Sudah Ada Kecelakaan Saat Lawan Arus, Kenapa Pengendara Motor Tak Jera?

24 Agustus 2023 6:19 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pengendara motor lawan arus di sekitar bawah flyover Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (23/8/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pengendara motor lawan arus di sekitar bawah flyover Kalibata, Jakarta Selatan, Rabu (23/8/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Director Training Safety Defensive Consultant (SDCI) Sony Susmana memberikan pandangan soal pengendara motor yang terlihat tidak bisa mengambil pelajaran terkait kecelakaan melibatkan pemotor yang melawan arus dengan sebuah truk.
ADVERTISEMENT
Sebuah truk menabrak tujuh pengendara motor yang melawan arus di jalan Lenteng Agung arah Depok, Jakarta Selatan, Selasa (22/8) pagi. Lucunya, aktivitas melawan arus kembali diulangi pengendara yang melintas daerah tersebut beberapa hari setelah peristiwa itu terjadi.
Sony bilang, ada beberapa faktor yang membuat pengendara motor terkesan bebal, meski sudah ada contoh bahaya nyatanya. Pertama terkait kurangnya kesadaran dan kepedulian akan keselamatan ketika berlalu lintas di jalan raya.
“Karena mereka tidak bisa melihat potensi bahaya yang ada di sekelilingnya. Egonya merasa sudah jago dan bisa, menganggap kecelakaan yang dialami pengendara lain itu karena memang lagi apes saja dan sebagainya,” ujar Sony ketika dihubungi kumparan (23/8).
Lokasi kecelakaan beruntun truk tabrak 7 pemotor lawan arah di Jalan Raya Lenteng Agung depan Halte Wijaya Kusuma, Selasa (22/8/2023). Foto: Thomas Bosco/kumparan
Kedua, dirinya menyoroti lemahnya penegakkan hukum oleh aparat kepolisian di jalan raya. Sony menganggap, sikap yang kerap ditoleransi oleh petugas membuat pengendara yang gemar melanggar menjadi tak acuh dengan imbauan apa pun.
ADVERTISEMENT
“Hukum masih lemah, menurut saya susah sekali membentuk budaya tertib kecuali bantuan penjagaan. Ini yang tidak ada, polisi merasa sudah memberi imbauan cukup, pasang rambu, dan sebagainya,” imbuhnya.
“Di Indonesia itu masalahnya toleransi untuk pelanggaran masih tinggi. Sehingga masyarakat itu ada aja yang bisa cari celah, bisa dilawan dengan harapan akhirnya dilepas,” kata Sony lagi.
Edukasi disertai dengan simulasi contoh yang mendekati kenyataan menjadi salah satu kunci agar masyarakat mau mengerti. Dirinya mencontohkan dengan sistem di Jepang, yang mana kesadaran bahaya di jalan raya ketika tidak tertib sudah diajarkan sejak usia belia.
“Namun edukasi mengenai efek bahayanya itu engga ada, di Jepang misalnya itu anak-anak sejak SD sudah di pertontonkan adegan simulasi apabila mengalami kecelakaan di jalan raya. Terkesan vulgar buat kita memang, tapi itu akan selalu diingat,” papar Sony.
ADVERTISEMENT
***