Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Laporan UNICEF: 640 Juta Perempuan di Dunia Menikah saat Masih Anak-anak
12 Oktober 2024 17:33 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Ladies, masalah pernikahan dini masih menjadi perkara pelik dunia hingga saat ini. Bahkan, menurut laporan oleh UNICEF, terdapat ratusan juta perempuan yang sudah menikah saat saat masih anak-anak. Ini pun jadi salah satu sorotan di Hari Anak Perempuan Internasional 2024 yang jatuh pada Jumat (11/10).
ADVERTISEMENT
Dalam laporan UNICEF bertajuk Is an End to Child Marriage Within Reach? yang dirilis pada 2023 mengungkap, sekitar 640 juta perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia menikah di usia dini. Setiap satu dari lima perempuan usia 20–24 tahun ternyata sudah menikah sebelum usia 18 tahun.
Angka terbesar disumbang oleh wilayah Asia Selatan, termasuk India, dan wilayah Afrika Sub-Sahara. Jumlah pengantin anak di Asia Selatan mencapai 290 juta orang dan di Afrika sebesar 127 juta.
Angka ini diikuti oleh berbagai wilayah, seperti Asia Timur dan Pasifik sebanyak 95 juta, Amerika Latin dan Kepulauan Karibia sebesar 58 juta, Timur Tengah dan Afrika Utara sebanyak 37 juta, hingga Eropa Timur dan Asia Tengah mencapai 20 juta orang pengantin anak.
ADVERTISEMENT
India masih memegang jumlah perkawinan anak tertinggi di dunia. Menurut laporan UNICEF, sepertiga dari total pengantin anak di seluruh dunia tinggal di India.
Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), angka perkawinan anak di Indonesia mengalami penurunan.
Pada 2023, angkanya sebesar 6,92 persen, sementara pada 2021, angkanya 10,35 persen. Meski begitu, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) ternyata masih mencatat peningkatan jumlah pernikahan dini .
Sementara itu, menurut hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2018, sekitar satu dari sembilan perempuan Indonesia usia 20–24 tahun sudah pernah menikah di bawah umur 18 tahun.
Mengapa perkawinan anak terjadi?
Menurut UNICEF, perkawinan anak disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Mulai dari kemiskinan, persepsi bahwa pernikahan akan memberikan ‘perlindungan’, kehormatan keluarga, norma sosial, hukum adat atau agama yang mengizinkan praktik pernikahan dini, kerangka hukum yang kurang tegas, hingga kondisi sistem registrasi sipil negara.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, di Indonesia, dispensasi perkawinan anak tercatat masih tinggi pada 2022. Dispensasi perkawinan anak adalah permohonan yang diajukan oleh calon pengantin anak untuk bisa menikah sebelum batas usia pernikahan yang tercantum di Undang-undang.
Dalam Undang-undang No. 16 tahun 2019, usia minimal perempuan dan laki-laki boleh menikah adalah 19 tahun.
Menurut data Pengadilan Agama, pada 2022, angka dispensasi perkawinan anak mencapai 55 ribu pengajuan. Alasan di balik pengajuan ini beragam, mulai dari kehamilan dini pemohon hingga faktor dorongan dari orang tua yang ingin anak mereka segera menikah.
Alasan pernikahan dini buruk
UNICEF menegaskan bahwa pernikahan dini adalah tindakan yang melanggar hak anak. Sering kali, perkawinan anak mengganggu perkembangan anak perempuan, membatasi mereka dari mengasah potensi, merenggut kesempatan mereka untuk menimba ilmu, hingga membatasi kesempatan anak perempuan dalam berkarier.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pernikahan dini juga meningkatkan risiko anak perempuan menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Bahaya lainnya adalah kehamilan pada perempuan di bawah umur meningkatkan risiko komplikasi kehamilan hingga kematian ibu dan bayi.
“Anak perempuan yang dipaksa melakukan perkawinan anak sering kali tidak mendapatkan pendidikan, layanan kesehatan, dan peluang ekonomi, sehingga melanggengkan siklus kemiskinan dan ketidaksetaraan gender,” kata Direktur Regional UNICEF Eapro, Deborah Comini, dikutip dari situs resmi Kemen PPPA.