Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dicetak dalam tiga bahasa: Prancis, Inggris dan Indonesia, buku perjalanan setebal 160 halaman ini dicetak secara terbatas hanya 1.000 eksemplar dan dijual di butik Louis Vuitton di seluruh dunia.
Untuk Indonesia, Louis Vuitton menunjuk ATAK, nama samaran seniman asal Jerman Georg Barber. Ia menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di Indonesia dan terpukau dengan pemandangan alam yang hijau. "Saat tiba di Sulawesi, kami merasa seperti sedang berada di film Avatar yang pertama," katanya.
Bersama istri dan anaknya yang berusia enam tahun, ia menjelajah kepulauan Indonesia. Apa yang terlihat, tercium, terasa, dan semua yang tertangkap indra, ia tuangkan ke dalam karya-karya yang kaya akan warna. Hijaunya sawah, rimbunnya pepohonan, candi dan rumah ibadah, serta panen yang berlimpah tergambar dengan warna-warni kontras bak di negeri dongeng.
Sosok Seniman ATAK asal Jerman
ADVERTISEMENT
ATAK dikenal sebagai seniman dengan beragam talenta. Ia seorang desainer grafis, komikus, ilustrator buku anak. Lahir di Jerman Timur, di masa kecil ia banyak membaca buku-buku cerita Ceko, Polandia, Amerika, dan Belgia.
Sejak kecil ia selalu ingin menjadi seorang ilustrator. Setelah Tembok Berlin runtuh, komik mendapat dimensi baru. Setiap minggu kartun dan ilustrasinya ditampilkan pertama kali di harian Berliner Zeitung dan kemudian harian Die Zeit.
Nama alias ATAK ia ambil dari grup punk remajanya dengan alasan mudah diingat dan dijadikan grafiti. Kepiawaiannya sebagai seniman terus berkibar ke manca negara. ATAK dikenal di Prancis melalui kisah filosofis Comment la mort est revenue à la vie (Thierry Magnier, 2007), yang narasinya ditulis oleh Muriel Bloch, lalu publikasi sastra seperti Dans un jardin (Thierry Magnier, 2015), serta karya terbarunya berupa buku ilustrasi eksentrik berjudul Pirates bric‑à‑brac (Thierry Magnier, 2022).
ADVERTISEMENT
Louis Vuitton juga luncurkan travel book seri Amsterdam
Ilustrator yang karya-karyanya dimuat di Newsweek, The New York Times, The Guardian, dan Le Point ini datang ke Amsterdam dan menyusuri kota tanpa rencana. “Visi saya didorong oleh hubungan emosional. Agar sebuah adegan bisa menjadi sebuah gambar, ia harus memiliki kualitas yang dapat berbicara kepada saya,” kata seniman asal kota Lille ini.
Koleksi buku perjalanan Louis Vuitton membebaskan seniman-seniman yang terlibat untuk menuangkan emosi dan rasa ketika merambah ke tanah baru. Entah itu kota, desa atau alam liar, tampil ke berbagai macam sentuhan artistik. Keragaman yang terwujud pada gambar, lukisan, kolase, seni kontemporer, ilustrasi, kartun, dan manga, mencerminkan betapa luas, dalam, dan jamak dunia estetika di jagat ini.
ADVERTISEMENT
Keindahan seni dan semangat perjalanan memanglah tidak dapat terlepas dari rumah mode Louis Vuitton. Nama yang berawal sebagai pembuat koper-koper bepergian ini begitu setia dengan sejarahnya. Setelah menjadi label mewah terbesar di dunia, kata travel tetap jadi urat nadi yang tak terpisahkan.
Louis Vuitton menganggap perjalanan sebagai seni, dan seni memiliki naluri untuk tak pernah diam di tempat. Ia menjelajah, bepergian, dan hanyut dalam perjalanan-perjalanan.
Penulis: Rifina Marie