Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Hingga kini, ada begitu banyak masalah terkait kesejahteraan perempuan yang belum diselesaikan. Masih ada hal-hal yang perlu diperhatikan, bila kita memang ingin menjadikan perempuan Indonesia bisa menikmati kehidupan yang setara dan sejahtera.
Untuk menemukan penyelesaian bagi masalah tersebut, sudah banyak hal yang dilakukan oleh berbagai pihak. Salah satunya adalah forum Summit on Girls , yang diadakan oleh Yayasan Plan International Indonesia pada Selasa (10/12) di Balai Kartini, Jakarta. Lewat acara bertajuk ‘Getting Equal: Let’s Invest in Girls!’ ini, berbagai panel diskusi diadakan demi mencari langkah yang bisa dilakukan untuk memajukan kesejahteraan perempuan dimulai dari usia dini.
Dalam salah satu diskusi acara, sederet narasumber hadir membahas mengenai macam-macam tantangan yang dihadapi perempuan, termasuk soal memberikan kesempatan yang sama bagi perempuan di daerah pedalaman, pentingnya membuat kebijakan yang mendukung perempuan di tempat kerja, hingga perlunya segera mengesahkan RUU PKS (Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual). Secara umum, hal-hal ini dirasa sebagai masalah yang belum sepenuhnya terpecahkan di Indonesia.
Selain itu, Dini Widiastuti, Executive Director Plan Indonesia, secara khusus juga mengajak agar audiens mulai berinvestasi kepada anak-anak perempuan.
“Invest in girls itu bukan cuma dalam bentuk uang, walau itu juga penting. Tapi, juga investasi untuk mendengarkan mereka. Supaya mereka bisa claim the space,” ungkapnya.
Kemudian, Dini mengatakan bahwa upaya meningkatkan kesejahteraan perempuan merupakan pekerjaan rumah bersama. Berbagai pihak harus ikut turun tangan untuk mewujudkan hal ini dan memberikan anak-anak perempuan kesempatan hidup yang sama.
Diskusi tersebut melahirkan berbagai kesimpulan menarik, di antaranya adalah hal-hal yang dapat kita lakukan bersama untuk ikut membantu menyejahterakan perempuan.
1. Memberikan kesempatan yang sama bagi semua perempuan
Selama ini, jika membicarakan mengenai pemberdayaan dan kemajuan perempuan, kita mungkin hanya akan membahas soal perempuan yang berada di kota-kota besar. Perempuan yang berada di daerah, khususnya di desa atau di pedalaman, kerap hanya menjadi objek yang tidak terlibat langsung dalam pembuatan kebijakan.
Suci Apriani, Ketua Kelompok Perlindungan Anak Desa Lombok Barat, mengatakan bahwa perempuan di desa, dimulai dari kaum perempuan muda, juga perlu diajak untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan.
"Biarkan mereka (kaum muda, anak-anak) terlibat aktif. Jangan hanya sebagai objek, tapi libatkan mereka dalam pengambilan keputusan itu," ujarnya menegaskan.
Hal serupa juga dinyatakan oleh Dini Widiastuti, Executive Director Plan Indonesia. Dini menyoroti masalah yang dihadapi oleh perempuan desa. Misal, soal preferensi investasi orangtua. Masih cukup banyak orangtua di daerah yang lebih memilih untuk membiayai anak-anak laki-laki mereka, bukan anak-anak perempuan.
Menurutnya, dibutuhkan lebih banyak sorotan terhadap masalah perempuan di desa. Ia juga mendorong agar mereka bisa memiliki pendapatnya sendiri.
“Selama ini, pembangunan di desa lebih banyak buat infrastruktur. Kami meminta CSO (civil society organization) mendorong agar perempuan punya voice. Jadi bagaimana meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya suara perempuan,” sebut Dini.
2. Cegah pernikahan anak
Selain itu, kita perlu memastikan pernikahan anak tidak lagi terjadi. Setelah Undang-Undang Perkawinan disahkan pada September lalu, batas usia sah untuk menikah memang sudah ditingkatkan. Kini, baik laki-laki maupun perempuan baru boleh menikah setelah berusia minimal 19 tahun, setelah sebelumnya boleh menikah di usia 16 tahun (perempuan) dan 19 tahun (pria).
Mundurnya usia nikah ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kesejahteraan, termasuk dengan memberikan ruang bagi perempuan untuk mengejar pendidikan sebelum menikah. Namun, menurut Subandi, Deputi Menteri Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan BAPPENAS, masih dibutuhkan penerapan hukum yang lebih ketat lagi.
“Kami merasa, adanya UU ini baru menjadi langkah awal. (Dengan adanya peraturan ini), perkawinan ilegal itu akan jadi banyak,” tuturnya.
Menurut Subandi, pemerintah memang berusaha menegakkan peraturan tersebut. Namun, diperlukan pula pemahaman dari berbagai kalangan, termasuk tokoh agama maupun tokoh masyarakat untuk menegakkan peraturan itu. Selain itu, menurut Subandi, suara anak-anak juga ampuh dalam menentukan arah masa depan mereka sendiri.
3. Perhatikan kesehatan ibu dan anak
Selain itu, tak kalah penting untuk memperhatikan kesehatan perempuan, termasuk ibu dan anak. Sebab, menurut Subandi, hingga kini kematian ibu dan stunting pada anak-anak masih banyak terjadi.
“Terlihat bahwa tingkat kematian ibu masih tinggi, berarti ada yang salah dengan pelayanan kesehatan kita. Selain itu, kasus stunting juga masih tinggi, yaitu sebesar 27 persen,” tuturnya.
Menurut Subandi, stunting menandakan ibu yang kurang sehat, bahkan sejak mereka masih remaja. Ia juga menyampaikan bahwa taraf kesehatan ini perlu ditingkatkan. Sebab, dengan menjadi sehat, maka seorang ibu akan bisa jadi produktif.
4. Saling mendukung di tempat kerja
Tak bisa dipungkiri, masih ada banyak tantangan yang dihadapi perempuan di tempat kerja. Tidak hanya soal ketidaksetaraan upah, ada pula tantangan berupa kebijakan dan kondisi yang tidak berpihak pada perempuan di tempat kerja.
Suzy Hutomo, Co-Founder sekaligus Executive Chairwoman The Body Shop di Indonesia, mengatakan bahwa perlu ada mentor yang bisa membantu mengarahkan karier perempuan, terutama pada masa yang dianggap rentan dalam karier.
"Saat seorang perempuan menjadi karyawan, junior manager, atau manager, perempuan juga biasanya akan menikah. Di saat seperti itu, mereka rentan untuk drop out," ungkapnya.
Sehingga, menurut Suzy, diperlukan mentor yang bisa membantu para perempuan melewati masa-masa itu. Khususnya, mentor yang juga perempuan dan telah mengalami masalah serupa, sehingga bisa memberikan support karier dan membantu keluar dari masalah.
Selain itu, perusahaan juga bisa mendukung perempuan dengan menyediakan fasilitas dan fleksibilitas. Misal, seperti yang dilakukan oleh The Body Shop Indonesia. Suzy mengatakan, di kantor utama The Body Shop Indonesia, terdapat ruang laktasi yang bagus bagi para ibu menyusui. Perusahaannya juga membuka kesempatan bekerja fleksibel, misalnya pada lebaran, saat perempuan harus mengurus pekerjaan sekaligus keluarganya.
“Saat lebaran, pasti ibu-ibu itu susah. Itulah saatnya kami mengadakan bring your child to work,” ungkap Suzy.
5. Mendorong pengesahan RUU PKS
Terakhir, yang tak kalah penting adalah mendukung agar RUU PKS (Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual) segera disahkan. Hal ini dikatakan oleh Hannah Al Rashid, aktris sekaligus Duta Besar SDG 5 di Indonesia.
Hannah mengatakan, pada dasarnya, kekerasan terjadi pada laki-laki dan perempuan. Namun, secara garis besar, hal ini lebih banyak terjadi pada perempuan.
"Satu dari 3 perempuan mengalami kekerasan. Itu banyak. Bila diibaratkan, kalau di rumah ada tiga orang perempuan, berarti satu di antara kita pernah mengalami kekerasan seksual," tuturnya.
Ia juga mengajak agar para perempuan dan juga laki-laki untuk bekerja sama menghentikan pelecehan seksual. Secara khusus, dia juga mendorong agar pemerintah segera mengesahkan RUU PKS.
"Selama RUU PKS tidak disahkan, pemerintah gagal melindungi perempuan," tegasnya.