Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Melihat Industri Rumahan hingga Main Gamelan di Desa Wisata Candirejo
23 Juli 2022 19:58 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Beberapa dokar yang masing-masing berisi tiga peserta program familiarization trip (famtrip) atau perjalanan pengenalan ke Yogyakarta, Solo, dan Semarang melaju menyusuri jalan di Desa Wisata Candirejo , Magelang , Jawa Tengah, pada 20 Juli lalu.
ADVERTISEMENT
Sang kusir yang mengemudikan dokar membawa mereka menuju sejumlah industri rumahan di Desa Wisata Candirejo. Salah satunya adalah industri rumahan yang khusus membuat tas anyaman plastik.
Di bagian depan rumah tersebut terlihat spanduk bertuliskan Gempi Collection. Ketika para peserta mendekat, di dalam rumah itu ada seorang perempuan bernama Anis sedang membuat tas anyaman.
Jari jemari Anis begitu lincah saat menganyam. Di tengah aktivitasnya, ia sempat mengungkapkan alasan mengenai pemberian nama Gempi Collection. Rupanya, Gempi merupakan kependekan dari gemas pisan, yang dalam bahasa Indonesia berarti sangat menggemaskan.
Local guide, Rifa, mengatakan, produk yang dibuat oleh Anis adalah tas srengkot dengan berbagai model. “Produk-produk yang dibuat ada tas ala-ala Hermes lokal, tas srengkot yang model unyu-unyu, bahannya beda-beda juga,” ucapnya.
Rifa mengungkapkan, Anis sudah hampir tiga tahun menggeluti usaha membuat tas anyaman. Usaha tersebut dijalankan turun-temurun dari satu generasi ke generasi lainnya.
ADVERTISEMENT
“Ibunya Mbak Anis sampai sekarang masih membuat tas srengkot dan kawan-kawannya. Kemudian, ilmu itu diturunkan atau diwariskan kepada Mbak Anis,” tutur Rifa.
Sementara itu, Anis mengatakan, tas anyaman tersebut dipasarkan ke sejumlah daerah seperti Bali, Yogyakarta, Jakarta, dan Kalimantan. Adapun, tas tersebut dijual mulai dari Rp 6 ribu hingga Rp 150 ribu.
Setelah itu, para peserta diajak ke tempat pembuatan keripik tempe yang dimiliki oleh Yanti. Dalam membuat keripik tempe, Yanti menggunakan kayu bakar untuk mempertahankan cita rasa.
Suami Yanti, Nasrodin, mengatakan keripik tempe itu dijual ke warung-warung dan sejumlah pasar, salah satunya adalah Pasar Borobudur. Keripik tempe tersebut juga dijual di Semarang, Jawa Tengah.
“Kalau pas mau Lebaran sampai Temanggung, wilayah Magelang,” ujar Nasrodin.
ADVERTISEMENT
Nasrodin mulai memproduksi keripik tempe pada 2014. Dalam sehari, keripik tempe yang diproduksi sebanyak 15 hingga 20 kilogram. Keripik tempe tersebut, kata Nasrodin, dijual seharga Rp 50 ribu per satu kilogram.
Alasan Menggandeng Industri Rumahan untuk Paket Wisata di Desa Wisata Candirejo
Rifa mengungkapkan alasan industri rumahan digandeng dalam paket wisata di Desa Wisata Candirejo. Hal itu sebagai upaya untuk meningkatkan perekonomian warga.
“Kita gali potensinya. Aktivitas masyarakat kita kemas dalam bentuk paket wisata. Pelaku UMKM ada sistem donasi. Donasi berupa uang,” tutur Rifa.
Selain melihat industri rumahan, para peserta juga diajak untuk bermain gamelan. Saya sendiri sempat menjajal memainkannya. Meski agak keteteran untuk menyesuaikan ketukan, hal itu menjadi salah satu pengalaman menyenangkan karena bisa mencoba sesuatu yang baru.
Saat mengikuti tur di Desa Wisata Candirejo, para peserta famtrip juga diajak untuk melihat area pertemuan tiga sungai, yakni Sileng, Belan, dan Progo.
ADVERTISEMENT
“Sungai Sileng itu yang membelah Desa Wisata Candirejo jadi dua bagian, yakni area perbukitan Menoreh dan area datar,” kata Rifa.
Rifa mengatakan, masyarakat setempat memanfaatkan area di sekitar sungai untuk bercocok tanam. Ketika musim bercocok tanam usai, masyarakat menggunakan area itu untuk memanen pasir.
Selain itu, Rifa melanjutkan, masyarakat juga mencari ikan di area pertemuan tiga sungai. Jenis ikan yang ada di sungai tersebut adalah Beong.
Rifa menyatakan, mayoritas penduduk di Desa Wisata Candirejo merupakan petani. Karena itu, pada saat mengikuti tur di Desa Wisata Candirejo, para peserta famtrip juga diajak untuk melihat sistem perkebunan di sana.
"Kita tidak ada area persawahan, jadi kita menggunakan sistem tumpangsari. Di satu area untuk banyak tanaman. Hasil yang didapatkan lebih daripada hanya dengan sistem satu atau dua tanaman," tutur Rifa.
ADVERTISEMENT
Famtrip yang melibatkan sejumlah key opinion leader (KOL) dan media itu diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bekerja sama dengan Garuda Indonesia.
Ada beberapa pilihan paket bagi masyarakat yang ingin berwisata di Desa Wisata Candirejo. Untuk tur menggunakan dokar maupun sepeda dengan durasi dua jam, mereka harus merogoh kocek sebesar Rp 250 ribu. “Untuk tur buka setiap hari dengan minimal pemesanan dua orang,” ucap Rifa kepada kumparan, Sabtu (23/7).
Selain itu, ada kegiatan lain seperti trekking di Bukit Menoreh, cooking class, traditional dance, dan live in. Dalam paket live in, para wisatawan akan menginap di rumah penduduk. “Untuk traditional dance dan live in harus booking dulu,” ujar Rifa.
Ada hal menarik ketika para peserta famtrip akan mengikuti tur di Desa Wisata Candirejo. Mereka harus mengenakan iket. Rifa mengungkapkan alasannya.
ADVERTISEMENT
“Kalau zaman dulu iket sebagai penutup kepala, terutama untuk laki-laki, sebagai pelindung kepala pas di ladang. Kita pertahankan kebudayaan itu dikolaborasikan dengan pariwisata,” kata Rifa.
Bagi kamu yang berwisata ke suatu tempat, jangan lupa untuk tetap menjaga protokol kesehatan guna mengurangi penyebaran COVID-19. Bentuknya adalah dengan mengenakan masker ketika berada di tempat tertutup, mencuci tangan, dan menjaga jarak.
Kamu juga bisa cek akomodasi atau lokasi pariwisata yang sudah mengantongi sertifikasi CHSE (cleanliness, health, safety, environmental sustainability atau kebersihan, kesehatan, keselamatan, dan kelestarian lingkungan) untuk liburan yang lebih nyaman.