Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Badan Pangan Singapura (SFA) menyetujui 20 spesies serangga untuk dijual dan dikonsumsi masyarakat. Pengumumannya dimuat dalam sebuah surat edaran yang dikirim kepada para pedagang makanan di sejumlah kota di Singapura.
“Dengan segera, SFA akan mengizinkan impor serangga dan produk serangga yang termasuk dalam spesies yang telah dinilai memiliki risiko regulasi rendah,” tulis SFA dalam surat edarannya, dikutip dari IFL Science. “Serangga dan produk ini dapat digunakan untuk dikonsumsi manusia atau sebagai pakan ternak bagi hewan penghasil makanan .”
Jadi, apa saja serangga tersebut? Mereka adalah lima spesies jangkrik; tiga jenis belalang; belalang sembah; tujuh jenis larva kumbang, termasuk larva ulat bambu dan larva kumbang badak raksasa; dua jenis larva ngengat; ulat sutra; dan mungkin yang paling mengejutkan adalah larva lebah madu. Bagi mereka yang suka makan serangga, ini merupakan kabar baik.
ADVERTISEMENT
“Sungguh menakjubkan melihat bahwa mereka kini memiliki daftar spesies yang sangat banyak yang telah disetujui untuk dikonsumsi manusia,” kata Skye Blackburn, seorang entomolog dan ilmuwan pangan Australia yang mendukung konsumsi serangga kepada The Guardian.
“Ini benar-benar menunjukkan bahwa Singapura sedikit lebih terbuka daripada yang kami kira terhadap serangga yang dapat dimakan.”
Di beberapa negara, serangga dan kumbang bukanlah makanan asing. Di Indonesia, laron, belalang, hingga telur semut sering dijadikan hidangan. Begitu pun di Thailand, Meksiko, di India. Beberapa orang menganggap serangga bisa menjadi solusi dalam menghadapi perubahan iklim. Ini karena hewan ternak seperti sapi menyumbang gas rumah kaca yang cukup besar bagi Bumi kita.
“Serangga merupakan sumber protein yang sering diabaikan dan merupakan cara untuk melawan perubahan iklim,” tulis laporan Forum Ekonomi Dunia pada 2022. “Konsumsi protein hewani kita merupakan sumber gas rumah kaca dan perubahan iklim. Konsumsi serangga dapat mengimbangi perubahan iklim dalam banyak hal.”
ADVERTISEMENT
Namun, bagi sebagian besar orang serangga merupakan makanan yang tak bisa. Selain itu, jika serangga diambil dalam jumlah banyak, ini akan merusak ekosistem alami. Karena serangga memainkan peran penting dalam menjaga alam dari kerusakan. Oleh sebab itu, SFA membuat aturan agar serangga tidak diambil dari alam, melainkan dari hasil budidaya.
“Serangga tidak boleh dipanen dari alam liar. Produk serangga harus diambil dari hasil budidaya di tempat yang diatur oleh Otoritas Kompeten,” tulis SFA.
Jadi, siapkah kamu makan olahan serangga saat berkunjung ke Singapura?