Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Keringat dan Air Mata Rafael Nadal di Balik La Decima
12 Juni 2017 1:00 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
ADVERTISEMENT
Hari ini, harinya Rafael Nadal. Tak salah memang jika menyematkan tajuk itu kepada petenis asal Spanyol itu. Karena, hari ini, Minggu (11/6/2017), nama Nadal terpatri dalam tinta emas sejarah. Itu setelah ia berhasil meraih gelar juara kesepuluh di Roland-Garros.
ADVERTISEMENT
La Decima, begitu istilah dalam Bahasa Spanyol. Sama seperti ketika Real Madrid--kesebelasan favorit Nadal--meraih trofi kesepuluh Liga Champions pada 2014 silam. Spesial. Begitu pula dengan Nadal.
Reputasinya sebagai King of Clay (Raja Tanah Liat) pun semakin tak terbantahkan dengan pencapaian tersebut. Kemenangannya atas Stan Wawrinka di partai final kini membuat petenis 31 tahun itu sejajar dengan Ken Rosewall dan Pete Sampras yang memenangi titel Grand Slam pada usia remaja--20 dan 30 tahunan.
Kemenangan dengan tiga set langsung atas Wawrinka 6-2, 6-3, dan 6-1 juga menjadi catatan ketiganya dalam meraih gelar juara tanpa kehilangan satu set pun. Sebelumnya, Nadal meraihnya pada 2008 dan 2010.
Tak hanya itu, keberhasilan Nadal menjuarai Prancis Terbuka 2017 berarti menjadi gelar ke-15 Grand Slam-nya. Jumlah yang sudah cukup untuk melampaui perolehan Sampras. Dan, Nadal kini hanya tertinggal dua gelar dari Roger Federer sebagai pemegang gelar Grand Slam terbanyak.
ADVERTISEMENT
[Baca juga: Nadal Rengkuh Gelar Juara Prancis Terbuka 2017 ]
“Perasaan ini sulit dideskripsikan. Bagi saya, ketegangan dan adrenalin yang saya rasakan ketika bermain di lapangan ini mustahil dibandingkan dengan lapangan lain. Ini merupakan kejuaraan terpenting dalam karier saya. Bisa menang lagi di sini jadi suatu hal yang sulit diungkapkan,” ujar Nadal seperti dilansir situs resmi Roland-Garros.
Begitu emosional, bukan?
Nadal bahkan tak kuasa menahan haru ketika lagu kebangsaan Spanyol berkumandang. Raut wajahnya berubah seketika, berusaha menahan cucuran air mata. Berkali-kali Nadal mencoba memalingkan wajahnya, tetapi emosinya kadung memuncak.
Keharuan petenis yang pertama kali menjadi nomor satu dunia pada 18 Agustus 2008 ini bisa dimaklumi. Pencapaiannya dengan meraih sepuluh gelar Prancis Terbuka tak didapatnya dengan mudah. Apalagi, Nadal terakhir kali mencium trofi ini pada 2014 silam. Karena, sejak itu ia lebih banyak berkutat dengan cederanya.
Pada musim 2016 bahkan tercatat sebagai salah satu musim terburuk sepanjang karier tenis profesional Nadal. Karena ketika itu, ia harus mengakhiri musim lebih cepat akibat cedera pergelangan tangannya. Alhasil, Nadal hanya bisa memenangi dua turnamen dalam kalender ATP World Tour yakni Monte Carlo Masters dan Barcelona serta satu medali emas Olimpiade dari nomor ganda putra bersama Marc Lopez.
ADVERTISEMENT
Namun, kegigihannya membuat Nadal bertekad untuk bisa bangkit. Bertekad untuk memberikan teror kepada petenis lainnya--yang bisa sedikit bernapa lega. Jadilah, pada musim 2017 ini sebagai titik balik dalam kariernya.
Nadal pun mengawalinya dengan baik setelah berhasil melaju hingga partaia final Australia Terbuka pada Januari lalu. Akan tetapi, Roger Federer tampak lebih siap. Nadal pun tumbang lewat pertarungan ketat lima set sehingga harus merelakan Federer merengkuh gelar kelimanya.
Pencapaiannya itu ternyata menjadi modal bagi Nadal untuk benar-benar bangkit. Performanya perlahan tapi pasti terus menanjak. Hingga pada rentang April-Mei lalu, Nadal meraih tiga gelar juara ATP World Tour: Monte Carlo Masters, Barcelona, dan Madrid Terbuka. Torehan tiga gelar itu lah yang kemudian memacunya untuk meraih trofi Prancis Terbuka 2017.
“Tak ada yang perlu saya katakan tentang hari ini. Anda (Nadal) terlalu bagus,” kata Wawrinka seusai dikalahkan Nadal.
ADVERTISEMENT
Welcome back, Rafa.