Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kisah Inspiratif dr Davrina Rianda, Peneliti & Pendiri LabPintar
28 April 2022 13:54 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
Di masa sekarang, perempuan sudah bebas menentukan nasib dan perannya masing-masing di masyarakat. Ada yang memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga, menjadi perempuan karier, atau bahkan keduanya, alias multiperan. Jalan itulah yang diambil oleh seorang dokter peneliti, dr Davrina Rianda.
ADVERTISEMENT
dr Davrina merupakan seorang perempuan karier yang berprofesi dalam dunia sains dan kedokteran. Saat ini, ia bekerja sebagai peneliti di Human Nutrition Research Centre (HNRC), Institut Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), dengan fokus pada kesehatan gizi ibu dan anak. Davrina juga merupakan pendiri dari sebuah platform edukasi pengasuhan anak berbasis ilmiah untuk para orang tua, LabPintar.
Muslimah berdaya lulusan FKUI ini pun akan segera melanjutkan pendidikan S3 di University of California, Davis (UC Davis) di Amerika Serikat pada penghujung tahun ini. Dan di atas semua itu, Davrina merupakan seorang istri dan ibu dua anak balita.
Memegang seluruh peranan penting di satu waktu yang bersamaan cukup bisa membuat seseorang menelan ludah. Menjadi seorang perempuan multiperan, yaitu sebagai istri, ibu, dan perempuan karier merupakan hal yang menantang untuk dilakukan. Namun, Davrina berhasil menemukan keseimbangan di antara ketiganya—meskipun dengan berbagai tantangan yang mengekor.
ADVERTISEMENT
Tantangan sebagai seorang peneliti sekaligus ibu dan istri
Kepada kumparanWOMAN, Davrina tak hanya menceritakan kisah suksesnya menjadi seseorang yang berkontribusi kepada masyarakat lewat sains. Ia turut membagikan hambatan dan tantangan yang ia hadapi, yang ternyata justru sebagian besar datang dari faktor internal: self-doubt, alias meragukan diri sendiri.
“Part of nature-nya perempuan mungkin yang suka doubting, meragukan [diri sendiri]. Kalau misal, mau ambil langkah, perlu perhitungan. Jadi, contohnya mau S3 ini, saya agak maju mundur, apalagi di luar negeri. Saya mikir, apa enggak usah aja? Pertimbangan untuk keraguannya adalah ‘Bisa enggak, ya, saya menjalankan studi itu?’ Berkarierlah, apa pun itu, tapi [saya] enggak pengin [pengasuhan terhadap] anak saya enggak optimal,” ungkap Davrina dalam wawancara bersama kumparanWOMAN untuk program Inspiring Hijabers.
Namun, seluruh keraguan internal yang Davrina rasakan mampu ditepis lewat komunikasi dengan suami. Suami yang suportif menjadi penyokong Davrina dalam meyakini bahwa dirinya bisa menjalani kehidupannya sebagai istri, ibu, dan perempuan karier.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ucapan-ucapan kurang mengenakkan dari orang lain mengenai perannya sebagai perempuan multiperan juga beberapa kali mengusik dirinya. “Ada, sih, pastinya. Misalnya, ada misalnya kayak omongan—tapi saya tipenya nggak mikirin sih—misalnya pernah dibilang, dipertanyakan, ‘Bisa enggak nanti ASI eksklusif tapi sambil kerja?’” ungkap Davrina.
Beruntung, ucapan tersebut tidak datang dari orang terdekat, melainkan mereka yang tidak mengetahui kehidupan Davrina dengan lekat. Davrina pun sudah memiliki jurus jitu untuk menangkal ucapan-ucapan tersebut.
“Justru yang begitu datangnya dari orang-orang yang tidak benar-benar tahu kesibukan kita. Mau menyalahkan orang seperti itu, tapi mereka tidak tahu kondisinya, apa yang sudah diusahakan [oleh kita]. Ya sudah, itu dianggap sebagai—kalau itu masukan, ya, kita ambil, kalau enggak, ya sudah, enggak usah diambil hati.”
Panggilan hati, daya dorong kuat dr Davrina Rianda
Menurut Davrina, ketika amanah sebagai seorang ibu dan istri itu tiba, pilihan untuk menjadi Muslimah yang mengabdi terhadap masyarakat merupakan keputusan opsional. Namun, jika hati sudah tergerak untuk menolong masyarakat, seperti yang dilakukan oleh Davrina, maka hal tersebut sudah menjadi calling atau panggilan hati.
ADVERTISEMENT
Perasaan ingin bisa menolong, berempati, merasakan betapa sedihnya jika seorang ibu tidak memiliki resource yang cukup dalam pola asuh anak mereka, menjadi daya dorong kuat Davrina untuk menjadi seorang perempuan yang berdaya.
“Saya terus gemas melihat ibu-ibu yang enggak dapat resource cukup untuk bisa pengasuhan [anak] optimal, atau ibu-ibu yang bekerja, tapi kebingungan mengasuh anaknya bagaimana. Itu jadi kegelisahan [saya] tersendiri. Jadi, menemukan panggilan hati untuk membantu orang lain, bisa membangun kegelisahan dalam diri kita, dan akan terus bekerja untuk menjadi solusi dari masalah itu,” jelas Davrina.
Keputusan Davrina untuk mendalami bidang kesehatan gizi ibu dan anak datang dari pengalaman pribadinya. Saat ia melahirkan anak pertamanya di 2016, bayinya lahir dalam kondisi berat badan lahir rendah (BBLR). Rasa sedih Davrina tak bisa terhindarkan; dirinya yang seorang tenaga kesehatan saja bisa mengalami seperti ini, bagaimana dengan ibu-ibu lainnya di luar sana yang tak punya latar belakang pendidikan kesehatan?
ADVERTISEMENT
Inilah yang menjadi motivasi Davrina untuk mendirikan platform LabPintar untuk menyajikan edukasi berbasis ilmiah bagi para orang tua. Dengan latar belakang dan aksesnya sebagai seorang peneliti, Davrina memilih untuk “menerjemahkan” sesuatu yang lebih ilmiah ke dalam bentuk yang mudah diterima masyarakat awam.
Lewat berbagai program talkshow virtual, hingga unggahan di Instagram @labpintar, Davrina memaparkan do’s dan don’ts terkait pengasuhan anak bagi orang tua di Indonesia.
“Bagi saya pribadi, ini [penelitian] membantu saya untuk menjadi orang tua. Saya, kan, juga orang tua dari dua anak, dan itu coba saya jembatani, kita bumikan keilmiahan tersebut menjadi sesuatu yang lebih awam dan bisa dicerna oleh para orang tua dan keluarga di Indonesia,” papar Davrina.
ADVERTISEMENT
“Harapannya, kan, kita jadi solusi. Bisa membantu orang lain, dan kalau dalam Islam, salah satu amalan yang disukai oleh Allah itu ketika kita mengangkat kesukaran dari diri orang lain. Jadi, harapannya bisa membantu orang lain,” imbuhnya.
Cara menemukan keseimbangan dalam kehidupan multiperan
Meskipun didukung oleh panggilan hati serta lingkungan yang suportif, Davrina tentu harus menemukan keseimbangan di hidupnya. Hal pertama yang Davrina terapkan adalah memiliki mindset yang goal-oriented (berorientasi pada tujuan), dan bukan tools-oriented (berorientasi pada cara dan alat).
“Misalnya, goals-nya tadi, untuk improvement kesehatan ibu dan anak. Tools-nya itu untuk kuliah, kerja, dan segala macam. Kalau kita orientasinya terhadap goals, kita enggak apa-apa ambil opsi yang mungkin paling visible, yang paling bisa dijalani untuk menyeimbangkan peran kita sebagai ibu,” jelas Davrina.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, seseorang yang goal-oriented dapat mencapai tujuannya lewat berbagai opsi yang tersedia. Contohnya, ia memilih untuk menjadi dokter peneliti ketimbang mengambil program Spesialis, karena ia tidak terlalu yakin dirinya mampu menyeimbangkan waktunya sebagai seorang ibu. Kendati demikian, tujuan Davrina pun tetap tercapai: Membantu edukasi kesehatan gizi ibu dan anak.
Manajemen waktu menjadi resep kedua Davrina dalam menciptakan keseimbangan dalam perannya sebagai ibu, istri, dan perempuan karier. Hal tersebut dia capai lewat time-consciousness atau kesadaran akan waktu: Selesaikan satu kegiatan sebelum berpindah ke kegiatan lainnya. Ketika mengurus anaknya, selesaikan terlebih dahulu dan jangan melakukan multitasking.
Terakhir, menurut Davrina, sebagai seorang Muslimah yang berdaya, segala yang ia lakukan harus didasari oleh rasa ingin menjalani amanah yang telah diberikan Allah swt dengan sebaik-baiknya.
ADVERTISEMENT
“Rasa ingin menjalani amanah dengan baik, dan kepengin disayang Allah. Harapannya, setiap waktu, harapannya enggak ada yang sia-sia dan bisa menjadi ladang untuk kita disayang oleh Allah,” ungkapnya.
“Dan terakhir adalah, sangat dibantu dan dimudahkan oleh Allah. Jadi, banyak doa saja, semoga Allah mudahkan semua urusan-urusan kita,” tutup Davrina.