Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Ini Tantangan Penerapan Bioetanol Sebagai Pengganti Bensin
19 September 2024 6:00 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sebab, bahan baku yang dijadikan sebagai campuran bahan bakar bioetanol dikatakan masih didatangkan dari luar negeri. Dikhawatirkan beban impor terhadap komoditas tersebut semakin besar.
"Sekarang kita tidak banyak produksi etanol. Biasanya, etanol didapat dari tebu dan jagung, namun hari ini kita saja masih impor gula dan jagung. Jadi sekarang kalau mau paksa pakai biofuel, kita harus impor juga," kata Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin dalam diskusi terbatas di Jakarta belum lama ini.
Rachmat tak menampik, bahan bakar dengan campuran etanol lebih bersih dan ramah lingkungan dibandingkan dengan produk BBM dijual saat ini, yang juga mengandung sulfur tinggi. Sebagai contoh, Pertamax Green 95 adalah bioetanol yang sudah dipasarkan saat ini.
Ini ada kaitannya dengan penerapan standar emisi gas buang kendaraan bermotor untuk roda empat atau lebih di Indonesia, yang diharuskan memenuhi ketentuan Euro 4 sejak tahun 2018 silam. Selain teknologi mesin, spesifikasi BBM juga jadi salah satu syarat.
ADVERTISEMENT
Menurut Permen LHK Nomor 20 Tahun 2017, BBM yang masuk dalam Euro 4 yaitu memiliki RON minimal 91, bebas timbal, dan kandungan sulfurnya maksimum 50 ppm atau di bawahnya. Sementara Pertalite dan Pertamax memiliki kadar 500 ppm.
Beberapa waktu lalu, Ahli Proses Konversi Biomassa Institut Teknologi Bandung (ITB) Ronny Purwadi mengatakan, Indonesia bisa menghasilkan bioetanol dari berbagai sumber daya alam. Selain gula dari nira tebu, ada beberapa sumber nabati yang bisa dimanfaatkan.
Misalnya, bahan lain yang mengandung pati seperti singkong, jagung, sagu, dan sorgum. Pada inovasi berikutnya, bioetanol bisa dihasilkan dari tandan kosong sawit, bagase tebu, tongkol jagung, serbuk gergaji, dan jerami padi.
"Inilah biofuel next generation yang kita kenal dengan drop, yang bisa digunakan langsung tanpa harus dicampur. Misalnya biodiesel sekarang 35 persen, naik 55 persen pasti mikir dulu bisa enggak, tapi untuk drop ini langsung digunakan karena bahan bakarnya serupa dengan fosil," katanya di Karawang beberapa waktu lalu.
ADVERTISEMENT
Ronny juga mengakui masih ada keterbatasan terkait sumber nabati untuk BBM etanol di Indonesia, ia mendorong pemerintah membentuk perusahaan khusus untuk mengolah dan memproduksi biofuel. Sawit contohnya, potensinya disebut besar namun produk turunannya masih berfokus pada bahan makanan dan kosmetik.
"Implementasi bioetanol sebagai bahan bakar akan ada pasar yang berkembang, makin banyak juga pengembangan akan mendorong penelitian atau efisiensi teknologi produksi sehingga bisa lebih murah," imbuhnya.
***