Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Cerita Laninka Siamiyono Soal Persepsi Orang Terhadap Penyandang Disabilitas
18 Maret 2021 11:13 WIB
ADVERTISEMENT
Founder komunitas Lipstick untuk Difabel, Laninka Siamiyono , tahu betul bagaimana rasanya menjadi penyandang disabilitas di Indonesia. Perempuan 30 tahun ini awalnya bukanlah terlahir sebagai penyandang disabilitas. Laninka kecil tumbuh dengan sangat aktif, berbagai olahraga ditekuninya, termasuk juga berenang dan main basket. Namun pada kelas 6 SD, ia jatuh sakit hingga berbulan-bulan lamanya.
ADVERTISEMENT
Kedua orang tuanya sudah membawanya ke berbagai rumah sakit namun tak ada diagnosis yang tepat. Hingga akhirnya, barulah ketahuan bahwa Laninka sebenarnya terkena penyakit auto imun rheumatoid arthritis (RA). Penyakit ini adalah peradangan sendi akibat sistem kekebalan tubuh yang menyerang jaringan hingga menimbulkan nyeri sendiri, bengkak, dan sendi terasa kaku. Sejak saat itulah, Laninka tidak bisa berjalan dan harus memberhentikan semua aktivitasnya. Ia juga memutuskan untuk tidak sekolah demi fokus menjalani terapi.
“Karena penyakit ini, aku jadi minder dan merasa bahwa ini bukan hidupku. Aku menjauhi semua orang selama 10 tahun karena aku nggak suka dilihat dengan tatapan kasihan. Tapi selama 10 tahun itu, aku justru merasa capek sama diri sendiri dan ingin berubah,” cerita Laninka pada kumparanWOMAN untuk program spesial The Future Makers , beberapa tahun lalu.
ADVERTISEMENT
Hampir 10 tahun Laninka menutup diri dan tak ingin bertemu dengan siapa-siapa. Salah satu sebabnya adalah ia tak suka diperhatikan dan dijadikan konsumsi publik. Belum lagi, ia juga kerap mendapatkan perlakuan yang kurang menyenangkan sebagai penyandang disabilitas.
"Aku tinggal sendiri di apartemen, begitu mau masuk ke dalam lift tiba-tiba security samper aku dan minta aku untuk naik lift barang karena kursi roda adalah bagian dari barang. Tapi, kan ada aku yang duduk di atasnya dan aku bukan barang. Itu sih salah satu hal diskriminasi yang paling menjengkelkan kalau diingat," ujar Laninka menggebu-gebu.
Merasa kesal diperlakukan seperti itu, Laninka berusaha membicarakan hal ini baik-baik dengan petugas security. Ia tak ingin diperlakukan begitu saja karena ia merasa dirinya berhak dan layak diperlakukan seperti orang lain yang bisa berjalan.
ADVERTISEMENT
"Aku selalu bilang ke diriku sendiri, nggak akan ada orang yang bisa bela kita kecuali diri kita sendiri. Jadi aku tetap masuk lift dan setelah itu sih baik-baik saja, tapi pengalaman ini berkesan banget," lanjutnya.
Selain itu, sebagai penyandang disabilitas Laninka juga kerap tak terima bila ada yang bertanya kepadanya tanpa etika. Pernah suatu waktu, ia ditanya oleh orang yang tak dikenal tanpa sopan santun. Awalnya, Laninka sempat jengkel karena merasa direndahkan. Namun kini, ia berusaha lebih lapang dada dalam menghadapi komentar usil.
"Ada yang pernah tanya ke aku tanpa say hi atau kenalan dulu, dia tanya 'kenapa, kok pake kursi roda?' dengan nada yang kurang sopan. Orang kalau menyapa orang lain aja ada perkenalan diri, ini bertanya hal pribadi tapi tidak ada sopan santun. Aku jengkel sih, tapi sekarang sudah lebih santai aja. Kadang aku suka jawab 'nggak apa-apa iseng aja (pakai kursi roda)'," kata perempuan yang hobi masak ini.
ADVERTISEMENT
Lawan rasa insecure dengan mendirikan komunitas Lipstick untuk Difabel
Menghadapi kenyataan bahwa ia harus duduk di kursi roda seumur hidup terkadang membuat Laninka down. Dari situlah ia merasa insecure dengan dirinya sendiri. Namun, perempuan yang biasa disapa Ninka ini bisa mengatasi rasa insecure itu melalui sesuatu hal yang menjadi minatnya, yaitu makeup.
Meski gerak tubuhnya terbatas, Laninka sangat senang bermain makeup. Baginya, menggunakan makeup bisa menambah kepercayaan dirinya dan memberikan energi positif.
"Aku pakai makeup bukan karena aku merasa cantik, tetapi ada something healing saat pakai makeup yang mana aku merasa tidak perlu ke psikolog untuk self-healing. Kesadaran untuk berubah agar nggak jadi insecure lagi tuh besar banget. Aku sadar, nggak akan pernah ada orang yang bisa mengubah diri sendiri kecuali ya kita sendiri. Dan aku juga ingin bermanfaat untuk diriku sendiri," imbuh Laninka lagi.
ADVERTISEMENT
Karena hobinya bermain makeup pula, Laninka mendirikan komunitas Lipstick untuk Difabel (LUD) pada 2018 lalu. Komunitas ini memiliki tujuan ingin memberikan pemahaman sekaligus kesadaran kepada para perempuan penyandang disabilitas bahwa mereka bisa menjadi seorang perempuan yang cantik dan percaya diri, serta bangga terhadap dirinya sendiri terlepas dari bagaimanapun kondisi fisik yang dialaminya.
Dibantu oleh sahabatnya, Fina, Lipstick untuk Difabel awalnya dikhususkan untuk perempuan dan kaum disabilitas. Namun seiring berjalannya waktu, LUD berkembang mencapai perempuan non-disabilitas karena ia ingin mengangkat kesetaraan perempuan. Menurut Laninka, isu disabilitas ini merupakan isu yang masih cukup sensitif untuk dibahas agar tidak menyinggung penyandang disabilitas lainnya, termasuk juga orang tua yang memiliki anak dengan penyandang disabilitas.
ADVERTISEMENT
Pada 2019 lalu, Laninka sukses mengumpulkan 2.000 lipstik yang dibagikan untuk perempuan disable di seluruh Indonesia. Ia juga mengadakan kelas makeup untuk penyandang disabilitas tunadaksa, tunarungu dan tunanetra.
“Dengan adanya Lipstik untuk Difabel, aku harap orang-orang sadar kalau dunia disabilitas itu ada. Mereka perlu suatu hal yang memang setara dan haknya harus terpenuhi dengan baik. Stigma disabilitas di Indonesia itu masih dipandang belas kasih dan kasihan, aku tidak mau seperti itu. Makanya, aku jadikan Lipstick untuk Difabel sebagai tempat sosialisasi dan edukasi tentang penyandang disabilitas ,” tutup Laninka mengakhiri perbincangan.
---
Simak kisah inspiratif dari The Future Makers dan artikel menarik lainnya dalam rangkaian program Women's Week 2021.