Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Insiden 'Jempol ke Bawah' Bikin Kevin Sanjaya Ditegur PBSI
9 Juli 2018 14:22 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Babak perempat final Indonesia Open 2018 , Jumat (6/7/2018), boleh jadi merupakan hari yang paling diingat bagi penonton. Saat itu, seisi Istora bergemuruh menyaksikan debat sengit antara Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo dengan wasit.
ADVERTISEMENT
Saat gim berjalan di set ketiga, Kevin asyik meladeni Mads Conrad-Petersen/Mads Pieler Kolding. Dia menganggap ujung raket Conrad mencium lemparan shuttlecock-nya.
Namun, setelah sepersekian detik, pemain asal Denmark itu malah mengajukan challenge. Sudah kecewa karena challenge tidak diajukan langsung setelah shuttlecock terjatuh, Kevin makin panas gara-gara keputusan wasit di dalam lapangan (umpire) yang mengabulkan permintaan Conrad.
Pemain asal Banyuwangi itu pun merajuk. Ia berdebat sengit dengan wasit, sempat terlihat ingin keluar dari lapangan, berdebat pula dengan duo Mads, hingga akhirnya keluarlah gaya mengacungkan jempol ke bawah dari Kevin.
Ya, sejatinya sikap tersebut dilarang dalam pertandingan. Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PBSI ) telah bertemu dengan pihak Badminton World Federation (BWF) untuk meredam situasi. Untuk Kevin, juara All England 2017 dan 2018 diimbau untuk menjaga sikapnya.
ADVERTISEMENT
"Bukan masalah mendukung atau tidak, melainkan PBSI harus meluruskan kejadian ini secara proporsional. Bahwa ada perilaku pemain kami yang berlebihan, itu diakui, contohnya di lapangan mengajukan jari ke bawah itu tidak boleh," ucap Achmad Budiharto selaku Sekretaris Jenderal PBSI sekaligus Ketua Panitia Pelaksana Indonesia Open 2018.
"Kami sudah bahas dengan para pelatih dan pembinanya untuk mencoba sedikit menormalkan (Kevin). Memang terkadang itu bagian dari strategi untuk provokasi supaya konsentrasi lawan terganggu. Jangan berlebihan, boleh provokasi, tetapi jangan ikut terprovokasi.
"(Teguran ke Kevin) melalui pelatih, karena pelatih dan Binpres (Bidang Pembinaan dan Prestasi) yang lebih dekat serta bertanggung jawab," kata Budi--sapaan akrabnya--menambahkan.
Meski begitu, PBSI tetap mengajukan catatan khusus dari pertandingan tersebut. Harapannya agar insiden ini diredam dan menjadi pembelajaran. Sementara itu, perwakilan BWF, Darren Parks, mengatakan bahwa pihaknya dan PBSI sudah berdamai dalam masalah ini.
ADVERTISEMENT
"Kedua pasangan (Marcus/Kevin dan Conrad/Kolding) berjuang keras dan sedang emosi tinggi. Setelah itu, mereka mengekspresikan emosinya, itu yang saya lihat," ucap Darren, yang tidak mau menyebut kejadian itu sebagai tragedi.
"Kedua pihak juga sama-sama membicarakan kemungkinan ke depan supaya tidak berdampak kepada pemain Indonesia. Karena ini krusial, tahun depan sudah persiapan menjelang Olimpiade 2020. PBSI juga harus berbenah, sambil mengajukan permohonan kepada referee dan umpire agar masalah ini dilupakan," kata Budi menimpalkan.
"Buat BWF itu wajar-wajar saja saat emosi tinggi. Semua orang menempatkan posisi sesuai tugasnya. PBSI juga bukan protes dan panitia sudah coba bicara kepada BWF agar masalah ini tidak berkembang dan berkepanjangan," pungkas Budi.