Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Tak Ada Lagi Roger Federer di Australia Terbuka 2019
21 Januari 2019 6:27 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:48 WIB
ADVERTISEMENT
Grand Slam tidak selamanya bersahabat untuk Roger Federer , Australia Terbuka tidak selamanya berpihak pada si petarung Swiss. Kesimpulan itulah yang muncul usai laga babak keempat Australia Terbuka 2019, saat Stefanos Tsitsipas mengalahkannya 6-7 (11-13), 7-6 (7-3), 7-5, 7-6 (7-5). Pertandingan yang berlangsung di Rod Laver Arena Melbourne Park pada Minggu (201/1/2019) itu sekaligus menjadi pintu gerbang yang memberi jalan kepada Tsitsipas ke babak perempat final.
ADVERTISEMENT
Laga melawan petenis Yunani ini langsung membuktikan bahwa lapangan tenis adalah arena yang buas dan tak tertebak. Status unggulan ketiga dan juara bertahan yang dibawa Federer tak menjamin bahwa kemenangan akan langsung berkawan karib dengannya. Torehan 20 gelar juara Grand Slam di nomor tunggal putranya tak lantas menghindarkannya dari partai sengit yang berujung pada kekalahan.
Bahkan hanya untuk memenangi satu set pun, Federer harus melangkah ke babak tie break yang sialnya tak singkat pula. Lihatlah skor 13-11 yang menjadi penanda bahwa sejak awal, pertandingan ini menuntut setiap kontestannya untuk memberikan segalanya.
Kemenangan ini menjadi pencapaian spesial bagi Tsitsipas. Ini menjadi pertemuan keduanya sekaligus kemenangan pertamanya. Di babak pertama Piala Hopman, Tsitsipas kalah dalam dua set langsung 6-7 (5-7), 6-7 (4-7). Rekor pertemuan itu adalah alasan pertama.
ADVERTISEMENT
Yang kedua, di kategori senior nomor tunggal putra, Tsitsipas merupakan petenis termuda yang tersisa hingga babak keempat. Sementara Federer menjadi yang tertua. Kemenangan generasi muda atas senior menjadi tajuk yang juga menyeruak di akhir pertandingan yang berlangsung selama tiga jam 45 menit ini.
Walaupun sebelum pertandingan ini Federer tak pernah kalah di satu set pun, perjalanannya hingga babak keempat tidak mudah. Di babak kedua saja, ia sudah harus direpotkan dengan perlawanan Dan Evans yang memaksa laga dua kali melakoni babak tie break. Bila menilik stastistik laga, kita juga akan menyadari bahwa melawan Tsitsipas, Federer tak sanggup memenangi satu break point pun, padahal ada 12 break point yang seharusnya bisa ia konversi menjadi kemenangan gim.
ADVERTISEMENT
"Apa yang terjadi tidak berjalan sesuai dengan harapan saya, termasuk tentang break point itu. Saya sebenarnya juga tidak berhasil memecahkan break point saat melawannya di Piala Hopman. Jelas ada yang salah dengan saya. Ia bermain dengan hebat untuk meredam perlawanan saya," jelas Federer, dilansir The Guardian.
Kegigihan untuk menguasai area menjadi ciri khas dari permainan Tsitsipas di pertandingan. Namun, bukan berarti ia lembek saat ditantang dengan permainan net lawan. Lihatlah apa yang terjadi saat Federer memimpin 6-5 di set pembuka. Memulai serangan dengan pertarungan baseline, Federer menghentak dan mengembalikan bola dengan lesakan dari depan net. Sebenarnya di situasi ini, Tsitsipas terlanjur mengambil posisi di bidang permainan belakangnya.
Walau sepintas Tsitsipas tidak akan memiliki waktu yang cukup untuk menjangkau net, ia tetap berlari dan mengembalikan pukulan Federer dengan dorongan backhand yang sedikit menganggu keseimbangannya hingga terjatuh. Sebenarnya itu bukan pukulan yang terlalu bertenaga ataupun menjangkau area jauh di belakang. Namun, Federer tak siap dengan manuver itu. Akibatnya, bola yang melintas di sisi kanannya tak sanggup dicapai. Sekali lagi, tepuk tangan penonton menjadi milik Tsitsipas.
ADVERTISEMENT
Federer tahu bahwa yang ada di hadapannya ini bukan pemuda 20 tahun sembarangan. Sepintas, perawakannya mirip dengan Bjorn Boerg. Berambut pirang sebahu, memakai ikat kepala dan tak terlihat perkasa dengan otot-otot mencolok.
Namun, kelincahan dan kekuatan pukulan menjadi senjata yang dibawa si anak muda dari babak demi babak. Bahkan serangan Federer berhasil dijawabnya dengan lesakan backhand yang tak kalah menawan. Di hadapan Federer, Tsitsipas memang tak bergelimang gelar--tapi orang macam itulah yang menyegel kemenangan di set kedua.
Yang menarik, Tsitsipas tidak asal memukul. Dapat dipastikan ia mampu membaca permainan Federer. Fragmen ini dapat kita lihat sekilas saat ia tertinggal tipis 30-40 di gim keenam set kedua, dalam kedudukan 3-2 untuk keunggulan Federer. Nah, dalam situasi ini, Federer melepaskan pukulan dari area baseline. Bila memperhatikan gim-gim sebelumnya, Federer sering melepaskan pukulan kencang yang menjangkau bidang permainan belakang lawan dari area ini.
ADVERTISEMENT
Jika berkaca pada yang sudah-sudah, seharusnya Tsitsipas bersiaga di baseline. Namun, begitu Federer mengambil ancang-ancang pukulan, Tsitsipas sudah berlari dari baseline. Tepat saat Federer melepaskan pukulan, si pemuda Yunani sudah sampai di depan net.
Dan benar saja, pukulan itu bukan pukulan yang menyasar baseline, tapi depan net. Lantas, angka yang mengubah kedudukan menjadi 40-40 didapat Tsitsipas begitu pukulan menyilangnya yang menjangkau sudut sulit gagal diselamatkan Federer.
Agresivitas Tsitsipas memang tak bisa dipandang sebelah mata. Lihatlah torehan 62 winner-nya yang berbanding 61 winner Federer. Cuma selisih satu? Memang benar. Tapi, Tsitsipas juga membuktikan bahwa ia memiliki servis yang mematikan dengan lesakan 20 ace yang berbanding 12 ace milik Federer. Di sisi lain, catatan unforced error Federer memprihatinkan. Sang juara bertahan membuat 55 unforced error, sementara Tsitsipas 36 unforced error.
ADVERTISEMENT
Kemenangan ini mengantarkan Tsitsipas pada laga perempat final melawan Roberto Bautista Agut. Adapun Agut berhasil menjejak ke perempat final usai mengalahkan Marin Cilic 6-7 (6-8), 6-3, 6-2, 4-6, 6-4 di babak ketiga.
"Saya membawa pulang penyesalan yang begitu besar tentang laga ini. Mungkin saya tidak terlihat menyesal, tapi sesungguhnya saya sangat menyesal. Saya merasa saya bisa memenangi set kedua. Dan, ya begitulah akhirnya. Kekalahan adalah harga yang harus saya bayar atas permainan saya hari ini," jelas Federer , dikutip dari laman resmi Australia Terbuka.
Serupa Federer yang tidak menyembunyikan penyesalannya, Tsitsipas pun tak mau menyimpan kegembiraannya. Lihatlah reaksinya sesaat setelah kemenangan itu jatuh kepadanya. Wajah Tsitsipas menjadi titik temu bagi kegembiraan dan keterkejutan sekaligus. Ekspresi yang menggambarkan kegembiraan sublim dan keberpihakan pada gurat nasib yang acap membawa manusia pada satu kejutan ke kejutan lainnya.
ADVERTISEMENT
"Kemenangan ini seperti perjalanan nostalgia--tapi entahlah, saya juga tidak yakin. Yang saya tahu cuma kebahagiaan yang murni. Ini menjadi momen emosional. Kemenangan ini begitu berharga karena menjadi awal dari sesuatu yang besar. Saya merasakan sukacita dan kegembiraan. Saya merasa ada kelegaan yang besar yang mengangkat semua beban dari pundak saya," jelas Tsitsipas, dikutip dari laman resmi Australia Terbuka.
"Federer selalu menjadi idola saya. Maka, yang saya lakukan adalah berusaha sedapat-dapatnya memegang pertandingan ini dan tetap bertanding dengan tangguh. Di atas lapangan, idola saya berubah menjadi lawan, menjadi rival. Ingatan tentang kemenangan ini tidak akan pernah pergi ke mana-mana. Saya benar-benar yakin, ingatan akan kemenangan ini akan menjadi kawan karib saya seumur hidup," ucap Tsitsipas.
ADVERTISEMENT
Ya begitulah akhir laga ini. Federer meninggalkan hiruk-pikuk Melbourne Laver. Jempolnya diangkat tinggi-tinggi ke arah penonton. Barangkali ia hendak berkata betapa hebatnya elu-elu yang ia terima dari tribune.
Atau mungkin itu caranya meyakinkan diri dan siapa pun yang berjalan bersamanya bahwa semua akan baik-baik saja walau kekalahan masih enggan pergi darinya. Toh, ia memang akan baik-baik saja karena kepulangannya bakal disambut gembira oleh putrinya yang begitu ingin menghabiskan sisa musim dingin dengan bermain ski bersama sang bapak.
Sementara, melangkahlah Tsitsipas ke laga yang lain. Tidak dengan membawa pengetahuan apa yang bakal terjadi setelahnya, tapi dengan ingatan akan kemenangan atas Federer . Ingatan yang menjadi kawan, kawan yang menjadikannya orang paling gembira di muka Bumi. Setidaknya, sebelum laga perempat final itu digelar.
ADVERTISEMENT