Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
“Ya Tuhan, aku tidak percaya bandara ini punya Butterfly Garden dan bioskop. JFK cuma punya salmonella dan keputusasaan.”
ADVERTISEMENT
Tidak mengherankan jika Rachel Chu, seorang Amerika, sampai mengucapkan itu ketika ia menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Bandara Changi dalam film Crazy Rich Asians yang fenomenal itu. Changi memang menawarkan banyak hal yang mungkin tidak lazim di bandara lain pada umumnya, termasuk taman-taman yang indah di tengah terminal.
Ketika Anda pertama kali datang ke Singapura, setidaknya ada tiga hal yang akan membuat Anda menyadari betapa berbedanya negeri ini: keteraturannya, kebersihannya, dan hijaunya. Apa yang ditampilkan Changi hanyalah secuil apa yang kemudian akan Anda saksikan langsung di kota ini — Singapura adalah salah satu kota terhijau di dunia, dengan pohon-pohon yang berjajar teratur di tengah dan pinggir jalanan, taman-taman kota di berbagai sudut kota, hingga hutan kota yang bisa dijangkau dengan mudah dari pusat kota.
ADVERTISEMENT
“Singapura membuat kami terkejut,” aku Justin dan Sarah Poitras, sepasang suami-istri asal New York yang telah bertualang ke berbagai belahan dunia dan mendokumentasikannya dalam blog mereka, Travel Breath Repeat.
“Yang paling kami suka dari Singapura adalah betapa banyaknya ruang terbuka hijau di seluruh kota. Arsitekturnya juga cukup spektakuler, dan kombinasi keduanya membuat kota ini cukup spesial.”
Rani, seorang pelancong asal Bogor yang kumparan (kumparan.com) temui di Marina Bay, juga mengakui hal itu. “Memang gokil sih. Kemarin gue juga sempet lihat ada gedung yang hampir seluruh permukaannya ketutup tanaman. Keren banget,” akunya.
“Dan Gardens by the Bay itu… enggak ada duanya, sih,” lanjutnya.
Bagi mereka yang belum pernah ke Singapura, pengakuan Justin dan Rani itu mungkin agak terdengar mengherankan. Negeri Singa ini memang lebih dikenal sebagai negara-kota sangat modern yang penuh dengan gedung-gedung bertingkat tinggi, dengan keajaiban-keajaiban arsitekturnya yang tersohor seperti Marina Bay Sands atau Esplanade Theater. Namun jika benar-benar menginjakkan kaki di Singapura, Anda akan menyadari bahwa apa yang dikatakan mereka bukan sesuatu yang berlebihan, bahkan meski Anda mungkin hanya berjalan-jalan di area downtown yang dipenuhi dengan banyak gedung-gedung bertingkat.
ADVERTISEMENT
Hijaunya Singapura inilah yang membuat kota ini cukup berbeda dibandingkan kota-kota besar lainnya di seluruh dunia. Ini pula yang membuat Singapura sampai disebut sebagai “City in a Garden” — sebuah kota yang berada di tengah-tengah taman besar. Dan semua itu tidak akan terjadi jika bukan karena Lee Kuan Yew, Perdana Menteri pertama dan terlama Singapura, yang membangun negara dan kota ini tidak hanya menjadi salah satu negara termaju di dunia, namun juga yang terhijau.
Mimpi Lee untuk Membuat Singapura Istimewa
Pohon Mempat (Cratoxylum formosum) yang ditanam Lee Kuan Yew di Farrer Circus pada 16 Juni 1963 bukan pohon sembarangan. Penanaman Mempat oleh sang Perdana Menteri Singapura saat itu menandai dimulainya penghijauan berskala nasional. Di hari itu Lee menanam benih yang buahnya berlipat ganda dan menyebar ke seantero Singapura; di hari itu Lee menanam nilai-nilai yang akarnya menancap dalam.
“Pasca kemerdekaan, saya mencari cara yang ampuh untuk membedakan kami dari negara-negara Dunia Ketiga lainnya,” tulis Lee dalam memoarnya, From Third World to First. “Saya memutuskan [caranya adalah] Singapura yang bersih dan hijau.”
ADVERTISEMENT
Demi mewujudkan impiannya, Lee tidak berhenti di Farrer Circus. Sang penggagas menanam sendiri pohon-pohonnya, bukan hanya menelurkan gagasan dan memulai pergerakan. Setiap tahun Lee menanam setidaknya satu pohon, dan pohon-pohon yang ditanamnya selalu memiliki nilai lebih.
Shawn Lum, pimpinan Nature Society dan dosen botani di National Institute of Education, berkata kepada AsiaOne, “Garden City bukan hanya teori. Tuan Lee punya banyak urusan tapi dia selalu meluangkan waktu untuk mengenal pohon-pohonnya, bahkan spesiesnya. Anda tidak bisa mengelabuinya.”
Satu per satu pohon pun tertancap di ruang publik Singapura. Per akhir 1970, jumlah pohon baru yang ditanam di banyak titik di Singapura mencapai 55 ribu; per 1974 jumlah itu menjadi 158 ribu; per 2014, 1,4 juta; dan sekarang, jumlah pohon urban Singapura sudah lebih dari 2 juta — itu yang di kota saja.
ADVERTISEMENT
Singapura tentu tidak berubah dari pulau tercemar menjadi salah satu kota paling hijau di dunia dalam semalam. Selimut hijau yang menutupi Singapura tidak jatuh dari langit, tetapi tumbuh sedikit demi-sedikit. Proses penghijauan ini berjalan dengan pasti selama puluhan tahun.
Tentunya, bukan perkara mudah mempertahankan momentum selama puluhan tahun. Kuncinya, dalam hal ini, ada di masyarakat. Warga Singapura berperan aktif dalam penghijauan kota mereka dengan tidak hanya menerima Garden City — yang kemudian berkembang menjadi City in a Garden — sebagai inisiatif pemerintah, tetapi juga bagian dari kehidupan mereka. Dan pemerintah memfasilitasi semuanya dengan baik.
Program Community in Bloom (CIB) mendorong masyarakat untuk berkebun di ruang publik. Tidak hanya membekali masyarakat dengan ruang, pemerintah melalui NParks juga memberi pelatihan dan tips bercocok tanam — termasuk cara menanam dan menumbuhkan tanaman penghasil bahan makanan. Jika luas dan jumlah taman bisa dijadikan acuan, CIB adalah sukses besar. Luas taman di Singapura per 1975 hanya 879 ha dan jumlahnya 13 taman; per Maret 2014, luas taman di Singapura sudah mencapai 9.709 ha dan jumlahnya menjadi 330 taman.
ADVERTISEMENT
Tentu saja Singapura tak akan berhenti di sini. City in a Garden adalah gagasan besar yang tentunya memakan waktu. Untuk itu Singapura telah memastikan bahwa benih penghijauan akan terus tumbuh dalam setiap individu di setiap generasi, salah satunya dengan cara memperkenalkan kebahagiaan bercocok tanam kepada anak-anak lewat program Every Child a Seed. Selimut hijau Singapura dipastikan akan terus bertambah luas.
Hutan Kota Sebagai Daya Tarik Pariwisata
“Untuk mengubah Singapura menjadi kota dengan tanaman hijau yang subur dan berlimpah serta lingkungan yang bersih demi membuat hidup lebih menyenangkan bagi masyarakat” adalah fondasi penghijauan yang digagas Lee Kuan Yew pada 1963. Namun selain itu, setiap pohon dan tanaman yang tumbuh di Singapura membawa nilai lebih. Kota yang tertata rapi serta bersih dan hijau, menurut Lee, akan menarik investor dan wisatawan asing. Dan Lee tidak salah.
ADVERTISEMENT
Pencinta alam tak punya alasan untuk menolak Singapura sebagai destinasi wisata karena berkat City in a Garden, negara-pulau ini bukan belantara beton semata. Di pulau utama saja wisatawan punya banyak pilihan. Southern Ridges — park connector sepanjang 10 km yang terletak di tengah kota — saja menghubungkan lima titik wisata alam: Mount Faber Park, Telok Blangah Hill Park, HortPark, Kent Ridge Park, dan Labrador Nature Reserve.
Secara keseluruhan, taman-taman dan cagar alam Singapura dihubungkan oleh park connectors sepanjang 313 km. Itu belum termasuk nature ways sepanjang 80 km dan cagar alam seluas 3.347 hektar. Hal ini membuat gagasan pergi ke Singapura untuk menikmati alam bukan sesuatu yang menggelikan — Anda memang benar-benar bisa menikmati alam di Singapura, dan Anda tidak akan bisa benar-benar menikmati semuanya hanya dalam waktu satu-dua hari.
ADVERTISEMENT
Apa yang bisa terjadi saat ini membuat yang dilakukan Lee berdekade-dekade lalu menjadi sangat berarti: selain memberikan kehidupan yang lebih baik bagi masyarakatnya, penghijauan yang digagas Lee membuat Singapura menjadi salah satu destinasi wisata yang tidak hanya begitu populer, tetapi juga begitu lengkap. Berkat Lee, Singapura tidak hanya menjadi destinasi wisata yang ditujukan bagi mereka yang ingin belanja, menikmati berbagai fasilitas negara maju, atau sekadar berfoto di lanskap-lanskap populer seperti Patung Merlion yang setiap harinya dijejali ribuan wisatawan itu - tetapi juga menjadi destinasi wisata hijau.
Terdengar aneh? Sama sekali tidak.
Jangan hanya melihat-lihat, jadilah Penjelajah