Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Richard Sam Bera Gagal Segel Emas SEA Games karena Hujan
3 Agustus 2018 13:16 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Jangan sepelekan 'X Factor' bagi atlet. Selain mengganggu fokus, hal-hal nonteknis kerap berpengaruh terhadap hasil pertandingan. Kali ini, mantan atlet renang andalan Indonesia, Richard Sam Bera, bercerita mengenai emasnya yang melayang karena faktor nonteknis.
ADVERTISEMENT
Ditemui di rapat koordinasi teknis Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) bersama para awak media, Richard mengatakan faktor nonteknis saat hari pertandingan bisa menggangu ritme yang biasa dilakukan sang atlet.
Menarik momen jauh sebelum menginjakkan kaki ke arena pertandingan, persiapan mental pun menjadi fondasi utama agar kemampuan terbaik bisa dikeluarkan maksimal saat bertanding.
"Atlet-atlet Indonesia jangan takut, jangan kurang percaya diri untuk bertanding di sini. Harus berikan 100%, saat kita berikan yang terbaik penonton bisa melihat kok (buktinya)," kata Richard.
"Kalau hasilnya pun kurang, tapi kalau usaha para atlet sudah 100% saya yakin masyarakat kita akan apresiasi juga," katanya mengimbuhkan.
Perenang spesialis gaya bebas nomor 50 meter dan 100 meter itu pun pernah gagal juara di SEA Games 1991. Saat bertanding di Manila, Filipina, Richard hanya puas merengkuh perak di nomor 100 meter gaya bebas dan 400 meter gaya bebas.
ADVERTISEMENT
Di nomor 100 meter gaya bebas, Richard kalah dari atlet Singapura dan di nomor 400 meter gaya bebas di kalah cepat dari Jeffrey Ong (Malaysia). Saat itu, Richard kalah karena persiapannya terganggu hujan.
"Saya pernah terganggu (faktor non teknis) di SEA Games Filipina pada 1991 karena cuaca. Saat itu hujan sebelum bertanding dan saya kalah. Saya ada rutinitas tersendiri sebelum bertanding, karena hujan jadi tidak dilakukan," tuturnya.
Selain kepada personal, faktor nonteknis yang mengganggu juga bisa diterima suatu kontingen. Contohnya, lanjut Richard, saat ia menjadi pengamat Olimpiade, ada kejadian di mana tim tidak datang tepat waktu ke venue karena bus yang membawa mereka tersasar.
"Ada supir yang sengaja muter-muter sebelum ke venue. Di Jakarta macet juga bisa berpengaruh kepada level stress atlet. Tapi atlet kita sudah biasa (melihat kemacetan), jadi bisa menguntungkan juga," ujar Richard.
ADVERTISEMENT
Terpisah, Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana, menegaskan pentingnya experience sharing alias berbagi pengalaman dari para olimpian kepada atlet Indonesia terutama jelang Asian Games 2018 yang dibuka 18 Agustus.
Kemenpora bekerja sama dengan para olimpian salah satunya Yayuk Basuki, tentang sharing bagaimana menghadapi event besar dan bagaimana mengatasi kecemasan. Tujuannya agar atlet percaya diri dan fokus.
"Ya experience sharing sangat penting untuk atlet dan menjadi bagian dari pembinaan mental. Di level Asian Games ini juga yang menentukan itu kekuatan mental. Kalau teknis rata-rata sama, apalagi masuk final. Yang menentukan adalah kekuatan mental," pungkas Richard yang pernah tampil di Olimpiade Seoul 1988, Olimpiade Atlanta 1996, dan Olimpiade Sydney 2000 untuk cabor renang itu.
ADVERTISEMENT