Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Tren penggunaan motor 2-tak di Indonesia mulai tergeser oleh motor bermesin 4-tak sekitar tahun 2000-an. Satu persatu pabrikan roda dua pun mulai menyetop produksinya karena terganjal aturan emisi karbon euro III.
ADVERTISEMENT
Namun, hal tersebut tak menyurutkan pecinta otomotif untuk terus menggunakan motor 'ngebul' itu.
Menggunakan motor 2-tak memang punya keasyikan sendiri. Selain raungan mesinnya yang khas dan karakter tenaganya yang bandel, tak jarang mereka yang mencari motor ini untuk mengenang masa lalu.
Seperti Agung Fauzan, yang akhirnya berhasil memiliki motor impiannya, Satria berkode RU atau akrab disebut Lumba. Kepada kumparan, dirinya berujar sejak 18 tahun lalu sudah terpincut dengan eksotisnya motor ini.
"Baru ngangkat motor ini Januari, tangan kedua. Jadi ceritanya gara-gara lihat tetangga pakai Satria Lumba warna orange hitam. Dari situ punya tekad besar ingin punya, apalagi 2-tak sudah mulai musim lagi dan harganya makin naik," katanya saat dihubungi kumparan beberapa waktu lalu.
Memang boleh dibilang pada awal 2000 saat si Lumba berjaya, motor ini salah satu primadona di kelasnya. Bagaimana tidak, motor ini jadi satu-satunya motor bebek 2-tak yang menggunakan velg racing (cast wheel) dan disc brake di kedua rodanya.
ADVERTISEMENT
Satria Lumba sendiri adalah penyempurnaan dari Suzuki Satria 120R dan 120S. Bahasa tubuhnya yang serba menyiku jadi salah satu alasan Agung menjatuhkan pilihan pada motor ini.
"Bentuk body-nya gue suka banget, maksudnya masih kelihatan motor jadulnya tarikan dan lekukan body-nya masih kotak-kotak. Kalau yang Hiu kan dia sudah modern kaya motor bebek sekarang," tambahnya.
Sektor mesin juga jadi alasan Agung rela meminangnya. Meski tak ada ubahan dari versi sebelumnya alias sama persis dengan Satria 120R lawas. Mengacu data teknis, Satria Lumba menggendong mesin 120 cc, yang menghasilkan tenaga 13,5 dk pada 8.000 rpm dan torsi puncak 13,2 Nm di putaran 7.000 rpm.
Racikan jeroan mesinnya terbilang jempolan berkat ukuran bore x stroke: 56 x 49 mm, rasio kompresi 7,0:1 dan pengabutan bahan bakar dari karburator besutan MIKUNI VM 20 SS.
ADVERTISEMENT
Dari profil itu, Suzuki seolah mengincar pencapaian top speed ketimbang akselerasi di putaran bawah. Tapi hal itu tidak berarti Suzuki Satria 120 menjadi lemot.
"Apalagi dia sudah 6-percepatan kan, suka juga sama bentuk mesinnya yang tegak. Setahu gue Suzuki Satria 120 adalah pelopor mesin tegak di Indonesia," katanya.
Kemudian, teknologi SCAF (Suzuki Computer Analyzed Frame) jadi pertimbangan Agung untuk membelinya. SCAF sendiri merupakan rangka yang didesain khusus untuk menjaga kestabilan Satria Lumba yang menganut suspensi belakang tunggal.
"SCAF setahu gue berfokus sama kestabilan motor yang jadi enak. Gue juga ngerasain itu," katanya.
Harganya yang menggiurkan
Agung terbilang beruntung mendapatkan Satria Lumba dengan harga yang cukup miring. Dia menyebut membeli motor itu dengan harga Rp 9,2 juta. Padahal di pasaran, motor ini punya banderol yang bertahan Rp 13-15 jutaan.
ADVERTISEMENT
"Untungnya juga Suzuki masih sediakan spare part untuk Lumba. Beberapa part juga bisa kanibalan pakai Shogun atau Smash kok," pungkasnya.
Upgrade mesin
Kurang puas dengan performa bawaannya, Agung coba meng-upgrade sektor mesinnya. Meski belum ada pengetesan spesifik dirinya mengklaim kini isi silinder melonjak sampai 130 cc.
"Daleman mesin sudah diganti OS 1.25 mm, belum dihitung sih jadi berapa, kira-kira sih sekarang naik 10 cc dan itu lumayan banget buat motor 2-tak," katanya.
Biar makin nendang di jalanan, beberapa part pendukung pun diganti seperti kampas dan per kopling aftermarket sampai mengubah sistem pengapian AC menjadi DC.
"Kabel body juga gue ganti sudah jadi DC, sistem pengapian pertama kan AC jadi komponen aki juga support gitu deh," katanya
ADVERTISEMENT
Detail ubahan dan harga Suzuki Satria milik Agung: