Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Anya Taylor-Joy Dikritik, Busananya di Premiere Film Dune Disebut Mirip Hijab
20 Februari 2024 19:30 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Penampilan para cast film Dune : Part Two di world premiere di London, Kamis (15/2), sukses menarik perhatian publik. Dari Zendaya yang hadir dalam balutan kostum robot dari brand Mugler, hingga Anya Taylor-Joy mengenakan gaun berleher rendah (plunge neck) yang dilengkapi dengan tudung kepala atau veil.
ADVERTISEMENT
Di momen tersebut, gaun yang dikenakan oleh Anya Taylor-Joy adalah lansiran Dior Haute Couture rancangan Maria Grazia Chiuri. Dikutip dari Daily Mail, gaun custom itu terinspirasi dari tampilan gaun pengantin ‘hyménéé’ dari koleksi musim Spring Dior tahun 1961.
Veil yang dipakai oleh Anya Taylor-Joy menutupi kepalanya, hanya menampilkan rambut di bagian depan dan wajah Anya. Tudung kepala dari bahan organdi itu berpotongan high-low, menjuntai hingga kaki di bagian belakang dan pinggang di bagian depan.
Namun, penampilan Anya Taylor-Joy itu justru mendapatkan kritik keras dari netizen. Sebab, dilansir Independent, veil tersebut terlihat sangat mirip dengan hijab dan burka yang dikenakan oleh banyak perempuan Muslim.
Memang, ada apa dengan penampilan tertutup Anya Taylor-Joy? Menurut The Slow Factory, organisasi nonprofit yang berfokus pada isu perubahan iklim dan HAM, momen fashionable Anya disebut sebagai “kemunafikan orang-orang Barat dan hubungan mereka dengan fashion modest, terutama fashion perempuan Muslim.”
ADVERTISEMENT
Dalam unggahan di Instagram @theslowfactory, mereka menunjukkan dua foto, yakni foto Anya Taylor-Joy dalam balutan veil putih dan foto seorang perempuan Muslim di Prancis yang mengenakan hijab.
“Di satu sisi, kita melihat aktris Anya Taylor-Joy mengenakan busana vintage Dior, yang desainnya terinspirasi dari fashion Muslim, sebuah kerudung yang menutupi rambut dan tubuhnya,” tulis The Slow Factory.
“Di sisi lain, kita melihat foto ikonis dari seorang perempuan Muslim mengenakan baju pink dengan hijab putih dan sepatu sneakers, berjalan di jalanan di Paris. Sebuah foto dan momen yang menandai larangan pemakaian hijab dan menutup wajah di Prancis. Mengatur kebijakan atas tubuh perempuan, sembari meyakini bahwa mereka adalah negara yang mempromosikan kesetaraan untuk semua,” lanjut mereka.
ADVERTISEMENT
Dalam kata lain, The Slow Factory dan para netizen menyebut bahwa ketika perempuan-perempuan Barat mengenakan busana tertutup layaknya hijab, mereka mendapatkan pujian. Sementara itu, ketika perempuan Muslim mengenakan baju modest dan menutupi tubuh mereka, itu adalah sesuatu yang dilarang.
“Kapankah situasinya akan dianggap berterima ketika perempuan mengenakan busana tradisional mereka, dan kapankah hal tersebut dilabeli sebagai ‘terorisme’ dan dilarang, kemudian menyatakan perang terhadap itu?” tegas The Slow Factory.
Seorang netizen di platform X (dulu Twitter) bahkan menyebut Anya Taylor-Joy sedang melakukan cosplay sebagai perempuan Muslim.
“Orang kulit putih cosplay sebagai perempuan Muslim, tetapi tidak pernah membuka suara soal mereka. Ya, Anya Taylor-Joy, saya berbicara pada Anda,” tulis seorang pengguna X.
ADVERTISEMENT
“Ketika Anya Taylor-Joy mengenakan ‘burqa’, itu adalah hal yang biasa-biasa saja. Namun, ketika perempuan Muslim melakukannya…” tulis pengguna lainnya.
Diskriminasi terhadap perempuan berhijab di Barat
Perempuan Muslim yang berhijab sudah lama mengalami diskriminasi akibat hijab yang mereka kenakan. Dikutip dari American Civil Liberties Union (ACLU), banyak perempuan yang tidak bisa leluasa mengenakan hijab. Bahkan, mereka dilarang untuk memakai hijab di sejumlah ruang publik.
Dikutip dari Arab News, pada momen World Hijab Day (WHD) 2023, panitia WHD menyebut bahwa diskriminasi terhadap perempuan berhijab di Barat tengah berada di level tertinggi.
“Perempuan Muslim ditekan untuk melepas hijab mereka untuk ‘menunjukkan solidaritas’ dan membuat pernyataan politis, sementara di belahan negara lain menyusun legislasi yang mencegah perempuan berpartisipasi dalam masyarakat,” ucap WHD.
ADVERTISEMENT
WHD menyebut, iklim politik dunia saat ini menyebabkan banyak orang yang memandang hijab sebagai senjata opresi terhadap perempuan.
“Akibat dari iklim saat ini, perempuan Muslim berhijab digambarkan sebagai perempuan yang diopresi, submisif, dan mundur, dan hijab digunakan sebagai alasan atas diskriminasi dan kekerasan terhadap mereka. Ini bisa berujung pada kurangnya pemahaman dan empati terhadap perempuan Muslim, dan ini bisa membuat para perempuan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dalam masyarakat dan mengakses kesempatan,” jelas WHD, dikutip dari Arab News.
Dikutip dari laporan ACLU, salah satu penyebab dari diskriminasi terhadap perempuan berhijab adalah tragedi 9/11 (September 11th) tahun 2001. Serangan teroris yang dilakukan oleh kelompok militan Al-Qaeda di Amerika Serikat itu menewaskan hampir 3 ribu orang.
ADVERTISEMENT