Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Lewat skema ini, Jepang bakal menentukan ambang batas produksi karbon dari aktivitas produksi pabrikan. Bila kedapatan melebihi standar, pabrikan harus membeli kredit karbon dari perusahaan yang masih memiliki kuota.
Perhitungannya berdasarkan perbandingan mobil listrik yang diproduksi dengan mobil konvensional. Dengan demikian, pabrikan terdorong untuk memproduksi mobil berbasis listrik lebih banyak ketimbang mobil bermesin konvensional.
Adapun, penerapan kredit karbon muncul berkat dorongan Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga untuk mengejar nol emisi untuk menangani isu perubahan iklim. Skema ini telah diaplikasikan di California, Amerika Serikat.
Lalu, apa itu carbon credit?
Mengutip dari Native Energy, kredit karbon adalah sertifikat atau izin, yang diberikan ke perusahaan terkait besaran emisi karbon dioksida yang boleh dikeluarkan, dalam jumlah dan jangka waktu tertentu.
ADVERTISEMENT
Kredit karbon bisa diperjualbelikan, dengan harga tetap, melalui lelang atau dialokasikan secara gratis, berdasarkan perkiraan emisi karbon.
Pabrikan yang lebih banyak memproduksi mobil listrik pun mendapat keuntungan. Contohnya Tesla yang meraup 397 juta dolar AS setara Rp 5,6 triliun dari perdagangan kredit karbon pada kuartal ketiga 2020.
Ia menjual kredit karbonnya ke sejumlah perusahaan Amerika --General Motors dan Fiat Chrysler Automobiles (FCA)-- yang memproduksi mobil konvensional lebih banyak ketimbang listrik.
"Skema kredit karbon efektif mendorong penetrasi pasar kendaraan listrik," tutur Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Syafrudin kepada kumparan Senin (7/12).
Bisa diberlakukan di Indonesia?
Ia menilai, skema ini sebenarnya bisa diimplementasikan di Indonesia. Namun sayang, untuk mendorong percepatan kendaraan listrik, pemerintah justru mengeluarkan PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah), yang dinilai Puput tidak memberikan dampak terhadap pertumbuhan kendaraan rendah karbon.
ADVERTISEMENT
"Justru kebijakan yang dikeluarkan melalui PP 73/2019 tersebut cenderung menguntungkan ICE technology (kendaraan motor bakar/kendaraan konvensional)," ujarnya.