Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Para ilmuwan arkeologi baru saja menemukan makam tertua di dunia. Makam tersebut ditemukan di sebuah gua di Kenya, dan berisi jasad seorang anak kecil yang jadi korban ritual pemakaman masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan terbaru yang dibuat sekelompok ilmuwan di jurnal Nature, makam berisi sisa-sisa anak tersebut, yang diberi nama Mtoto, ditemukan di mulut gua Panga ya Saidi, Kenya. Berdasarkan analisis endapan dan tulang belulangnya, Mtoto diperkirakan meninggal saat berusia antara 2,5 hingga 3 tahun, sekitar 78.000 tahun yang lalu.
Peneliti yakin bahwa Mtoto merupakan subjek ritual masyarakatnya saat itu. Sebab, jasad di dalam makam kuno itu ditaruh dengan teliti, menunjukkan bahwa ia dikubur secara intensional.
“Pemakaman Panga ya Saidi adalah terobosan besar untuk memahami bagaimana populasi awal di Afrika memperlakukan orang mati mereka, memungkinkan kita untuk mulai menempatkan perilaku ini bersama dengan apa yang kita ketahui tentang bagaimana budaya berkembang di wilayah lain,” kata anggota peneliti dari University of Queensland, Alison Crowther, dan arkeolog dari University of Sydney, Patrick Faulkner, dalam tulisannya di The Conversation.
Jika dilihat dari pecahan tulang yang ada, Mtoto diletakkan dengan lembut untuk berbaring di sisi kanan makam. Kedua kakinya terlipat dan ditarik ke arah dada.
ADVERTISEMENT
Analisis mikroskopis dari tulang dan tanah di sekitarnya juga memastikan bahwa tubuh Mtoto dibungkus dengan kain kafan—yang kemungkinan dibuat dari daun atau kulit binatang—dan pembusukan terjadi di dalam lubang. Dengan kata lain, Mtoto sengaja dikuburkan tak lama setelah kematiannya.
Posisi tengkorak Mtoto yang agak miring saat ditemukan juga mengindikasikan bahwa kepalanya ditopang oleh sesuatu yang terbuat dari bahan yang mudah rusak, seperti bantal, saat dikuburkan.
"Jenis gerakan kepala ini biasanya ditemukan di penguburan di mana kepala diletakkan di atas bantal atau penyangga yang mudah rusak—saat penyangga menghilang, hancur, membusuk, itu menciptakan ruang di bawah kepala dan karena gravitasi kepala jadi miring," kata anggota peneliti, María Martinón-Torres.
"Kami dapat menyimpulkan bahwa anak ini benar-benar diletakkan di sana dalam posisi tertentu dengan bantal di bawah kepalanya. Rasa hormat ini, perhatian ini, kelembutan ini—menempatkan seorang anak dalam posisi hampir tidur: Saya pikir itu satu dari yang paling penting, bukti paling awal di Afrika, tentang manusia yang hidup di dunia fisik dan simbolik," kata Martinón-Torres, yang juga menjabat sebagai direktur di National Research Center on Human Evolution di Spanyol.
ADVERTISEMENT
Bukan makam tertua di dunia, tapi tetap spesial
Mtoto pertama kali ditemukan saat para ilmuwan menggelar penggalian di Panga ya Saidi pada tahun 2013. Ia terletak sedalam 3 meter di bawah tanah. Namun, baru pada tahun 2017 kerangka Mtoto, yang berarti "anak" dalam bahasa Swahili, benar-benar terlihat.
"Pada titik ini, kami tidak yakin apa yang telah kami temukan. Tulangnya terlalu rapuh untuk dipelajari di lapangan," kata anggota penulis studi Emmanuel Ndiema dari Museum Nasional Kenya. "Kami menemukan sesuatu yang membuat kami sangat bersemangat—tapi butuh beberapa saat sebelum kami memahami signifikansinya.”
Makam milik Mtoto bukanlah makam tertua yang pernah ditemukan arkeolog. Sebelumnya, para arkeolog telah menemukan situs pemakaman manusia yang lebih tua di luar Afrika.
ADVERTISEMENT
Makam manusia paling tua yang pernah ditemukan berada di gua Skhul di lereng Gunung Karmel, Israel, dan gua Qafzeh di dekat Nazareth. Keduanya berusia antara 90.000 dan 130.000 tahun.
Meski bukan yang paling tua di dunia, makam Mtoto tetap spesial bagi para ilmuwan. Sebab, ia merupakan bukti paling tua keberadaan ritual pemakaman di Afrika.
Hingga saat ini, tidak diketahui mengapa lebih sedikit kuburan manusia yang ditemukan di benua itu. Namun, para peneliti menduga karena penelitian lapangan di Afrika lebih sedikit ketimbang di wilayah lain.
“Penguburan awal Afrika sangat langka meskipun faktanya Afrika adalah tempat kelahiran spesies kita,” kata Nicole Bovin, anggota peneliti sekaligus arkeolog dari Max Planck Institute for the Science of Human History, dikutip dari The Guardian. “Ini hampir pasti mencerminkan bias di mana penelitian telah dilakukan—wilayah di mana penguburan sebelumnya ditemukan telah diteliti lebih luas daripada Afrika.”
ADVERTISEMENT