Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Kisah Gerombolan 1.500 Monyet Penguasa Puerto Rico yang Selamat dari Badai Maria
21 Mei 2022 12:07 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Di suatu pagi tepatnya di tanggal 20 September 2017, badai maria menghantam kawasan Puerto Rico dengan kecepatan tinggi. Badai hebat tersebut diikuti oleh putaran angin kencang dengan kecepatan 273 km/jam disertai hujan lebat dari segala penjuru.
ADVERTISEMENT
Namun, ada satu komunitas penduduk yang memilih tidak pergi. Mereka tetap tinggal tanpa mengalami cedera berarti akibat badai: sekitar 1.500 monyet rhesus tinggal di satu mil lepas pantai timur Puerto Rico, tepatnya di Pulau Cayo Santiago.
Pulau, yang dijuluki secara lokal sebagai Pulau Monyet ini, merupakan rumah bagi ribuan monyet sejak akhir 1930-an. Kisah bermula saat ahli primata Clarence Carpenter membawa sekitar 450 monyet dengan kapal dari India ke pulau seluas 38 hektar itu. Saat itu, Carpenter hendak mempelajari perilaku sosial dan seksual mereka.
ADVERTISEMENT
Lewat penelitian perintis itu, daerah yang awalnya dipenuhi pohon dan tak berpenghuni, langsung menjadi rumah bagi Pusat Penelitian Primata Karibia dan para monyet. Selama bertahun-tahun, beberapa generasi monyet telah lahir dari 'angkatan pertama.'
Awalnya para peneliti khawatir badai akan membunuh para monyet, lantaran menurut laporan yang mereka dapat saat itu, tercatat ada 65 orang meninggal dunia akibat badai. Tak disangka, saat peneliti kembali ke pulau itu, mereka malah terkejut para monyet dapat bertahan dengan baik.
"Dua hari setelah badai, anggota staf kami naik perahu ke pulau untuk memberi makan mereka. Semua orang khawatir monyet-monyet itu telah mati, tetapi bukan (di situ letak) masalahnya," kata Alyssa Arre, direktur ilmiah pusat penelitian, dilansir Smithsonian.
ADVERTISEMENT
Para pekerja yang bertugas, melakukan penghitungan sensus harian populasi. Yang mengejutkan ialah, mereka tidak menemukan monyet yang hilang. Alih-alih memanjat ke pohon, Arre menduga saat badai, mereka mencari tempat tinggi untuk perlindungan, dengan mendaki ke salah satu dari dua bukit di pulau.
"Anginnya sangat kencang (menghancurkan ranting dan cabang), jadi kami tidak mengira mereka naik ke pohon."
Monyet makin akrab usai badai
Setelah badai, para peneliti mencoba melihat lebih dekat apakah ada trauma (dalam hal ini bencana alam) yang dapat mempengaruhi perilaku dan hubungan mereka. Bukannya trauma, peneliti justru menemukan perubahan lain.
"Setelah Badai Maria, monyet-monyet itu memiliki interaksi yang lebih afiliatif di jejaring sosial mereka, dan jejaring sosial mereka meluas, sehingga mereka berinteraksi dengan lebih banyak individu," kata Arre.
ADVERTISEMENT
"Para peneliti juga mempelajari bagaimana trauma, terutama kesulitan di awal kehidupan seperti badai, dapat memengaruhi perilaku dan kesehatan monyet."
Hasil penelitian, yang telah diterbitkan di Jurnal Current Biology ini menyimpulkan bahwa, mereka jadi lebih aktif secara sosial. Alasannya sederhana, mereka bertemu monyet lain di tempat berbeda dan menjadi akrab.
Caribbean Primate Research Center, lembaga yang meneliti perilaku monyet ini juga menemukan hal baru. Studi lain menemukan bahwa betina lebih jarang bereproduksi setelah badai.
Saat ini, pulau tersebut tidak dibuka untuk umum. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kontak manusia yang tidak perlu dengan monyet. Akses hanya terbatas dibuka untuk para peneliti.
Setiap tahun, para peneliti yang berkunjung datang ke pulau itu untuk mempelajari monyet-monyet tersebut, seperti mengambil informasi demografis pulau dan para primata penghuninya.
ADVERTISEMENT
"Secara keseluruhan, proyek yang dilakukan di Cayo Santiago ini membantu kita dapat lebih memahami aspek sosial dan kesehatan pada manusia. Baru-baru ini, (belajar dari para primata tentang) bagaimana kesulitan dan trauma dapat mempengaruhi kehidupan seseorang," kata Arre.
Hari ini para keturunan itu berkeliaran dengan bebas di sekitar pulau, bermain di pantai berpasirnya serta memanjat pohon sepanjang hari.
Mereka selanjutnya dikenal lewat ekornya yang panjang dan halus. Bulunya berwarna jerami dan hidup harmonis. Lagi-lagi tanpa campur tangan berlebihan oleh manusia.