Ini Alasan BPOM Cabut Penggunaan Darurat Klorokuin untuk Pasien Corona

19 November 2020 17:16 WIB
clock
Diperbarui 2 Maret 2021 10:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi klorokuin. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi klorokuin. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI resmi mencabut penggunaan darurat atau Emergency Use Authorization/EUA) hidroksiklorikuin dan klorokuin untuk pasien COVID-19. Mereka menyatakan, penggunaan kedua obat tersebut memiliki risiko yang lebih besar ketimbang manfaat yang didapat.
ADVERTISEMENT
Keputusan ini diambil berdasarkan studi klinis di dunia untuk pengobatan COVID-19, dan hasil pemantauan BPOM bersama tim ahli yang kemudian dibahas bersama 5 Organisasi Profesi Kesehatan serta Perhimpunan Dokter Spesialis Farmakologi Klinik Indonesia (PERDAFKI) terkait keamanan hidroksiklorokuin dan klorokuin.
“Pada akhir Oktober 2020, BPOM menerima laporan keamanan penggunaan hidroksiklorokuin dan klorokuin dari hasil penelitian observasional selama 4 bulan di 7 rumah sakit di Indonesia. Laporan tersebut menunjukkan dari 213 kasus yang mendapatkan hidroksiklorokuin atau klorokuin diketahui 28,2 persen terjadi gangguan ritme jantung berupa perpanjangan interval QT,” papar BPOM dalam web resminya, Kamis (19/10).
Berdasarkan hasil studi klinik global dan data penelitian di Indonesia itu, BPOM memutuskan untuk mencabut persetujuan penggunaan darurat atau EUA hidroksiklorokuin dan klorokuin untuk pengobatan COVID-19 di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya BPOM Amerika Serikat, Food and Drug Administration/FDA, telah lebih dulu mencabut izin pakai darurat kedua obat tersebut. Disusul oleh Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang juga menghentikan uji klinis hidroksiklorokuin karena dinilai punya risiko lebih besar.
“Dengan demikian, obat yang mengandung hidroksiklorokuin dan klorokuin agar tidak digunakan lagi dalam pengobatan COVID-19 di Indonesia. Izin edar obat yang mengandung hidroksiklorokuin dengan indikasi selain pengobatan COVID-19 masih tetap berlaku dan dapat digunakan untuk pengobatan sesuai dengan indikasi yang disetujui pada izin edarnya,” jelas BPOM.
Sementara untuk obat yang mengandung klorokuin, izin edarnya dicabut karena tidak digunakan untuk indikasi lain. Saat ini BPOM masih terus memantau, menindaklanjuti, dan melakukan pembaruan informasi dengan berkomunikasi bersama profesi kesehatan terkait berdasarkan data terkini di Indonesia, informasi WHO, dan Badan Otoritas Obat negara lain.
ADVERTISEMENT