Rumah Bonus Asian Games Hanya Bisa Dibangun di Atas Tanah Negara

15 Februari 2019 19:06 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Syaiful Rijal, atlet sepak takraw putra Indonesia di Jakabaring Sport City,  Palembang, Sabtu (1/9/2018). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Syaiful Rijal, atlet sepak takraw putra Indonesia di Jakabaring Sport City, Palembang, Sabtu (1/9/2018). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Gegap gempita Asian Games 2018 sudah meredup, kalau tak boleh disebut hilang. Dan kini, perbincangan soal Asian Games 2018 kembali mencuat karena bonus rumah yang dijanjikan belum diterima para atlet berprestasi.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, kebijakan berubah. Awalnya, Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mengusulkan bahwa semua atlet peraih medali (emas, perak, dan perunggu) mendapat bonus rumah.
Namun, usai rapat bersama Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kementerian PUPR), ada rambu-rambu yang membatasi kebijakan bonus rumah. Hal itu mematahkan ide awal Menpora.
"Jadi policy [awalnya] akan diberikan rumah, kebijakan itu 'kan makro. Setelah diperdalam secara teknis bersama PUPR, belum lama sekitar satu atau dua minggu lalu, rambu-rambunya keluar," kata Raden Isnanta, Deputi III Pembudayaan Olahraga, saat dihubungi kumparanSPORT, Jumat (15/2/2019).
Raden Isnanta di prescon Hari Bersepeda Nasional Foto: Karina N Shabrina/kumparan
"Pertama, bonus hanya untuk (peraih) emas Asian Games 2018, kemudian bonus rumah itu tipenya 36, minimal tanah 70 meter persegi tapi lebih enak 90, agar ada halaman. Lalu tanah itu tidak boleh atas nama pribadi, harus tanah pemerintah. Karena secara aturan, Kementerian PUPR tidak boleh membangun di atas aset bukan negara. Yang mereka sediakan itu 68 (rumah)," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Ini juga yang memunculkan kendala tersendiri. Kemenpora harus berkomunikasi dengan pemerintah provinsi untuk mencarikan tanah bagi para atlet tadi. Masalahnya, banyak daerah yang tidak mengakui sang atlet berasal dari daerah tersebut.
"Karena memang belum komunikasi detail, bukan kami kurang paham. Bantuan rumah domain PUPR, Kemenpora hanya meminta. Kami masih upaya. Saat kami komunikasi dengan tingkat provinsi, mereka kami suruh komunikasi dengan tingkat kabupaten dan kota, karena kaki tangan kami langsung itu 'kan provinsi. Kebetulan kalau provinsi, banyak yang menjawabnya mereka tidak punya tanah, tapi yang punya kabupaten/kota," jelas Isnanta.
"Maka, provinsi akan coba cari tahu, di mana anak emas (atlet peraih emas) itu dibesarkan, atau dianggap putra lokal. Tapi komunikasi nonformal agak sulit. Contohnya komunikasi dengan Lampung, tentang Eko Yuli. Disebut Eko Yuli bukan orang Lampung lagi."
ADVERTISEMENT
Lifter Indonesia Eko Yuli saat pertandingan angkat besi kategori 62 kg. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
"Ditelusuri, ternyata Kalimantan Timur, dan pindah lagi Jawa Timur, dan sekarang (tinggal) di Bekasi. Mungkin efek Pekan Olahraga Nasional (PON) jadi KTP atlet pindah-pindah. Tidak mudah juga membuat daerah memberikan bonus tanah. Kami terus berupaya dan komunikasi dengan daerah," bebernya.
Berikutnya, Kemenpora akan kembali melakukan rapat bersama Kementerian PUPR dan secara terpisah bakal melakukan pertemuan dengan para pemimpin daerah agar bonus rumah bagi atlet peraih emas Asian Games segera terwujud.
"Nanti kami rapat ulang bersama PUPR Senin (18/2) atau Selasa (19/2) besok. Kami juga mau kumpulkan [pemimpin] daerah untuk rapat di Bandung tanggal 16 [Februari]. Ada acara sepak bola sekaligus kami komunikasikan soal ini (rumah). Biar formal provinsi yang mencarikan," kata Isnanta.
ADVERTISEMENT
"Sebelum ini pun kami terus jalan komunikasi via telepon. Karena (bonus rumah) tidak semudah yang dibayangkan, belum nanti mau apa tidak atletnya ketika disediakan di alamat (daerah) tertentu. Semoga lancar dan segara ada yang disepakati, biar sama-sama senang," ujarnya mengakhiri.