Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Apalagi, citra Isuzu juga bukan sebagai spesialis mobil penumpang. Sudah cukup punya nama dalam urusan mesin diesel, mereka hanya dikenal di sektor komersial.
“Citranya Isuzu saat itu pertama Metromini, kedua mobil tinja, ketiga mobil Elf, kok mau jadi mobil penumpang,” cerita Patar Hutahuruk, salah satu tokoh penting dibalik kelahiran Isuzu Panther di Indonesia.
Sambutan negatif masyarakat Indonesia kala itu, rupanya tak membuat seorang pendiri Astra, William Soeryadjaya, gentar. Dia tetap meneruskan proyek Isuzu Panther.
Tren Pasar MPV Bonnet
Celah pasar MPV dengan bonnet yang mulai diminati, dilihat sebagai peluang oleh William. Apalagi, kala itu segmen ini baru diisi oleh Toyota Kijang yang juga berada di bawah naungan Grup Astra.
"Karena pada zaman itu segmen MPV itu belum ada Diesel, Kijang belum ada Diesel. Jadi Astra berpikir bagaimana kalau Isuzu bikin MPV Diesel, nah Kijang oke kamu tetap di gasoline, saya mau bikin dengan segmen yang sama tapi saya mau bikin Diesel,” jelas Patar.
Berawal dari pemikiran William itu lah, tim perencanaan dan pengembangan Isuzu Panther dibentuk. Mayoritas dari mereka orang hebat yang juga berjasa di Daihatsu.
“(Dari) Daihatsu, kami semua dahulu masih dalam satu grup namanya MVD (Motor Vehicle Division). Itu juga kan ada otomotif 1, otomotif 2, dan otomotif 3. Nah kami itu dari otomotif 2,” ujar Patar.
Semangat Menerkam Kijang
Ini lagi yang jarang diketahui. Nama Panther dipilih tak cuma karena tren nama hewan untuk model mobil, tapi dinilai paling cocok dengan semangat Isuzu yang ingin menerkam Toyota Kijang.
“Kata Pak William dulu biar Kijangnya dimakan. Jadi memang mereka bersaing, tapi aslinya pasarnya saat itu kan berbeda, dan akhirnya market share-nya Astra jadi besar banget,” beber Patar.
Harapan dari penamaan itu pun cukup berhasil. Walaupun tak benar-benar menerkam, Panther cukup bikin meriang. Jadi terlaris kedua menempel Kijang mesin bensin di segmen MPV.
Mobil ini direspons baik masyarakat hingga puncaknya pada 1997, Panther berhasil terjual hingga 43.682 unit. Ini yang kemudian merangsang Kijang Diesel lahir, diikuti Mitsubishi Kuda.
Masih dari cerita Patar, bertugas menjadi tim sukses Isuzu Panther tak mudah. Mereka mesti mengenalkan teknologi mesin Diesel ke masyarakat, melakukan pengembangan terhadap mesin Diesel itu sendiri, hingga penjualan dan pelayanan purna jual.
Pertahankan Teknologi Mesin yang Sederhana
Di awal kehadirannya, Isuzu Panther hadir dengan mesin berkode C223 yang punya kubikasi 2.230 cc. Mesin ini terbilang sangat sederhana, teknologi yang digunakan pun tidaklah rumit, tujuannya untuk memudahkan para penggunanya.
"Isuzu buat mesin Diesel itu tidak dengan konstruksi rumit, dibuatnya sederhana, sehingga perawatannya semakin mudah. Kalau mau diurutkan, periode pertama mesin Diesel Panther itu menggunakan combustion chamber dengan individual injection, itu disebutnya rotary,” jelas Patar.
Sayangnya, pemakaian mesin C223 ini tidak berlangsung lama. Tepatnya hanya bertahan selama kurang lebih 5 tahun, sejak 1991 hingga 1996.
Lantaran tenaga yang dianggap kurang mumpuni jadi alasan Isuzu mengganti mesin C223 ini dengan 4JA1. Mesin baru ini sedikit lebih canggih karena sudah direct injection dan memiliki kubikasi yang lebih besar, yakni 2.499cc. Tenaga dan torsi pun mengalami kenaikan dari 58 dk dan 126 Nm menjadi 80 dk dan 167 Nm.
"Ada improvement tetap jangan terlalu menjelimet, supaya perawatannya di lapangan tak membuat orang pusing. Seperti dari 2.200 ke 2.500 itu perubahannya di injection pump, jadi satu item yang diubah,” ungkap Patar.
Mesin yang mudah dipahami banyak orang, kata Patar, memang jadi salah satu kunci kesuksesan Isuzu Panther selama bertahun-tahun.
Berdasarkan survei Isuzu, mayoritas pengguna Panther dan mobil komersial Isuzu, ternyata lebih senang melakukan perawatan sendiri dibandingkan datang ke bengkel resmi.
"Rahasia Panther merebut pasar adalah tidak membuat ubahan yang membingungkan para pemilik dan teknisi. Mereka itu kalau mengubah transmisi differential paling anti, karena rumit itu,” tambah Patar.
Pernyataan Patar itu terbukti benar. Sebab, setelah penggantian mesin dari 2.200 menjadi 2.500, Isuzu hanya sekali melakukan improvement dengan menambahkan induksi Turbocharger pada awal 2000an.
Lagi-lagi, tenaga yang dinilai masih kurang jadi alasan Isuzu menyematkan Turbocharger pada mesin berkode 4JA1 ini. Kode mesinnya pun sedikit berubah menjadi 4JA1-L. Pun dengan tenaga dan torsinya yang sedikit mengalami peningkatan dari 80 dk dan 167 Nm menjadi 84 dk dan 185 Nm.
Penggunaan mesin turbo Diesel berkode 4AJ1-L ini dipertahankan Isuzu Panther hingga akhir hayatnya. Tak hanya itu, mesin ini juga masih terus dikembangkan dan digunakan Isuzu pada medium pikap mereka, Traga.
“Jadi orang training centre (Isuzu) yang keliling ke konsumen fleet itu menjelaskannya juga tidak susah. Acuannya Panther saja, ini cuma bodinya yang berubah,” tutup Patar.
***