Krisis Produk Menstruasi di Gaza, Perempuan Pakai Handuk Gantikan Pembalut

23 Januari 2024 16:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para perempuan Gaza yang tinggal di kamp pengungsi. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Para perempuan Gaza yang tinggal di kamp pengungsi. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
Serangan Israel di Gaza sudah berlangsung selama tiga bulan lamanya. Serangan yang terjadi mulai awal Oktober 2023 tersebut telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang memilukan di segala bidang, termasuk pada isu kebersihan menstruasi (menstrual hygiene) pada perempuan.
ADVERTISEMENT
Menurut UNRWA, badan UN yang menangani bantuan kemanusiaan untuk Palestina dan Gaza, sebanyak 1,7 juta warga Gaza tergusur dari rumah mereka akibat serangan yang bertubi-tubi. Ini menyebabkan mereka harus tinggal di kamp-kamp pengungsian, salah satunya yang berlokasi di Rafah, wilayah selatan Gaza.
Kehidupan di pengungsian memiliki tantangan tersendiri. Akses terhadap kebersihan dan sanitasi sangat sulit sehingga banyak perempuan yang menghadapi kesusahan saat menstruasi. Menurut United Nations Population Fund (UNFPA), diperkirakan ada 540 ribu perempuan dan anak perempuan di Gaza yang berada dalam usia reproduktif.
Para perempuan Gaza yang tinggal di kamp pengungsi. Foto: HAZEM BADER / AFP
Sulitnya akses kebersihan dan air bersih itu diperburuk dengan krisis produk menstruasi seperti pembalut, tampon, dan pil kontrasepsi yang bisa menunda menstruasi. Dikutip dari Sky News, seorang relawan dari organisasi bantuan kemanusiaan ActionAid, Riham Jafari, menjelaskan kondisi para perempuan Gaza saat ini.
ADVERTISEMENT
“Bayangkan, Anda harus melewati menstruasi tanpa produk menstruasi, tisu toilet atau sabun, dan tidak ada kesempatan untuk membersihkan dirimu. Ini adalah realita yang dihadapi ratusan ribu perempuan dan anak perempuan di Gaza saat ini,” ungkap Riham.
Kelangkaan pembalut bukan berarti sama sekali habis. Dilansir NPR, sejumlah apotek atau toko terkadang menjual pembalut jika tersedia, tetapi harganya lima hingga enam kali lipat lebih mahal daripada harga normal. Ini membuat para perempuan kesulitan untuk bisa membelinya.
Kondisi perempuan Gaza di tengah krisis kemanusiaan akibat serangan Israel. Foto: REUTERS/Ibraheem Abu Mustafa
Pada akhirnya, para perempuan Gaza harus mencari jalan lain untuk bisa menangani menstruasi mereka. Dikutip dari Sky News, mereka terpaksa menggunakan baju-baju lama, handuk yang dipotong, hingga robekan kain tenda untuk menggantikan pembalut.
Seorang relawan perempuan dari ActionAid yang namanya tidak disebut turut mengungkapkan pengalamannya menstruasi saat di Gaza. Ia mengatakan, ia tidak memiliki akses air bersih dan pembalut.
ADVERTISEMENT
“Tidak ada air yang tersedia untuk saya membersihkan diri saat menstruasi. Saya tidak memiliki pembalut untuk kebutuhanku sendiri,” kata relawan tersebut, sebagaimana dilansir Sky News.
Para perempuan Gaza yang tinggal di kamp pengungsi. Foto: SAID KHATIB / AFP
Penggunaan bahan-bahan yang tidak bersih sebagai pengganti pembalut bisa berbahaya bagi kesehatan. Penggunaan ini berisiko menyebabkan infeksi, infeksi saluran kemih, hingga sindrom syok toksik yang bisa berakibat fatal.
Krisis kemanusiaan yang menyebabkan jutaan warga Gaza tergusur ini berujung pada kondisi hidup yang memilukan. Akibat sulitnya ada akses air bersih untuk mereka membersihkan diri, banyak perempuan yang kesulitan mendapatkan privasi dan akses ke kamar mandi. Mandi pun menjadi hal yang mewah di Gaza saat ini. Menurut UNRWA, hanya satu dari tiga pipa air di Gaza dari Israel yang berfungsi. Kemudian, diperkirakan, setiap satu toilet bisa digunakan hingga 486 orang.
ADVERTISEMENT