Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Lika-liku Hijab di Indonesia: Sempat Dilarang hingga Jadi Tren Fashion
1 Februari 2018 17:30 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
ADVERTISEMENT
Bicara tentang hijab, erat kaitannya dengan tren busana modest-wear yang kini mulai digandrungi masyarakat Indonesia. Tak hanya menawarkan padanan busana muslim yang stylish dan fashionable, kini modest fashion hadir dengan eksplorasi yang lebih beragam.
ADVERTISEMENT
Penting untuk dipahami bahwa definisi modest fashion adalah cara berpakaian yang sopan dan tidak provokatif, demi menghindari sang pemakai dijadikan sebagai objek perhatian seksual. Ciri khas utama dari pakem modest wear adalah busana yang menutupi sebagian besar bagian tubuh, dengan potongan yang lebih longgar dan tidak membentuk siluet serta lekuk tubuh kaum wanita.
Namun, tahukah kamu bahwa di tengah perkembangan fashion hijab yang amat pesat, sangat berbeda dengan yang terjadi di Indonesia pada beberapa dekade lalu?
Menggunakan hijab di Indonesia di era '70an atau '80an bukanlah hal yang lumrah. Tercatat pada 1979, siswi-siswi yang berjilbab di sekolah pendidikan guru (SPG) negeri Bandung menolak dipisahkan dengan kawan-kawan wanita mereka yang tak berjilbab.
ADVERTISEMENT
EZ Muttaqien, ketua MUI Bandung kala itu, berhasil menggagalkan pemisahan itu. Pemerintah orde baru memang dikenal sebagai pemerintah yang gandrung pada keseragaman termasuk dalam berpakaian.
Memasuki 1980an awal, makin banyak siswi sekolah yang mengenakan jilbab. Sayangnya, berdasarkan SK 052/C/Kep/D.82 tahun 1982, penggunaan jilbab dilarang di sekolah negeri.
Namun, Presiden Soeharto tidak berlarut-larut menghalangi penggunaan jilbab atau hijab tersebut. Soeharto pun akhirnya merangkul orang-orang Islam lainnya. Pada saat itu, Soeharto menyetujui didirikannya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) pada 7 Desember 1990.
Tak lama kemudian berdasarkan SK nomor 100/C/Kep/D/1991 jilbab diperbolehkan di sekolah negeri. Dampaknya pun dapat kita rasakan saat ini, menggunakan jilbab di depan umum jadi hal yang biasa. Bahkan, hijab menjelma jadi fashion tersendiri dan jadi bagian keseharian kita.
Jilbab merupakan salah satu simbol ketaatan bagi seorang muslimah terhadap agama Islam. Dalam Islam, hijab sendiri dimaknai sebagai pakaian yang menutup seluruh tubuh, mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Sedangkan menurut KBBI, jilbab adalah kerudung lebar yang dipakai wanita muslim untuk menutupi kepala dan leher sampai dada.
ADVERTISEMENT
Istilah-istilah pakaian sejenis jilbab pun dikenal dengan beragam istilah. Misalnya di Iran dikenal sebagai chadar, pardeh di India, Milayat (Libya), Abaya (Irak), Charshaf (Turki) dan istilah Hijab merupakan hal yang lumrah di Mesir.
Pergeseran istilah hijab berawal dari makna 'Tabir' menjadi pakaian penutup aurat perempuan. Hijab artinya tabir, tirai atau dinding juga digunakan dengan arti kata pelindung wanita dari pandangan laki-laki.
Menurut Malcolm Barnard dalam bukunya yang diterbitkan pada 1996, busana muslimah menjadi sesuatu yang trendi. Memakai jilbab mulai dianggap sebagai prestise. Ini dikarenakan busana muslim atau jilbab mampu mengkomunikasikan hasrat menjadi orang modern yang saleh dan sekaligus menjadi muslim yang modern.
Tak heran muncul sederetan perancang busana tanah air yang fokus menggarap hijab. Alhasil, tren fashion muslim jadi lebih berwarna.
ADVERTISEMENT
Sebut saja Dian Pelangi yang rancangannya identik dengan warna-warna cerah dan sentuhan kain songket khas Indonesia. Juga ada Zaskia Sungkar yang gemar merancang busana bergaya simple dan chic.
Ada pula Jenahara Nasution terkenal dengan gaya edgy dan warna monokrom. Ria Miranda yang terkenal dengan warna pastel dan detail unik seperti draperi, ruffle, serta rajut. Kemudian ada Restu Anggraini, pemilik brand ETU yang sempat menggelar fashion show di Melbourne, Australia. Tidak sedikit dari nama-nama tersebut yang kerap melakukan peragaan busana di kancah internasional.
Kini, busana muslim tidak hanya sekadar bernilai sebagai tren fashion namun juga bisnis. Berdasarkan data dari Kementerian Perdagangan pada 2013, secara umum nilai ekspor produk fashion Indonesia 2013 mencapai USD 11,78 miliar (Rp 158 triliun), bahkan pada periode Januari-Juli 2014 senilai USD 8,47miliar (Rp 112 triliun).
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Organisasi Konferensi Islam (OKI), ekspor fashion muslim Indonesia di tahun 2015 berada di peringkat ketiga dengan nilai USD 7,18 miliar (Rp 96 triliun) setelah Bangladesh senilai USD 22 miliar (Rp 295 triliun) dan Turki senilai USD 14 miliar‎ (Rp 187 triliun). Bahkan, Indonesia dicanangkan menjadi kiblat fashion muslim dunia di tahun 2020. Hal ini diwacanakan oleh Indonesia Islamic Fashion Consortium (IIFC).
Oleh karena itu bersamaan dengan World Hijab Day yang jatuh setiap 1 Februari ini, mari rayakan hijabmu untuk meningkatkan toleransi beragama di dunia.