Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Inspiring Hijabers: Cara Raden Prisya Memaknai Hijab di Era Modern
29 April 2022 8:50 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Bila sering menggunakan media sosial dan tertarik pada isu kesehatan mental , kamu pasti tidak asing lagi dengan Raden Prisya. Sebagai seorang mindfulness and well-being coach, Raden Prisya atau yang akrab disapa Pi, kerap membagikan konten seputar mindfulness, pengembangan diri, dan lainnya.
ADVERTISEMENT
Dalam kesehariannya, Pi juga mengadakan kelas mindfulness and well-being dengan kliennya secara personal, atau berkolaborasi dengan komunitas. Perjalanan awal dirinya menekuni profesi ini juga cukup unik, yakni bermula dari pengalaman baby blues syndrome alias sindrom yang menyebabkan perubahan suasana hati pada seorang ibu setelah melahirkan.
Sebelumnya, Pi banyak berkecimpung di dunia fashion. Ia bahkan sempat bekerja sebagai fashion editor di salah satu majalah gaya hidup di Indonesia. Bahkan, kalau mau ditelisik ke belakang, Pi juga sudah sempat menjadi guru TK, menjadi dosen, dan sempat memproduksi baju.
Di tengah kariernya sebagai fashion editor, ia hamil dan mengalami mual yang cukup hebat. Setelah memutuskan resign dan melahirkan anak pertama, Pi pun mengalami baby blues syndrome.
ADVERTISEMENT
“Dulu tuh pernah baby blues sampai menuju ke depresi,” ujar Pi dalam wawancara khusus dengan kumparanWOMAN secara online, beberapa waktu lalu.
Dari sinilah, Pi banyak berkutat dengan proses healing. Ia melakukan proses pencarian ke dalam diri sendiri sampai akhirnya ia menemukan metode healing yang pas untuknya. Proses healing pula yang membantunya menemukan profesi yang membuatnya bergairah dalam menjalaninya, yaitu mindfulness and well-being coach.
“Jadi dari tahun 2016, aku udah ikut kelas meditasi, dan aku juga ikut kelas-kelas mindfulness. Aku juga banyak baca buku. And the end of the day yang membuat aku passionate adalah healing proses itu sendiri,” ungkap Pi.
Memaknai hijab di zaman yang kian modern
Sebagai perempuan berhijab, Pi mengatakan tidak ada tantangan yang menghadang dalam menjalani profesinya. Ia juga kerap berpartisipasi dalam berbagai acara dengan partisipan dari berbagai latar belakang kepercayaan, sehingga ia merasa lingkungannya sangat terbuka dan suportif.
ADVERTISEMENT
“Alhamdulillah lingkungan aku sangat open dan supportive. Jadi tidak ada tantangan yang berasal dari hijab ,” tutur Pi.
Namun saat menjalani profesi sebagai fashion editor dan memutuskan hendak berhijab, Pi mengaku menemukan tantangan tersendiri. Ia mengatakan, “Jadi transisi antara fashion yang tidak berhijab dan berhijab itu agak menantang buat aku. Tidak serta merta aku langsung bisa memahami cara berpakaian hijab seperti apa. Jadi aku butuh waktu di situ.”
Pada akhirnya, ia pun semakin nyaman menggunakan hijab. Kini, Pi yang juga sedang bersekolah lagi di luar negeri secara online menjadi satu-satunya perempuan yang berhijab di kelasnya. Namun, hal itu tidak membuatnya merasa dikucilkan.
“Di awal memang ada perasaan ‘Gimana, ya, mereka melihat orang berhijab?’ Tetapi makin ke sini, aku melihat sekolah itu kan ada kerja kelompok, jadi aku ada banyak interaksi sama teman-teman, dan tidak ada yang menganggap ini (hijab) aneh. Dan guruku sendiri juga menghargai,” ungkap Pi.
ADVERTISEMENT
Di era modern seperti sekarang, Pi menegaskan bahwa hijab berperan penting untuk selalu mengingatkannya kepada Sang Pencipta. “Manusia itu kan sangat butuh identitas, sesuatu untuk menjadi tempat bersandar, dan dengan berhijab ini, aku merasakan constant protection dari Sang Pencipta,” ungkap Pi.
Ketika ditanya soal gaya berhijab sehari-hari, Pi mengatakan lebih nyaman mengenakan hijab yang menutupi dada. Ia mengaku tidak bisa menggunakan hijab yang di-styling. “Aku sukanya dengan cara yang simpel aja dan harus menutup dada dan bahannya harus lemes,” tutup Pi.