Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Sony menilai, ada dua pandangan berbeda yang bisa dilihat berdasarkan pernyataan Arifin. Pertama soal sistem permohonan SIM dan alasan kenapa SIM perlu diperpanjang dalam periode waktu tertentu.
“Pertama dia prihatin dengan sistem permohonan SIM yang mudah, dalam arti adanya kemungkinan permainan oknum. Sehingga pembuatan SIM dilihat sebagai aktivitas buang-buang waktu dan biaya,” buka Sony kepada kumparan (13/5).
Kemudian, Sony menganggap Arifin tidak mengerti bahwa SIM merupakan tolok ukur seseorang sudah layak mengemudi di jalan raya berdasarkan kemampuan dan pemahaman berlalu lintas di jalan raya.
Menurutnya lagi, alih-alih meminta masa berlaku SIM diubah menjadi seumur hidup. Lebih baik, sistem permohonan SIM yang ada saat ini sebaiknya perlu diperbaiki dan dievaluasi kembali.
ADVERTISEMENT
“Perbaikan dari sistem permohonan SIM itu wajib dibenahi, sudah jelas kok parameternya. Tingginya angka kecelakaan lalu lintas, sehingga bukan dijadikan seumur hidup tetapi baiknya setiap 2-3 tahun sekali,” pungkasnya.
Alasan lainnya adalah kemampuan mengemudi seseorang dapat berubah seiring berjalannya waktu. Sehingga perlu adanya kajian untuk melihat kembali seperti apa kemampuan mengemudi seseorang, utamanya soal penurunan kemampuan fisik akibat faktor usia.
“Untuk me-refresh kembali kemampuan pemilik SIM ini. Apakah ada tanda perubahan kemampuan misalnya fisik menurun atau respons orang itu terhadap keselamatan dan bahaya atau mungkin ada hal-hal baru dalam peningkatan dan pemahaman keselamatan lalu lintas,” terang Sony.
Minta masa berlaku SIM dihapus
Sebelumnya, dalam gugatan yang terdaftar dalam nomor perkara 42/PUU-XXI/2023 itu, Arifin menguji Pasal 85 Ayat 2 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Menurutnya, ia merasa dirugikan apabila harus memperpanjang masa SIM setiap 5 tahun.
ADVERTISEMENT
“Setiap perpanjangan SIM, misalnya lima tahun yang lalu saya mendapatkan SIM dan saat diperpanjang nomor serinya berbeda Yang Mulia. Di sini tidak ada kepastian hukum dan kalau terlambat semuanya harus mulai dari baru dan harus diproses,” ujar Arifin mengutip laman resmi MK.
Dirinya menilai, masa berlaku SIM selama 5 tahun tidak memiliki dasar hukum dan tidak memiliki tolok ukur yang jelas berdasarkan kajian dari lembaga tertentu.
Selain itu, Arifin juga mengeluhkan soal proses pengurusan perpanjangan SIM yang disebutnya menguras tenaga dan perlu mengeluarkan uang, yang dinilainya juga merugikan.
***