Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Cegah Overtourism, Pendaki Gunung Fuji di Jepang Kini Harus Bayar Rp 210 Ribu
8 Maret 2024 15:15 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Pemerintah Jepang kini tengah melakukan berbagai cara untuk mencegah overtourism yang terjadi di salah satu wisata ikoniknya, yaitu Gunung Fuji . Kini, situs Warisan Dunia UNESCO ini menerapkan peraturan terbaru untuk para pendaki, guna menghindari kepadatan yang berlebihan.
ADVERTISEMENT
Dilansir CNN, Gunung Fuji kini semakin dipenuhi oleh para turis yang ingin mendaki gunung terindah di Jepang ini. Akibatnya, kemacetan lalu lintas di sepanjang jalur mendaki menjadi masalah yang kini harus dihadapi Pemerintah Jepang.
Tak hanya itu, semakin padatnya turis yang berkunjung juga membuat kaki Gunung Fuji dipenuhi oleh sampah. Para pendaki juga banyak yang mendapat sorotan, karena pakaian mereka yang tidak pantas. Bahkan, beberapa di antaranya mencoba mendaki Gunung Fuji menggunakan sandal, yang akhirnya mengganggu pariwisata di sana.
Untuk itulah, demi mengurangi kemacetan di gunung tersebut, Pemerintah Prefektur Yamanashi, yang mengelola Gunung Fuji, memutuskan untuk mengenakan biaya 2.000 yen atau sekitar Rp 210 ribu per pendaki.
"Dengan sangat mendukung langkah-langkah keselamatan komprehensif saat mendaki Gunung Fuji, kami akan memastikan bahwa Gunung Fuji, harta karun dunia, diwariskan kepada generasi mendatang," ujar Gubernur Prefektur Yamanashi, Koutaro Nagasaki.
ADVERTISEMENT
"Dalam rangka menghidupkan kembali pendakian tradisional dari kaki Gunung Fuji, kita akan memperoleh pemahaman mendetail tentang budaya Fuji-ko dan Oshi yang mendukung pemujaan Gunung Fuji. Kami ingin menghubungkan budaya-budaya tersebut dengan pendakian gunung ini, karena berakar pada nilai-nilai budaya agama," lanjutnya.
Di sisi lain, Toshiaki Kasai, dari Divisi Warisan Dunia Fuji di Prefektur Yamanashi, mengatakan bahwa prefektur setempat juga akan memberlakukan batasan harian sebanyak 4.000 pendaki.
Selain itu, akan ada pula pemandu baru yang mengatur keselamatan di sekitar jalan setapak menuju puncak Gunung Fuji. Mereka akan memberi tahu para pendaki jika ada yang melanggar etika di gunung, seperti tidur di pinggir jalan setapak, menyalakan api, atau mengenakan pakaian yang tidak sesuai.
ADVERTISEMENT
Meskipun Kasai tidak menggunakan istilah 'overtourism', namun dalam beberapa tahun terakhir terlihat jelas bahwa terlalu banyak pasang kaki yang menyebabkan masalah di gunung setinggi 3.776 meter tersebut.
Menurut data dari prefektur setempat, 5 juta orang mendaki Gunung Fuji pada 2019 lalu, meningkat 3 juta orang jika dibandingkan tahun 2012.
Sayangnya, meningkatnya pariwisata di Gunung Fuji tidak sebanding dengan banyaknya permasalahan yang kini dihadapi, seperti banyaknya sampah, peningkatan emisi CO2, dan banyaknya pendaki, serta pejalan kaki yang ceroboh.
Overtourism di Jepang
Pariwisata berlebihan atau overtourism kini menjadi masalah yang lebih besar di Jepang, sejak mereka membuka kembali perbatasannya yang sempat ditutup akibat pandemi COVID-19.
Di Kyoto misalnya, penduduk di kawasan bersejarah Gion telah menyatakan keprihatinan mereka terhadap turis yang datang ke sana untuk memotret. Tak jarang, ada pula turis yang melecehkan Geisha yang tinggal dan bekerja di sana, sehingga mendapat julukan 'Geisha paparazzi'.
ADVERTISEMENT
Meskipun pemerintah kota telah memasang tanda dan plakat yang meminta para turis atau pengunjung untuk tidak memotret Geisha, beberapa penduduk setempat mengatakan bahwa hal tersebut tidak cukup. Salah satu saran yang ditawarkan oleh dewan kota setempat adalah dengan mengeluarkan denda untuk turis atau pengunjung yang melanggar.