Vivi Zubedi Ungkap Keprihatinan Pengrajin Kain Tradisional Indonesia

31 Januari 2018 19:11 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Vivi Zubedi. (Foto: dok. HIJUP)
zoom-in-whitePerbesar
Vivi Zubedi. (Foto: dok. HIJUP)
ADVERTISEMENT
Desainer modest-wear Vivi Zubedi kembali berpartisipasi di ajang New York Fashion Week 2018 pada 11 Februari mendatang. Ia menjadi satu-satunya desainer modest-wear dari Indonesia yang diundang dalam pagelaran busana berskala internasional ini.
ADVERTISEMENT
Mengusung tema 'Urang Banua', desainer keturunan Yaman ini akan menampilkan keunikan dan keindahan warna dari kain Sasirangan dan Pagatan yang berasal dari Kalimantan Selatan. Wastra tradisional nan cantik ini terbentuk dari kerja keras, gairah semangat dan peluh keringat dari para pengrajin kain.
Namun kontras dengan tampilan wujud kain tersebut, Vivi justru menemukan berbagai kisah haru dari para pengrajinnya. Hal ini bermula pada Oktober 2017 silam ketika ibu tiga anak ini berkunjung ke Kalimantan Selatan untuk menuju ke daerah pengrajin kain Sasirangan, yakni Kampung Sasirangan. Perjalanan ke sana memakan waktu hampir 10 jam.
Sampai di sana, ia justru menemukan kehidupan 'sisi lain' dari para pengrajin ini. Kehidupan mereka jauh dari kata sejahtera.
ADVERTISEMENT
“Ini buat saya bertanya-tanya, kenapa pengrajin hidupnya seperti ini? Apa yang bisa saya lakukan untuk ibu-ibu ini. Sangat memprihatinkan,” cerita Vivi saat ditemui kumparan (kumparan.com) di Khung Restaurant, Plaza Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (31/1).
Lewat New York Fashion Week 2018, Vivi menganggap ajang ini menjadi kesempatan emas untuk membantu para pengrajin kain tersebut.
“Undangan glamour, lampu spotlight, sorakan untuk Vivi Zubaedi, sementara kehidupan mereka, saya jual baju berjuta-juta (rupiah), bagaimana dengan nasib mereka?” lanjut Vivi yang kemudian tangisnya pecah.
Vivi Zubedi NYFW 2018 (Foto: Gina Yustika Dimara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Vivi Zubedi NYFW 2018 (Foto: Gina Yustika Dimara/kumparan)
Lewat cerita Vivi, para pengrajin ini hanya mendapatkan upah sebesar Rp 10 ribu sampai Rp 15 ribu untuk sejulur kain. Yang lebih memprihatinkan, para wanita yang membantu pengrajin kain Sasirangan untuk membuka benang usai tercipta motif, hanya mendapatkan upah Rp 500 saja per lembarnya.
ADVERTISEMENT
“Saya tanya, ‘cukup nggak bu untuk kehidupan sehari-hari?’ dan mereka menjawab kalau penghasilan ingin banyak, mereka harus mengerjakan 30-50 kain setiap harinya. Padahal hal itu sangat susah, dan mudah sobek,” tambah Vivi melanjutkan keprihatinannya.
Karena kenyataan ini, Vivi mencoba untuk berkomunikasi dengan wali kota dan bupati setempat. Bagaimana caranya agar para pengrajin ini dapat berkembang.
Vivi Zubedi NYFW 2018 (Foto: Gina Yustika Dimara/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Vivi Zubedi NYFW 2018 (Foto: Gina Yustika Dimara/kumparan)
Namun, Vivi juga menemukan permasalahan lain. Selera para pengrajin ini belum sampai ke selera fashion masa kini. Dari situ, Vivi mencoba menggerakan para pengrajin untuk memiliki pemandangan lebih luas tentang kain.
Bahkan, Sasirangan sendiri masih sulit untuk masuk ke pasar nasional, karena warna dan motifnya masih mengadopsi ke masa lampau.
“Saya kolaborasi dengan pemerintah setempat untuk membuat seminar dan mengumpulkan pengrajin-pengrajin ini, dan membantu mereka untuk menciptakan warna dan tren motif terbaru” jelasnya.
Vivi Zubedi. (Foto: dok. HIJUP)
zoom-in-whitePerbesar
Vivi Zubedi. (Foto: dok. HIJUP)
Tentunya, hal itu tidak dilakukan tanpa melanggar pakem-pakem dari desain yang sudah ada. Vivi ingin membantu mempermudah dan mempercepat proses dari pembuatan kain tersebut. Sehingga, dapat diterima masyarakat internasional dan nasional lebih baik.
ADVERTISEMENT
“Iya, menyirang itu kan teknik yang memakan waktu. Makanya, aku ingin coba bantu dengan mengadopsi teknik lainnya. Contoh, seperti teknik jepit, jadi bisa mempersingkat waktu,” tambah desainer yang terkenal dengan ciri khas busana abayanya ini.
Lewat New York Fashion Week 2018, Vivi ingin menyejajarkan kain tradisional Indonesia dengan kain-kain internasional. Ia ingin dunia internasional tahu bahwa Indonesia juga memiliki kain yang tak kalah cantiknya.
Vivi Zubedi. (Foto: dok. HIJUP)
zoom-in-whitePerbesar
Vivi Zubedi. (Foto: dok. HIJUP)
“Aku juga berharap, kesenjangan ini akan bisa diatasi. Ya, seperti adanya kesetaraan upah,” tutupnya.
Nantinya, Vivi Zubedi dengan bantuan HIJUP, akan menyisihkan sebagian hasil penjualan dari koleksi 'Urang Benua' ini untuk disumbangkan kepada pengrajin kain tradisional.