Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Mesin ini dipamerkan oleh seorang pejuang eutanasia asal Belanda, Philip Nitschke. Ia dibantu oleh seorang perancang bernama Alexan Bannink. Tujuan pembuatan teknologi ini hanya satu: Nitschke dan Bannink ingin mempermudah usaha orang yang ingin mengakhiri hidupnya alias bunuh diri .
Kemudian, rancangan ini diberi nama Sarco sebagai singkatan dari kata sarkofagus. Beberapa orang turut menjajal alat ini ketika dipamerkan meski alat tidak dinyalakan. Pujian dan kontroversi pun diterima Nitschke dan Bannink.
Desain dari alat ini sangatlah sederhana. Sebuah pod atau tabung yang berada di atas sebuah penyangga akan menjadi tempat terakhir manusia yang ingin mengakhiri hidupnya.
Cara kerja mesin ini juga sangat sederhana. Mesin akan memiliki sebuah tombol yang jika ditekan akan mengeluarkan gas nitrogen yang akan secara langsung membunuh orang di dalamnya.
ADVERTISEMENT
“Orang yang ingin mengakhiri hidupnya cukup menekan tombol dan kapsul yang ditempatinya akan diisi dengan nitrogen. Ia akan merasa sedikit pusing tetapi kemudian akan cepat kehilangan kesadaran dan mati,” kata Nitschke, seperti dikutip The Guardian.
Nitschke meyakinkan bahwa alat ciptaannya itu adalah sebuah teknologi “yang disediakan untuk orang-orang yang ingin mengakhiri hidupnya.”
Dalam pameran di Amsterdam tersebut, Nitschke dan Bannink memberikan kesempatan kepada para pengunjung untuk merasakan sensasi menggunakan "mesin bunuh diri" ciptaannya menggunakan kacamata virtual reality.
Nitschke ingin membangun pod yang berfungsi penuh secepatnya. Setelah itu, desain mesin ini akan ditempatkan secara online sebagai dokumen terbuka bagi orang-orang untuk mengunduhnya.
“Itu berarti siapa saja yang ingin membangun mesin ini dapat mengunduh dan mencetak 3D perangkat mereka sendiri,” kata Nitschke.
ADVERTISEMENT
Ketika ditanya tentang kontroversi seputar eutanasia dan rintangan hukum, Nitschke percaya bahwa memilih untuk mati adalah hak asasi manusia.
“Saya percaya itu adalah hak asasi manusia yang fundamental untuk memilih kapan harus mati. Ini bukan hanya beberapa hak istimewa medis untuk orang yang sangat sakit,” ungkapnya.
“Jika Anda memiliki karunia hidup yang berharga, Anda harus dapat memberikan hadiah itu pada saat Anda memutuskannya,” tutup Nitschke.
(EDR)
--------------------
Anda bisa mencari bantuan jika mengetahui ada sahabat atau kerabat, termasuk diri anda sendiri, yang memiliki kecenderungan bunuh diri.
Informasi terkait depresi dan isu kesehatan mental bisa diperoleh dengan menghubungi dokter kesehatan jiwa di Puskesmas dan Rumah Sakit terdekat, atau mengontak sejumlah komunitas untuk mendapat pendampingan seperti LSM Jangan Bunuh Diri via email [email protected] dan saluran telepon (021) 9696 9293, dan Yayasan Pulih di (021) 78842580.
ADVERTISEMENT