Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Lika-Liku Penemuan Fosil Raksasa Gajah Purba Stegodon di Majalengka
25 Januari 2019 8:05 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:48 WIB
ADVERTISEMENT
“Banjir bandang! Banjir bandang! Naik! Naik!” seru sejumlah warga di pinggir sebuah sungai di Majalengka, Jawa Barat.
ADVERTISEMENT
Para warga itu sedang memperingatkan tim peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang sedang menggali fosil gajah purba Stegodon di pinggir sungai tersebut.
Cerita ini dituturkan ulang oleh Jahdi Zaim dan Mika Rizki Puspaningrum yang merupakan bagian dari tim penelitian fosil Stegodon itu.
Air di sungai belum tampak banjir, tapi warga bilang di bagian hulunya air sudah melimpah, kata Jahdi.
“Jadi galiannya kami tutup pakai terpal. Kemudian kami naik ke pematang sawah ketika air sudah naik tinggi sekali. Semua berdoa supaya fosilnya selamat, sambil melihat galian terendam dan diterjang arus," imbuh Mika.
Pada akhirnya, dari lubang galian tersebut, fosil sepasang gading berukuran jumbo milik seekor Stegodon jantan berhasil tim peneliti temukan dan angkat.
Sepasang gading ini merupakan fosil terbesar yang berhasil ditemukan di Indonesia sepanjang tahun 2018. Di balik temuan yang membanggakan ini, cuaca buruk hingga menyebabkan banjir hanyalah satu di antara banyak kendala yang harus tim peneliti hadapi sebelumnya.
ADVERTISEMENT
"Kendala yang kami alami selama ekskavasi di lapangan sampai dengan display yang kami tampilkan sekarang ini, luar biasa banyak," ujar Jahdi Zaim, Kepala Laboratorium Paleontologi ITB yang menjadi kepala tim penelitian
Kendala lain yang harus Jahdi dan timnya hadapi adalah dana. "Awalnya tentu kendala dana. Karena dana kami adalah dana dari lab yang jumlahnya sedikit," ujarnya.
Penemuan fosil ini bermula pada eksplorasi sederhana pada tahun 1990-an. Eksplorasi sederhana berhasil menemukan sebuah lokasi di Majalengka yang diduga banyak terdapat fosil.
Pada dekade berikutnya, tepatnya pada tahun 2005, barulah tim peneliti ITB melakukan penggalian besar-besaran. Dana penggalian ini mereka dapatkan berkat kerja sama dengan Frankfurt University di Jerman.
Sayangnya, penggalian lanjutan berikutnya dengan Frankfurt University tidak bisa tim peneliti ITB lakukan dikarenakan adanya masalah persyaratan, yaitu perlu adanya sponsor dana pendamping dari dalam negeri Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sedihnya, tim peneliti ITB gagal mendapatkan dana sponsor lokal meski sudah mengajukan ratusan proposal ke berbagai pihak di dalam negeri, baik pihak pemerintah maupun swasta.
Barulah di tahun 2018 lalu akhirnya mereka bisa mendapat dana segar lokal dan ternyata ini berasal dari kampus mereka sendiri. Dana segar ini membuat mereka bisa melakukan ekskavasi fosil Stegodon di Majalengka ini secara mandiri.
"Kami mengajukan usulan (dana) ke ITB dalam hal ini ke PT LAPI ITB. (Mereka) sangat antusias memberikan bantuan dan mendapat restu dari pimpinan ITB. Sehingga pada penemuan di 2018, yang terlibat (pembiayaan) itu murni dari ITB," kata Jahdi.
Tapi sukses tak bisa segera diraih tim yang dipimpin Jahdi. Mereka harus melakukan ekskavasi di lapangan di kala cuaca tak begitu bersahabat.
ADVERTISEMENT
"Ketika kami kembali, ternyata pada kondisi cuaca yang tidak baik, karena awal dari musim panas akhir dari musim hujan," ujar Jahdi.
Ia ingat betul kejadian banjir bandang yang membuatnya timnya merasa ketar-ketir dan semuanya berharap agar fosil stegodon raksasa tidak hanyut dibawa air.
"Nah penduduk setempat sudah teriak-teriak, 'Pak kita naik Pak, buru-buru naik karena banjir bandang'. Di lokasi belum terlihat ada banjir, tapi ya dia ceritakan sudah banyak sampah, kayu, yang datang dari hulu dan arus mulai besar, kami serta merta lari ke darat ke tepian," kenang Jahdi.
"Ternyata memang luar biasa banjir bandang (datang) dan lokasi ekskavasi kami terendam oleh air. Ini sangat menyedihkan karena ini menjadi kendala yang luar biasa," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Semua anggota tim dan warga lokal ikut membantu penggalian kemudian sibuk menyelamatkan peralatan dan bahan penggalian.
"Percakapan (yang ada) hanya bilang, 'naik-naik' begitu," tutur Mika menambahkan. "Setiap kali banjir kami was-was kalau-kalau fosilnya terbawa arus. Alhamdulillah fosilnya aman-aman saja," kenangnya.
Lokasi penggalian fosil ini memang cukup menantang, tepat di pinggir sungai. Setiap hujan terjadi, lokasi penggalian akan langsung terendam air. Bahkan, Mika mengatakan, ada tanggul buatan mereka untuk melindungi lokasi penggalian, yang jebol karena tidak mampu menahan air.
Bahkan kotak penggalian, tempat fosil berada, sering terendam air. Ini membuat setiap pagi mereka harus menguras kotak penggalian sebelum memulai lagi proses ekskavasi alias pengangkatan.
Dari semua kendala tersebut, ada satu hal yang menurut Mika paling mengecewakan.
ADVERTISEMENT
"Pengalaman yang paling mengecewakan ya waktu fosil diangkat kemudian hancur itu. Sepanjang perjalanan pulang tidak ada yang bicara sama sekali, diam semua di mobil," tuturnya.
"Untung kami masih punya cetakan gips, gambar, dan tiap fragmen kami tandai. Sehingga masih bisa direkonstruksi ulang sampai jadi seperti sekarang," pungkasnya.
Pada akhirnya, fosil gading dengan panjang lurus dari ujung ke ujung sekitar 3,3 meter dan panjang lengkung sekitar 3,6 meter ini menjadi temuan yang mengejutkan banyak orang.
Jahdi Zaim yang merupakan guru besar teknik geologi ITB, mengatakan fosil gading Stegodon yang ditemukan ini “spektakuler”, “luar biasa”, dan “besar sekali.”
Dia tidak menyangka timnya akan menemukan fosil gading sepanjang dan sebesar ini dalam keadaan utuh dan sepasang dan dari zaman yang sangat tua.
ADVERTISEMENT
"Temuan ini sangat spektakuler untuk ITB, untuk Geologi, dan Lab kami, dan ini merupakan temuan gading di tahun 2018 terbesar di Indonesia," ujarnya bangga.