Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Korlantas Polri berencana menerapkan kebijakan penghapusan sepihak identitas kendaraan bermotor , yang selama 2 tahun tidak diperpanjang --terhitung setelah STNK mati per 5 tahun.
Cara ini ditempuh sebagai sanksi administratif buat pemilik kendaraan, yang abai dan lalai menunaikan kewajibannya bayar pajak.
Dasar hukumnya tercantum di dalam Undang-undang Lalu LIntas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Nomor 22 tahun 2009 pasal 74. Sementara aturan lanjutannya tertera pada Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 tahun 2012, tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor pasal 110 sampai 114.
“Penghapusan sepihak tersebut masih mempertimbangkan banyak faktor. Sementara penghapusan berdasarkan permintaan pemilik, yang menghendaki identitas kendaraan dihapus,” tutur Kasi STNK Dirlantas Polda Metro Jaya, Kompol Arif Fazlurrahman kepada kumparan, Rabu (11/3).
Kendaraan jadi bodong
Bila identitas sudah dihapus, Arif menyebut, kendaraan sudah tak bisa didaftarkan kembali. Statusnya pun ilegal bila dipaksa untuk dikendarai di jalan. Bahasa awamnya kendaraan bodong.
“Nah saat sudah tak bisa lagi dioperasionalkan, apakah masih boleh tidak dimiliki, iya boleh, tapi diamkan saja di garasi, letakkan saja di kamar atau di mana, tetapi tidak boleh dipakai di jalan,” ucapnya.
Tentu ini sangat merugikan. Nilai jualnya akan terdepresiasi drastis. Paling-paling bila ingin diuangkan, harganya sebatas ukuran bobot material saja alias kiloan. Atau dijual sepotong-sepotong per komponen suku cadang.
Unit masih hak pemilik kendaraan
Isu soal penghapusan ini terus berkembang sampai yang terbaru adalah soal scraping kendaraan oleh pemerintah. Terkait hal tersebut Arif coba meluruskan.
“Scrap itu isu dari masyarakat, bukan dari kami. Mereka menyebut bila tak bisa dipakai lagi akan dibesituakan. Iya supaya mendapat uang silakan. Kami tak melakukan itu, masyarakat yang melakukannya. Keputusan ada di pemiliknya sendiri,” tuturnya.
Jadi pihak kepolisian atau negara tidak menyita kendaraan memang dihapus. Itu masih hak pemilik kendaraan. penyitaan akan dilakukan, saat kendaraan yang sudah dihapus, masih nekat dikendarai di jalan.
“Itupun setelah ditilang dan disita, kemudian pemilik membayar denda pelanggaran, barang bukti dikembalikan. Jadi tetap dikembalikan,” kata Arif.
Masih sosialisasi
Arif mengakui sampai saat ini kebijakan tersebut belum diimplementasi, dan masih tahap sosialisasi. Mengingat masih banyaknya hal yang harus dipertimbangkan.
Mungkin alasan mereka tak membayarkan pajaknya, karena kondisi ekonomi. Jadi bila aturan ini diberlakukan, dikhawatirkan akan muncul dampak sosial dan ekonomi.
“Jadi kedua dampak ini harus sinkron dahulu. Sudah siap belum masyarakat menerima konsekuensi itu,. Apalagi bila sudah dihapuskan, mobil-motor saya ditampung di mana, tempat scrap di mana, atau masih mau terus terusan dipakai tapi ilegal,” tutur Arif.
Walaupun begitu kata Arif, masyarakat tetap harus mengetahui hal ini. Supaya mereka mulai terlatih dan membiasakan menunaikan kewajibannya. Sehingga tak akan kaget ketika kebijakan ini sudah dilaksanakan.
Jadi masih berani lalai dan nakal membiarkan STNK kendaraan mati?