Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Nasib Kak Seto dalam Angka 4, Psikolog Anak Sepanjang Hayat
8 Februari 2022 7:03 WIB
·
waktu baca 4 menitPengabdian Kak Seto dalam dunia anak-anak Indonesia dimulai berkat pertemuannya dengan Pak Kasur. Pertemuan itu penuh dengan angka 4.
Pak Kasur dan Bu Kasur adalah mahaguru bagi Kak Seto. Mereka pula yang membuat Kak Seto berhenti mengejar mimpi jadi dokter. Pak Kasur menyuruhnya untuk ambil studi psikologi dan meneruskan perjuangan membela hak anak-anak.
Kak Seto, yang bernama lengkap Seto Mulyadi, dulu berambisi jadi dokter. Pada 1970, Kak Seto mencoba peruntungan dengan ikut tes masuk mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga, Surabaya, bersama saudara kembarnya, Kresno Mulyadi. Kembarannya diterima, Kak Seto gagal.
Pada tahun yang sama, ia mencoba lagi di tempat lain yang saat itu masih membuka pendaftaran seleksi masuk kedokteran, yakni FK Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, FK Universitas Diponegoro Semarang, dan FK Universitas Indonesia Jakarta. Kak Seto gagal lagi.
“Dari situ saya trauma sekali. Sedih sekali,” cerita Kak Seto kepada kumparan.
Kak Seto memutuskan untuk minggat ke Jakarta karena malu sama orang tua. Ibunya melarang Kak Seto pergi ke Jakarta. Karena sudah tak kuat —terlebih sering dibandingkan dengan saudara kembarnya diterima jadi mahasiswa FK, Kak Seto nekat ke Jakarta.
Ekspektasi dan realita tak selalu sejalan. Jakarta tak seindah yang ia bayangkan. Dia susah cari kerja. Membuatnya harus hidup menggelandang karena tak punya tempat tinggal. Dia ngamen bermodal gitar pinjaman dan nyanyian supaya bisa dapat uang dan beli makan. Itu dijalani selama 7 bulan.
Kak Seto mau kerja apa saja asal dapat uang. Suatu hari, ketika sedang dapat kerja mencuci di pasar, Kak Seto melihat acara anak-anak di stasiun televisi TVRI yang dipandu Ibu Kasur.
Kak Seto berpikir dia bisa melakukan apa yang dilakukan Bu Kasur pada anak-anak, karena Kak Seto memang menyukai dunia anak-anak. “Ah saya bisa seperti itu. Siapa tahu saya bisa menjadi asistennya Ibu Kasur.”
Kak Seto pergi mencari Ibu Kasur. Perjalanan ia mulai dengan mengunjungi studio TVRI di Jakarta. Sayang, saat itu waktunya enggak pas. Ibu Kasur tak ada di studio TVRI. Plan B diambil. Ia akan datangi rumah Ibu Kasur setelah mendapatkan alamatnya dari penjaga studio di TVRI.
Tentang Angka 4 dan Pengabdian
“Lalu saya bilang, 'Pak saya calon mahasiswa UI'. Namanya juga calon, masuknya kapan-kapan saja 'kan bisa, padahal masih pengangguran, masih gelandangan,” kata Kak Seto. “Saya siap menjadi pembantu Bapak. Apapun itu, enggak usah dibayar. Pokoknya untuk latihan saya.”
Lamaran kerja Kak Seto diterima. Pak Kasur minta Kak Seto datang membantunya dalam sebuah aktivitas pertemuan dengan anak-anak pukul 4 sore, di Kebun Kanak-kanak di Taman Situ Lembang, Menteng, Jakarta.
“Saya lihat jam waktu itu. Itu terjadi jam 4 sore. Saya belajar membantu beliau bernyanyi, dan sebagainya. Sampai di rumah saya selalu membuat catatan harian,” tutur kata Kak Seto.
Sejak itu, Kak Seto menjadi asisten Pak Kasur dan menjadi tangan kanannya. Sampai suatu ketika, sebuah obrolan keluar dari Pak Kasur.
“'Kalau nanti saya mati, tolong adik yang melanjutkan saya melindungi dan mendidik anak-anak Indonesia'. Saya langsung bilang 'Siap, Pak',” tegas Kak Seto.
Selang satu tahun merantau di Jakarta, Kak Seto kembali menjalankan tes masuk mahasiswa Fakultas Kedokteran di Universitas Indonesia. Sayang, dia gagal lagi.
Saat sedang merenungi kejadian itu, Pak Kasur menghampir Kak Seto. Pak Kasur memberi saran agar Kak Seto ambil studi psikologi yang kelak akan menjadi psikolog. Pak Kasur bilang pekerjaan tersebut sebagai “dokter tanpa alat suntik” untuk “mengobati jiwa”.
Dan, benar saja, Kak Seto akhirnya diterima menjadi mahasiswa psikologi di Universitas Indonesia pada tahun 1972. Janjinya pada Pak Kasur tetap dipegang teguh sebagai pengingat untuk mendedikasikan hidup pada dunia anak-anak hingga saat ini.
Kak Seto mulai menempuh pendidikan psikologi. Dia konsisten mendalami ilmu tersebut seumur hidupnya. Pendidikan S1 psikologi ditempuh cukup lama, hingga 9 tahun. Perjalanan untuk sampai mendapat gelar S3 bidang psikologi juga panjang, mencapai 28 tahun. Sejak 1993 dan baru kelar tahun 2021.
Kak Seto boleh berkali-kali gagal. Berkali-kali pula rencananya tertunda. Tidak ada yang benar-benar mulus dalam hidupnya, termasuk ketika dia membangun Sekolah (Homeschooling) Kak Seto hingga memimpin Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI).
Bersyukur, adalah kata kunci terpenting dalam hidup Kak Seto agar tetap sehat mental di usia yang sudah menginjak 70-an. Bergerak, adalah pengingat agar dia terus aktif memberi kontribusi pada dunia anak-anak.