Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Kenangan Bersama Yahoo Messenger dan Mudahnya Kita Beralih ke WhatsApp
9 Juni 2018 16:08 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Saya pribadi termasuk pengguna setia YM, apalagi karena saat YM populer, saya masih SMA, sekitar tahun 2007, dan YM sangat berguna dalam membantu saya berkomunikasi dengan teman-teman.
Dulu, berhubung tidak ada WhatsApp dan Line, satu alat paling populer untuk komunikasi kirim pesan adalah melalui pesan singkat atau SMS. SMS punya banyak kelemahan dan keterbatasan, misalnya, selain karena menggunakan pulsa, SMS hanya dibatasi 160 karakter, percakapan hanya bisa dilakukan dengan satu orang, dan yang pasti, mengirim file seperti gambar dan suara tidak mudah.
Selain SMS memang ada layanan lain, yaitu MMS untuk saling berkirim gambar, namun mengirim MMS cukup memakan biaya dan juga butuh waktu cukup lama untuk gambar tersebut bisa sampai ke tujuan.
ADVERTISEMENT
Di sinilah YM punya peran. Karena kebetulan sekolah saya mengizinkan siswa untuk membawa laptop, saya dan teman-teman satu kelas sepakat untuk membuat grup chatting kelas untuk membahas pelajaran, PR, bahkan untuk ngobrol-ngobrol santai. Kurang lebih fungsi YM sama dengan fungsi grup WhatsApp atau grup Line di masa sekarang.
YM punya banyak kelebihan. Untuk berkirim gambar, foto, maupun berkirim file suara pun tidak lagi sulit. Ditambah lagi YM dilengkapi dengan fasilitas untuk webcam dan voice chat.
Kalimat-kalimat seperti ‘eh YM lu apa?’, ‘YMan dong’, atau ‘Eh lu OL (online) YM gak?’ menjadi kata kunci bagi kami para pengguna Yahoo Messenger.
Semua ini jadi lebih seru dengan adanya fitur Buzz untuk memanggil lawan bicara yang tak kunjung merespons. Kalau mau seru-seruan lainnya, bisa pakai fitur Audible. Ini dulu lumayan seru, mungkin kalau sekarang seperti fitur stiker digital yang interaktif.
ADVERTISEMENT
YM juga dimanfaatkan sebagai tindak lanjut dari mIRC, sebuah aplikasi chatting secara anonim dan tempat di mana kita bisa berkenalan dengan orang-orang asing. Dahulu, setelah berkenalan via mIRC, maka percakapan akan dilanjutkan lewat YM. Ini juga merupakan salah satu keunggulan YM karena kita bisa menggunakan nama sembarang dan tidak perlu membagikan data pribadi seperti nomor telepon.
Era YM bagi saya dan teman-teman tidak berjalan lama. Karena sekitar setahun atau dua tahun kemudian, BlackBerry Messenger atau BBM mulai merajalela dan menggantikan YM.
Apa alasan kami pindah ke BBM? Salah satunya adalah karena YM hanya bisa digunakan di laptop atau PC. Memang ada YM versi ponsel, tapi yang saya ingat, YM versi HP kurang nyaman dan tidak secanggih YM di laptop. Pengalaman yang didapat saat memakai YM di laptop dan YM di ponsel, sangat jauh berbeda.
ADVERTISEMENT
Lagipula, BBM tersedia secara langsung di ponsel BlackBerry tanpa perlu diunduh terlebih dahulu.
Setelah Facebook yang dilengkapi dengan Messenger hadir, YM pun semakin tergeser keberadaannya, bahkan terlupakan. Dan sampai akhirnya berbagai aplikasi lain seperti Skype, Line, WeChat, BeeTalk, WhatsApp hadir seiring dengan perkembangan Android dan iOS yag menawarkan fasilitas lebih canggih, lebih lengkap, dan lebih sesuai untuk smartphone dibandingkan YM.
YM tidak berhasil mengikuti tren zaman. Ia kehilangan momen untuk bertansformasi menyesuaikan pemakaian dan tampilan ke perangkat mobile, sampai akhirnya dia digilas oleh para pendatang baru yang, lebih bisa menyesuaikan diri dengan milenial.
Lihat saja WhatsApp yang begitu sederhana sehingga disukai semua generasi. WhatsApp juga didukung teknologi nan hebat. Aplikasi ini sangat ringan, bisa dibuka pada ponsel jenis murah hingga mahal. Layanan pengiriman pesannya pun real-time dan oleh karenanya ia sangat bisa diandalkan.
ADVERTISEMENT
Kesederhanaan WhatsApp juga saya sukai dari sistem registrasi. WhatsApp hanya membutuhkan nomor ponsel yang kita ingat di luar kepala. Sementara Yahoo, membutuhkan email yang kadang kita lupa sendiri kata sandi untuk membukanya, dan bagi anak SMA seperti saya waktu itu, email adalah sesuatu yang tidak aktif dipakai sehari-hari.
Semua kemudahan yang diberikan WhatsApp ini masih terasa sampai sekarang dan itu mengapa jumlah penggunanya sudah tembus mencapai angka 1 miliar.
Kemudahan juga diberikan oleh Line, yang saat ini adalah aplikasi pesan nomor dua favorit saya. Kemudahan ini kemudian dikombinasikan dengan kekayaan konten. Line bertransformasi menjadi platform sosial. Apa saja ada di sana. Saya bisa berjejaring, membaca berita dari A sampai Z, bermain game, sampai berkirim pesan dengan stiker digital untuk menggantikan kata-kata. Dan, ini terasa lebih ekspresif.
ADVERTISEMENT
Di tengah kemudahan dan kekayaan konten yang diberikan oleh WhatsApp dan Line tersebut, saya kemudian sama sekali lupa dengan kenangan bersama Yahoo Messenger, padahal dulu saya adalah pengguna setianya. Saya juga mulai melupakan BBM yang kini mulai sepi tak berpenghuni.
Saya, memang cepat melupakan kenangan indah bersama suatu produk, karena di satu sisi, produk itu tidak menyeimbangkan diri untuk tumbuh bersama saya. Saya yakin hal ini bukan cuma terjadi pada saya, karena milenial tidak pernah loyal pada satu produk atau merek tertentu. Saya mencari produk yang bisa membantu menyelesaikan masalah, terjangkau dari sisi biaya, dan bikin merasa senang saat memakainya.
Yahoo Messenger sudah tidak bisa memenuhi kebutuhan saya di atas, dan kebutuhan milenial lain secara umum. Ia tak lagi relevan dengan zaman. Pantas saja Oath (perusahaan yang kini menangani Yahoo Messenger) memilih untuk membunuhnya pada 17 Juli 2018.
ADVERTISEMENT
Ini adalah salam perpisahan untukmu, YM. Saya sempat lupa dengan username dan password akun YM. Butuh waktu untuk mengingat secara keras demi bisa login kembali ke akun YM. Walaupun di dalamnya sudah tidak ada apa-apa dan siapa-siapa lagi.