawa pasien tapi menyalakan sirine.
Apa pun alasannya, perilaku tersebut tentunya pantang ditiru. Supaya menghindari konflik horizontal hingga baku hantam.
"Memang memancing emosi, tapi perlu ingat, sebaiknya hindari sampai naik pitam. Sebab akan membuat psikis dan kemampuan kognitif kita menurun. Kemampuan persepsi yang semula baik, bisa pecah dan konsentrasi akan hilang karena emosi," jelas Jusri.
Sebagai pengingat, ini 7 kendaraan yang dapat prioritas di jalan berdasarkan Pasal 134, UU LLAJ 22/2009.
ADVERTISEMENT
1. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas
2. Ambulans yang mengangkut orang sakit
3. Kendaraan yang memberikan pertolongan kecelakaan lalu lintas
4. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia
5. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara
6. Iring-iringan pengantar jenazah
7. Konvoi kendaraan dalam kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas polisi
3. Membunyikan klakson tidak sesuai kebutuhan
Kasus berikutnya adalah pengemudi yang sering membunyikan klakson. Biasanya ditemukan di persimpangan lalu lintas. Yakni pengendara yang membunyikan klakson, saat lampu hijau baru menyala. Tujuannya supaya kendaraan di depan cepat jalan.
Belum lagi menemukan orang yang hendak menyeberang jalan, kerap dibanjiri klakson kendaraan yang melintas. Atau membunyikan klakson di tempat terlarang di rumah ibadah maupun wilayah pendidikan.
ADVERTISEMENT
Lagi-lagi hal tersebut menurut Jusri karena pengguna jalan tidak memiliki empati. "Seharusnya berada di ruang publik, teorinya satu, mengedepankan ketertiban dan moralitas tinggi," katanya.
4. Merokok sambil mengemudi
Kemudian yang tak kalah menjengkelkan adalah pengguna jalan yang merokok , baik pengemudi mobil maupun motor. Menurut Jusri, hal tersebut harus dihindarkan, merokok sambil berkendara tanpa disadari memicu kecelakaan.
Bayangkan, abu yang terbang berpotensi merusak fungsi mata pengguna jalan lain. "Melihat ini tanda kesadaran berlalu lintas mereka lemah. Padahal ini menyangkut intelegensi, secara naluri harus tahu bahwa perilaku tersebut tidak dibenarkan," imbuhnya.
Mengacu Pasal 310 UU LLAJ 22/2009, bila hal tersebut membuat pengendara lalai dan mengakibatkan kecelakaan, maka ada beberapa ancaman pidana dan denda yang menanti.
ADVERTISEMENT
5. Tanya alamat tanpa turun dari mobil atau buka helm
Nah yang terakhir ini menyangkut norma kesopanan. Tak jarang ditemui pengendara yang menanyakan alamat tapi tidak menjunjung tinggi norma kesopanan: tidak turun dulu dari mobil atau buka helm.
"Tata krama atau sopan santun mulai luntur karena dilakukan berulang. Tanpa sadar hal ini menjadi kebiasaan yang sudah diterima. Dalam kondisi masyarakat plural mungkin bisa diterima, tapi sebaiknya tata krama ini jangan sampai hilang agar tidak memancing emosi kelompok masyarakat tertentu," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Kalau menurut Anda, etika mengemudi apa lagi yang menyalahi aturan dan norma kesopanan? Sampaikan pendapatmu di kolom komentar, ya!