ASSI: Starlink Jual Murah, Pemain Lokal Gak Akan Bertahan Lebih dari Setahun

30 Mei 2024 11:04 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Starlink Foto: Rokas Tenys/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Starlink Foto: Rokas Tenys/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Starlink resmi hadir di Indonesia dan sudah menjual layanannya dengan harga bulanan mulai Rp 750 ribu dan Rp 4,6 jutaan untuk perangkat. Harga yang lebih murah dibandingkan kompetitor ini disebut mengancam keberlangsungan bisnis penyedia jasa internet (ISP) satelit lokal.
ADVERTISEMENT
Sigit Jatiputro, Sekretaris Jendral ASSI (Asosiasi Satelit Indonesia), menyoroti perbedaan harga langganan internet satelit Starlink, terutama paket residensial dan bisnis, di Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Harga layanannya di Indonesia dinilai lebih murah 2 hingga 2,5 kali lipat dibandingkan harga layanan di AS.
Jika dibandingkan dengan pemain lokal, seperti Ubiqu, Telkom, Kacific, dan lain sebagainya, harga Starlink juga disebut masih lebih murah. Perbedaan harga ini sudah termasuk layanan bulanan dan perangkatnya.
"Contoh, harga lokal yang paling murah kira-kira untuk VSAT (very-small-aperture terminal) unlimited sekitar Rp 3,5 juta, harga Starlink unlimited Rp 750 ribu. Bisa dihitung berapa kali lipat perbedaan harganya," kata Sigit ditemui wartawan pasca-Focus Group Discussion (FGD) dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) di Gedung KPPU, Jakarta, Rabu (29/5).
ADVERTISEMENT
"Harga perangkat yang paling murah di lokal Rp 9,1 juta, di Starlink yang masih promo adalah Rp 4,6 juta. Jadi bisa dibandingi berapa perbedaan harga."
Sigit Jatiputro, Sekretaris Jendral ASSI dan RnD General Manager PSN, di Gedung KPPU, Jakarta, Rabu (29/5). Foto: Muhammad Fikrie/kumparan
Menurut Sigit, kedatangan Starlink yang berjualan lebih murah memberikan dampak pada pertumbuhan operator dalam negeri yang mulai melambat. Penjualan pemain VSAT lokal disebut menurun dalam satu atau dua pekan terakhir, ketika Starlink Indonesia sudah menawarkan layanannya sebelum diresmikan di Bali pada 19 Mei 2024.
Jika penurunan pertumbuhan penyedia jasa internet satelit lokal terus berlangsung dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) tidak turun tangan terkait harga Starlink di Indonesia, bukan tidak mungkin mereka akan tutup.
Selain soal harga layanan, ASSI juga mempertanyakan izin Satellite Landing Rights (Hak Labuh Satelit) yang didapat Starlink untuk bisa berjualan layanan langsung ke pelanggan akhir di Indonesia. Hak Labuh Satelit, berdasarkan keterangan Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor 7 Tahun 2018, merupakan hak untuk menggunakan satelit asing yang diberikan Menteri kepada penyelenggara telekomunikasi atau lembaga penyiaran.
ADVERTISEMENT
Sigit mengatakan biasanya Landing Rights diberikan kepada setiap satelit yang meluncur. Untuk satelit Geostasioner Earth Orbit (GEO), misalnya, didaftarkan frekuensi dan prosesnya satu per satu.
Masa berakhirnya habis ketika sudah enggak ada satelitnya. Jika sudah 10 tahun dan operator ingin memperpanjangnya, maka mereka wajib mengurus perizinannya kembali.
"Nah, kalau di Starlink ini menurut kami, ada sedikit perbedaan yaitu dia mau ngeluncurin seminggu tiap hari 60 (satelit), mau seminggu sekali 100, ya, sudah gak pernah (urus izin Landing Rights lagi). Dia meluncurkan Landing Rights-nya hanya sekali, walaupun spek satelitnya, misal, berubah yang sebelumnya KU, generasi berikutnya KA." ucap Sigit.
ADVERTISEMENT