Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Pengakuan Tim eSports Cewek FF Gaming Hadapi Pelecehan saat Main Game
26 Januari 2019 13:02 WIB
Diperbarui 21 Maret 2019 0:06 WIB
ADVERTISEMENT
Rasa kesal terhadap para gamer toxic pernah menyelimuti hati Victoria Irwin. Dia dihujani hinaan dan teriakan sumbang bernada pelecehan. "'Ngapain nih cewek main game? Sana masaklah!" Salah satu pelecehan yang paling membuatnya kesal, adalah ketika seorang gamer laki-laki berkata, "Go sell your v****a!
ADVERTISEMENT
Gamer toxic merupakan sebutan bagi gamer yang selalu mengganggu kenyamanan bermain gamer lainnya.
Victoria tidak tinggal diam. Ia melancarkan berbagai perlawanan untuk menunjukkan amarah atas pelecehan seperti ini. Suatu ketika saat masih jadi gamer kasual yang bermain di warung internet (warnet), dia pernah menghampiri salah satu gamer toxic yang berada di sekitar sana dan mendamprat balik.
Ketika dia menjadi gamer profesional pun, dan telah bergabung dalam sebuah tim eSports, pelecehan masih kerap diterima. Tetapi, ini bukan sesuatu yang membuat Victoria gentar. Jiwa kompetitif telah tertanam dalam dirinya sejak kecil, menurut pengakuannya. Dan ini menjadi jalan keluar tersendiri bagi dirinya untuk terus maju dan berjuang memberikan yang terbaik untuk tim dalam berbagai turnamen.
Victoria Irwin adalah salah satu player dari tim eSports FF Gaming untuk divisi CS:Go (Counter-Strike: Global Offensive). Dia memakai nama panggung Blizzter. Tim ini awalnya bernama Female Fighters. Didirikan pada tahun 2010 oleh Ridha Audrey. Setelah sempat non aktif beberapa kali, tim Female Fighters bangkit kembali pada 2017 dengan identitas baru. Mereka melakukan rebranding menjadi FF Gaming. Sekarang FF Gaming memiliki divisi CS:Go, Point Blank, dan PUBG Mobile, dengan jumlah total player sebanyak 10 orang.
ADVERTISEMENT
Pengalaman pahit saat bermain game juga dialami oleh rekannya di FF Gaming, seperti Steffi atau 'Fyerr' dan Dina Vannesa Putri atau populer dengan nama 'Twelve'. Caci maki dan pelecehan juga turut mewarnai hari-hari mereka sebagai para srikandi industri eSports.
Selain menjabat sebagai brand ambassador di FF Gaming, Dina juga seorang gamer yang rajin melakukan live streaming saat main game untuk menambah penghasilannya. Setiap kali Dina menampakkan wajahnya di layar platform siaran game, ia mengaku sering kali dilecehkan.
"'Go back to the kitchen!'" kata Dina menirukan aksi nyinyir yang diterimanya. Bagi Dina, pernyataan macam ini sungguh merendahkan perempuan, yang dianggap hanya pantas mengurus dapur.
Dia mengklasifikasi penghinaan yang ia terima dalam dua tipe. Pertama, body shaming. Kedua, fan girl. Untuk fan girl, para gamer toxic biasanya akan mengemis akun media sosial atau nomor kontak dirinya, seraya mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas.
ADVERTISEMENT
"Oh, you're a girl. Oh my God, give me your Instagram account." Atau, "Oh my God, it's a girl! Accept my friend request."
Untuk yang seperti ini, kadang Dina mengambil jalan pintas, dengan memblokir akun-akun mereka.
Game-game online kebanyakan telah menyediakan fitur voice chat, yang memungkinkan pemain bisa saling berkomunikasi lewat suara. Fitur inilah yang sekarang banyak dipakai untuk melancarkan pelecehan kepada gamer perempuan.
Steffi, yang merupakan gamer profesional di jenis first person shooter (FPS) seperti 'Point Blank', sudah hafal dengan berbagai pelecehan yang diucapkan pemain lain saat mendengar suara di balik akun Fyerr miliknya, ternyata adalah seorang perempuan.
Banyaknya hinaan yang dilontarkan, membuat Steffi kadang merasa malas untuk mengungkap dirinya adalah perempuan. Menunjukkan amarah malah kadang membuatnya semakin dijatuhkan ketika berkompetisi dalam game. Diam dan tidak mendengarkan kata orang adalah salah satu cara yang paling ampuh bagi Steffi.
ADVERTISEMENT
"'Semalem lo berapa?' Yang kayak begitu sering banget," ungkap Steffi.
Cacian demi cacian membuat mereka makin tegar dan kadang terpaksa mengabaikan, karena hal itu masih terjadi dalam dunia game online, yang penggunanya bisa datang dari berbagai penjuru dunia. Meski batin merasa terlalu lelah untuk terus menerimanya, mereka terus melanjutkan karier di bidang yang menjadi tujuan hidup.
Diskriminasi di dunia eSports
Perilaku yang menyudutkan kaum perempuan dalam game tak hanya dilakukan oleh para gamer kasual, tapi juga ditemukan dalam turnamen profesional eSports. Pihak penyelenggara turnamen dirasa masih membedakan perlakuan antara gamer laki-laki dan perempuan.
Victoria bercerita timnya sempat mengalami diskriminasi saat mengikuti turnamen eSports. Ia enggan menyebutkan organisasi penyelenggara event tersebut, namun ia memberi memberi sedikit bocoran, bahwa pertandingan tersebut diadakan di luar negeri dan FF Gaming menjadi salah satu perwakilan tim eSports Indonesia. Kelincahan jari, kecermatan berpikir, dan kekompakkan tim, membawa tim FF Gaming masuk ke final. Sayang, final turnamen antara tim gamer perempuan tersebut dianggap kurang menarik dan belum pantas mendapatkan panggung besar di event tersebut dibandingkan dengan pertandingan yang diisi oleh gamer laki-laki.
ADVERTISEMENT
FF Gaming dan tim lawan, diminta untuk mengalah dan bermain di belakang panggung. Pada akhirnya, Victoria dan timnya berhasil membawa pulang medali emas dan mengharumkan bangsa Indonesia.
"Ternyata kita mainnya di backstage. Padahal pas kita lihat di stage atas yang main itu cuma dua orang (laki-laki). Satu lawan satu," ungkap Victoria, yang juga merupakan guru taman kanak-kanak. "Sakit sih kalau diingat-ingat."
eSports untuk perempuan
Beberapa tahun belakangan, industri eSports di Indonesia berkembang cukup pesat, tetapi atmosfernya dirasa masih didominasi oleh laki-laki mengingat turnamen untuk perempuan tidak sebanyak untuk laki-laki. Dalam posisi ini, manajemen tim eSports cewek harus mencari turnamen lain yang memberi kesempatan pada perempuan.
Sangat terbuka kemungkinan turnamen eSports untuk perempuan bisa jadi bakal tumbuh seiring dengan bertambahnya jumlah gamer perempuan, karena saat ini jumlahnya tidak terpaut jauh. Lembaga riset industri game Newzoo, mencatat populasi gamer di Indonesia memang masih didominasi kaum laki-laki sebanyak 56 persen, dan perempuan sebesar 44 persen.
ADVERTISEMENT
Tanda-tanda baik itu telah diperlihatkan dengan mulai bermunculannya tim eSports khusus cewek yang dibentuk oleh tim eSports besar, seperti EVOS yang punya Galaxy Sades di divisi Point Blank, kemudian Belletron yang merupakan divisi perempuan dari Bigetron, serta Louvre Angels, divisi perempuan Mobile Legends dari tim Louvre.
Clarissa "Clarri", manajer dari tim FF Gaming, berpendapat, segala sepak terjang para gamer cewek di industri game Indonesia saat ini telah mendorong keikutsertaan perempuan di industri sehingga lebih dipandang dan diakui. Beberapa dari mereka telah berhasil memperluas profesi bukan cuma menjadi player, tetapi juga menjajal peran lain sebagai live streaming atau kreator konten, bahkan sampai shoutcaster (caster) yang mengomentari jalannya pertandingan eSports.
Ridha Audrey sendiri, sang pendiri FF Gaming, merupakan salah satu kreator konten di YouTube dengan subscriber yang cukup banyak, sekitar 514 ribu.
ADVERTISEMENT
"Karena sekarang zamannya streaming, ya, itu banyak gamer cewek yang streaming dan memang kelihatan jago. Itu mulai mengubah stigma perempuan juga bisa main game bahkan setara dengan cowok-cowok," katanya, saat ditemuai kumparan di markas FF Gaming di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.
Sejumlah merek besar mulai menggelontorkan uangnya untuk mendukung tim eSports cewek. FF Gaming saat ini mendapat sponsor dari sejumlah merek besar, seperti platform live streaming game Nimo TV, kemudian ada produsen laptop dan monitor Asus ROG, serta produsen hardware komputer Cooler Master. Manajemen FF Gaming juga menjual merchandise untuk menambah pendapatan.