Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pertengahan Oktober kemarin, masyarakat dikagetkan dengan temuan timbal yang terdapat di taman-taman bermain anak di Jakarta. Fakta tersebut dijelaskan pada penelitian Yayasan Nexus3, organisasi nonprofit di bidang kesehatan dan pembangunan lingkungan. Temuan penelitian itu membuktikan bahwa sebagian besar cat peralatan bermain anak-anak di taman Jakarta mengandung kadar timbal jauh lebih tinggi dari batas normal.
Dalam kurun waktu September hingga Oktober 2019, Nexus3 meneliti 32 taman bermain di Jakarta dengan metode acak. Hasilnya, 69 persen struktur dan peralatan bermain mengandung konsentrasi timbal di atas 90 ppm (part per million), batas aman yang ditetapkan World Health Organization (WHO). Konsentrasi timbal tertinggi yang dideteksi adalah 4.170 ppm, terdapat pada cat warna kuning di perosotan dan ayunan sebuah taman bermain umum di Jakarta Barat.
Kadar timbal yang tinggi tersebut tentu saja memeram potensi bahaya apabila dibiarkan. Agus Haryono, peneliti sekaligus Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), menyebut bahwa timbal memiliki risiko jangka panjang kecacatan pada tulang.
“Bahkan, kalau (masuk ke) darah, nanti sampai janin kalau untuk ibu hamil. Itu anaknya bisa kena dan yang paling banyak bukan cacat badan tapi cacat mental. Bisa juga anaknya tidak berkembang tinggi, yang disebut dengan stunting itu karena paparan logam berat terutama timbal,” ujar Agus kepada kumparan di Kantor LIPI, Jakarta Selatan, Selasa, (29/10).
Sementara itu, meski tetap menekankan potensi bahaya dari kandungan timbal yang tinggi di taman bermain anak-anak di Jakarta, Guru Besar Ilmu Kesehatan Lingkungan Universitas Indonesia Budi Haryanto menilai bahwa kandungan timbal tidak serta merta bisa langsung masuk dan meracuni tubuh.
“Masalah intensitas dan dosis itu kelihatannya kecil kalau di taman bermain. Dari sisi teori timbalnya, kalau tidak dalam konsentrasi tinggi, maka (untuk terpapar) sifatnya itu kronis, harus terus-terusan,” ujar Budi, yang memiliki spesialisasi di bidang epidemiologi pencemaran udara dan surveilans kesehatan lingkungan, kepada kumparan di Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, Depok, Kamis (31/10).
Demi memperjelas potensi bahaya timbal yang terdapat di taman bermain anak di Jakarta, kumparan berbincang panjang lebar dengan Agus dan Budi dalam dua kesempatan yang berbeda. Kami berbicara soal organ tubuh mana yang mungkin terkena bahaya timbal, bagaimana proses timbal masuk ke dalam tubuh, di produk apa biasanya timbal digunakan, sampai cara kita untuk berhati-hati agar kandungan logam berat ini tak merusak tubuh kita. Berikut wawancaranya:
Dari hasil penelitian Nexus3, beberapa taman bermain di Jakarta disebut mengandung timbal dan itu berbahaya. Seperti apa sih yang disebut timbal itu sendiri?
Agus: Timbal itu logam berat. Sebagaimana logam berat lain seperti merkuri dan sebagainya, dia biasa digunakan untuk keperluan industri. Untuk cat, sebagai zat pewarnanya atau sebagai zat pengeringnya. Digunakan di situ sehingga performa dari cat itu menjadi lebih bright dan bagus dengan menggunakan timbal tersebut.
Praktik ini sebenarnya sudah cukup lama, meskipun United Nation Environment Programme (UNEP) dan WHO sudah mulai men-sounding agar ke depan timbal tidak lagi digunakan untuk keperluan-keperluan seperti itu.
Biasanya produk apa yang banyak mengandung timbal?
Agus: Yang paling banyak ditemui di pasaran itu timbal sebagai zat pewarna. Zat pewarna itu bisa untuk cat, bisa untuk mainan anak-anak. Karena mainan anak-anak kan sukanya yang warnanya cerah. Kemudian untuk bahan plastik, yang warnanya juga bright, itu kadang kala juga digunakan timbal.
Dengan demikian, tempat bermain anak memang potensial mengandung timbal?
Agus: Iya potensial. Bahkan di rumah kita sendiri kalau kita lihat, terutama yang warnanya merah, oranye, kuning, itu kecenderungan memakai timbal biasanya lebih tinggilah.
Bagaimana kami bisa membedakan produk yang mengandung timbal atau tidak?
Agus: Sementara ini dari warna. Kemudian kalau yang lain-lain dari perabaan gitu kurang jelas. Bau juga enggak. Harus tetap diuji di laboratorium kalau mau pastinya.
(Warnanya) merah kuning dan warna di antara itu, seperti oranye. Semakin bright semakin tinggi. Tapi tidak hanya merah dan kuning karena timbal juga digunakan sebagai pengering. Untuk mempermudah cat itu mengering pada saat dioleskan, orang tidak mau berlama-lama dia kering kan. Kalau bisa dua jam berikutnya sudah kering, anak-anak bisa main lagi di tamannya gitu. Nah itu ditambahkan timbal, tidak hanya warna merah dan kuning tapi warna lain juga perlu diuji juga, apakah mengandung timbal atau tidak.
Bahaya dari paparan timbal sendiri sejauh apa?
Agus: Yang pertama, kalau jangka pendek, badan jadi tidak bergairah, kurang konsentrasi, malas bergerak. Tapi kalau jangka panjangnya nanti dia akan masuk ke lambung. Di lambung nanti melalui proses kemudian dia masuk nanti sampai ke aliran darah. Kalau sudah masuk ke aliran darah nanti masuk ke seluruh tubuh dan kalau sampai ke tulang, dia relatif lebih lama waktu paruhnya. Nah kalau sampai ke tulang nanti bisa cacat.
Itu kalau dia masuk melalui mulut, tertelan dan sebagainya. Karena kalau cat di tembok, lama-lama kan mengelupas. Anak-anak lebih berpotensi untuk tertelan karena suka menggigit mainan, apapun ditelan.
Bahkan kalau darah, kan nanti sampai ke janin ya kalau untuk ibu hamil. Itu anaknya nanti bisa terkena. Yang paling banyak bukan cacat badan tapi cacat mental. Kemudian anaknya tidak berkembang tinggi dan menyebabkan yang disebut dengan stunting itu. Itu juga karena paparan logam berat, terutama timbal.
Apakah timbal sudah bisa digantikan dengan material lainnya?
Agus: Material organik lain yang pewarna kan banyak, yaitu azo. Pewarna organik lainnya ya banyak. Cuman karena belum diwajibkan tadi. Toh, pewarna baik azo maupun timbal itu semuanya impor, bukan diproduksi di Indonesia. Jadi kalau memang ini sudah tidak boleh dipakai otomatis tidak impor lagi. Pewarna yang non-timbal ini, yang diimpor, kalau penggunanya banyak, nanti harganya akan turun juga kan.
Senyawa pigmen non-timbal bisa terbuat dari senyawa organik seperti senyawa azo. Dan bisa juga dibuat dari senyawa anorganik seperti metal oxide, seperti contohnya besi oksida dapat menghasilkan warna kuning, jingga hingga merah. Pewarna azo banyak jenisnya dan banyak digunakan sebagai pewarna cat, meskipun ada beberapa jenis azo yang mulai dilarang karena berbahaya bagi kesehatan.
Senyawa azo dinitroanilina diketahui bersifat mutagenik (menyebabkan perubahan kromosom). Senyawa azo benzidina bersifat karsinogenik (menyebabkan sel kanker). Tetapi, senyawa azo yang lain masih boleh digunakan sebagai pewarna untuk berbagai aplikasi.
Bagaimana proses timbal dalam taman bermain bisa masuk dan menyerang tubuh?
Budi: Sesuai dengan ilmuku, environmental epidemiologists, artinya ilmu yang mempelajari bagaimana pencemar-pencemar ataupun istilahnya exposure, agen yang ada di lingkungan itu perjalanannya sampai ke manusia dan kemudian mengakibatkan sakit atau mati gitu. Sudah barang tentu semua agennya atau exposure-nya tadi karakteristiknya kita harus tahu.
Termasuk dia masuk ke dalam tubuh itu port entry-nya di mana. Pintu masuknya. Apakah lewat pernapasan, apakah lewat mulut, apakah lewat kulit. Atau langsung kalau radiasi.
Nah kalau yang diamati oleh teman-teman, yang dipublikasi yang teman-teman Nexus3 itu curiga kalau ini lewat mulut karena dia tahu ini me-refer apa yang terjadi di Amerika zaman dulu. Di mana mereka biasa menggunakan cat untuk rumah-rumah dan yang terbesar waktu itu memang lewat mulut. Ketika banyak penelitian kemudian menemukan itu, langsung semua dilarang, enggak boleh lagi pakai timbal.
Kalau kemudian dicurigainya oleh teman-teman Nexus3 itu lewat mulut, pertanyaannya gimana caranya? Mereka ngelamutin itu? Kalau lewat mulut kan harus luruh. Harus dilihat dulu apakah cat-cat itu luruh. Satu itu. Terus dicurigainya kan terkontaminasinya lewat tangan dan kemudian bersentuhan dengan makanan baru ke dalam tubuh kan. Berarti lewat mulut lagi. Dari sisi teori timbalnya lagi, kalau tidak dalam konsentrasi tinggi maka sifatnya itu kronis, harus terus-terusan. Karena sifatnya memang akumulasi ya.
Kalau tadi kayak anak-anak langsung makan gitu itu kan konsentrasinya besar. Langsung dimakan kan remahan catnya sehingga itu cepat. Lalu, intensitas. Seringnya seperti apa? Nah, sekarang kalau anak-anak yang bermain di taman setiap hari apa enggak? Pertanyaannya begitu. Ada remahan atau enggak yang dimakan, kan enggak ketahuan.
Timbal itu campuran dalam cat, berarti harus catnya itu yang terkelupas baru kemudian masuk ke dalam mulut. Kalau cuman geser aja, apa iya timbalnya terpisah dari catnya? Kan enggak. Karena sifatnya kan gini, timbal itu alat perekatnya. Jadi kalau misalnya cat ini kita pegang gini, catnya enggak luruh, nempel gak di tangan (timbalnya)?
Dengan kata lain yang ingin aku sampaikan gini: masalah intensitas dan dosis itu kelihatannya kecil kalau di taman bermain. Meskipun ada risiko apalagi dengan 600 ppm (ambang batas maksimal kandungan timbal) itu kan lumayan cukup tinggi. Meskipun ada risiko tapi peluang untuk masuk ke dalam tubuh itu harus intens kalau dibandingkan dengan pajangan itu lewat udara.
Selain melalui mulut, apakah timbal di taman bermain juga bisa masuk lewat udara?
Budi: Nah, timbal kalau efektif lewat udara harus lewat pembakaran. Jadi gini timbal yang digunakan di bensin ketika terjadi pembakaran, emisinya tersedot orang itu lebih optimum peluang untuk masuk ke tubuh lebih optimum. Kalau dulu timbal itu ada di bensin maka orang bisa terus menerus nyedot itu. Karena kanan kiri kendaraan bisa terus-terusan. Itupun akumulasi dan jangka panjang meskipun itu lewat udara.
Kalau sekarang misalnya banyak terjadi, anak-anak yang kita tes darahnya kandungan timbalnya tinggi karena mereka dekat di lokasi-lokasi recycling aki bekas. Aki bekas itu kan dibakar.
Harus akumulasi karena dalam jumlah tertentu, nah itu kan perlu berapa hari, berapa bulan, berapa tahun, kan gitu. Baru kemudian ada efeknya. Ya macam-macam itu gangguan saraf, gangguan pendengaran pada anak-anak ya, gangguan pertumbuhan, anemia. Kalau pada orang dewasa ya gangguan sistem reproduksi, ginjal, macam-macam. Untuk masa pertumbuhan dan yang tidak itu berbeda.
Dalam jumlah berapa timbal yang masuk ke dalam tubuh manusia akan berdampak?
Budi: Enggak bisa tahu, karena masing-masing. Biarpun itu kemakan atau apa, siapa makan berapa, dan sebagainya, gimana kita tahu? Enggak mungkin kan. Anak-anak yang di Amerika itu enggak perlu diketahui sampai berapa tapi ketika dia dilihat sampel darahnya dan sebagainya, ‘Kandungannya sudah berapa?’ itu baru ketahuan benar. ‘Ini kandungan Pb (timbal) dalam darahnya sudah tinggi.’
Apa yang terjadi setelah timbal masuk ke dalam tubuh?
Budi: Dia masuk ke peredaran darah, terus kemudian dia akan menuju target organ. Target organ itu yang sesuai dengan valensi kimianya yang sama. Jadi dia kan Pb2+, dia akan ke tempat-tempat yang ada 2+ juga. Jadi kayak di susunan saraf pusat, tulang, di jaringan-jaringan tertentu kemudian berkamuflase di sana.
Di tulang dia banyak depositnya di tulang. Kalsium kan 2+. Kemudian di sana, di sumsum tulang belakang itu kan tempat pembentukan sel-sel darah itu kan dirusak sama dia sehingga produksi sel darahnya itu berkurang. Ini akan langsung bisa.
Karakter dari sel-sel yang dia ganggu, sel-sel yang terbentuk karakternya akan berbeda-beda nanti. Bisa mempengaruhi segala macam karena cikal bakalnya semua sel semua itu kan lewat darah.
Di beberapa taman itu ada yang kandungan timbalnya puluhan ribu ppm, bagaimana pendapat Anda?
Budi: Sampelnya itu juga harus ditanya. Sampelnya itu apakah mengulik catnya kemudian diperiksa? Apakah cuman alat usap aja? Kalau pakai alat itu, sebenarnya kandungan dari catnya itu kan (yang diperiksa). Artinya catnya itu mengandung itu cukup tinggi kan gitu.
Nah sekarang kalau catnya yang mengandung itu cukup tinggi berarti kan kalau untuk masuk ke dalam tubuh manusia ya harus dikupas, dimasukin gitu. Kan harus luruh, karena alat itu kan untuk X-Ray kan. X-Ray kan tembus kandungannya.
Enggak bisa langsung. Jadi, semua dikaitkan dengan teori karakteristik dari catnya, karakteristik dari sifat si timbalnya, terus kemudian bagaimana perjalanan dari itu, dari barang itu, sampai ke manusianya. Kan ada distorsi-distorsi banyak itu. Kalau catnya enggak luruh, apa iya nempel di sini timbalnya. Jadi masih jadi pertanyaan semua.
Tapi kan masyarakat enggak perlu harus complicated mengerti kayak gitu. Yang jelas kalau cat-catnya masih itu ya paling utama pemerintah harus mengubah itu. Masyarakat kan diminta kehati-hatiannya. Pokoknya di sana itu selalu berkumpul orang banyak terus kemudian hati-hati siapa tahu ada bahaya racunnya di itunya.
Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah sebagai pengelola taman bermain?
Budi: Itu berbahaya tetap. Kan ada risiko dong, apalagi setinggi itu. Tetep berisiko. Kalau ada yang terkelupas dan sebagainya ya kalau kemakan beneran sama anak gimana? Kan berisiko itu. Ya harusnya enggak boleh seberbahaya itu kandungan catnya. Jadi kita kan harus adopsi international standard dong, karena timbal itu kan tetap barang murah ya sehingga tetap jadi pilihan gitu.
Tapi kalau kemudian ada pedoman dari WHO yang aman segitu, kenapa enggak diturutin yang aman? Karena tak akan berisiko seperti yang dikhawatirkan oleh teman-teman Nexus3 kan. Maksudnya dia mengekspos itu ya supaya jadi warning kan gitu.
Ya benar dia. Caranya benar tapi kalau mau ditelisik lebih jauh sebenarnya ya yang aku omongin tadi. Belum tentu itu bisa. Tidak semudah itu. Dari sisi warning ya ganti catnya. Produksi cat ya kandungan timbalnya harus diperhatikan.
Dengan hal ini apa yang bisa dilakukan masyarakat agar tetap aman?
Budi: Ya otomatis begitu habis bermain, mandi dengan sabut, cuci tangan yang baik, ganti baju yang bersih. Itu yang harus dibiasakan supaya kemudian tidak terbawa-bawa sampai kalau pas tidur dan sebagainya. Jadi mengurangi itu ya. Satu-satunya dari pengguna itu ya, harus membersihkan diri.