Masalah Takhta Kekaisaran Jepang Disorot di Momen Ultah ke-18 Pangeran Hisahito

13 September 2024 12:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pangeran Jepang Hisahito. Foto: Kanshiro SONODA / The Yomiuri Shimbun via Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Pangeran Jepang Hisahito. Foto: Kanshiro SONODA / The Yomiuri Shimbun via Reuters
ADVERTISEMENT
Pangeran Hisahito berulang tahun ke-18 pada Jumat (6/10) lalu. Anak dari Putra Mahkota Pangeran Akishino ini menjadi laki-laki pertama dalam Kekaisaran Jepang yang mencapai usia dewasa dalam empat dekade terakhir. Ternyata hari jadi sang pangeran justru menyorot masalah besar soal takhta dalam kekaisaran tersebut.
ADVERTISEMENT
Sebelum Pangeran Hisahito, laki-laki terakhir yang menginjak usia 18 tahun di Kekaisaran Jepang adalah ayahnya sendiri, Pangeran Akishino. Ia menginjak usia dewasa pada 1985.
Kekaisaran Jepang saat ini memiliki 17 anggota keluarga. Keluarga tersebut didominasi oleh perempuan dan hanya memiliki empat laki-laki. Mereka adalah Kaisar Naruhito; adik Kaisar Naruhito, Putra Mahkota Pangeran Akishino; paman Kaisar Naruhito, Pangeran Hitachi; dan anak Putra Mahkota, Pangeran Hisahito.
Kaisar Jepang Naruhito dan Permaisuri Masako sebelum berangkat ke Inggris di Bandara Internasional Tokyo, Tokyo, Jepang, pada 22 Juni 2024. Foto: Yoshio Tsunoda/AFLO/via REUTERS
Sedikitnya jumlah laki-laki dalam keluarga Kekaisaran Jepang menjadi masalah besar bagi takhta. Sebab, yang bisa menduduki takhta sebagai Kaisar Jepang hanya laki-laki. Perempuan tak diperbolehkan menjadi kaisar.
Oleh sebab itu, kini, hanya tersisa tiga pewaris takhta: Akishino, Hitachi, dan Hisahito yang baru beranjak dewasa. Hisahito pun menjadi orang terakhir dalam garis takhta.
ADVERTISEMENT
Jika Hisahito nantinya tak memiliki anak laki-laki, ini berpotensi menjadi masalah besar bagi keberlangsungan Kekaisaran Jepang.

Rumitnya Hukum Suksesi Takhta Kekaisaran Jepang

Putri Mako dan Kei Komuro Foto: REUTERS/Shizuo Kambayashi/Pool
Hukum Keluarga Kekaisaran 1947, yang hingga sekarang masih berlaku, hanya mengizinkan laki-laki untuk naik takhta.
Sementara itu, anggota keluarga perempuan yang menikahi orang biasa diharuskan meninggalkan kekaisaran. Salah satu contohnya adalah Putri Mako, yang menikahi rakyat jelata Kei Komuro pada 2022 lalu. Setelah menikahi Kei Komuro, Mako melepas status putrinya dan pindah ke Amerika Serikat untuk tinggal bersama sang suami.
Jika Mako dan Kei memiliki anak laki-laki, anak mereka tak akan dibesarkan dengan status pangeran dan tak akan bisa menjadi pewarir takhta. Sebab, Mako telah resmi melepas status putrinya.
ADVERTISEMENT
Urusan garis takhta dan hukum kekaisaran yang rumit ini menjadi batu besar bagi Kekaisaran dan Pemerintahan Jepang. Berbagai solusi telah ditawarkan, salah satunya adalah usulan untuk mengizinkan perempuan dalam keluarga kekaisaran untuk bisa naik takhta.

Usulan demi usulan

Putri Aiko, anak perempuan Kaisar Naruhito dari Jepang. Foto: Richard A. Brooks / AFP
Dikutip dari Independent, sebenarnya, usulan untuk mengizinkan perempuan naik takhta sempat didiskusikan oleh Parlemen Jepang pada awal 2000-an. Jika seandainya usulan ini terwujud, anak Kaisar Naruhito, Putri Aiko, berpotensi naik takhta. Namun, begitu Hisahito lahir pada 2006, usulan ini ditinggalkan.
Padahal, dilansir Associated Press, rakyat Jepang menunjukkan respons positif terhadap peluang Putri Aiko naik takhta menjadi kaisar perempuan.
Sebuah survei yang dilakukan Kyodo News pada Maret dan April 2024 mengungkap, 90 persen warga Jepang setuju dengan adanya seorang kaisar perempuan. 72 persen responden juga mengaku merasakan adanya krisis dalam stabilitas takhta Kekaisaran Jepang.
ADVERTISEMENT
Kemudian, pada Januari 2022, panel ahli menghadirkan rekomendasi lainnya. Dikutip dari Associated Press, mereka mengusulkan agar anggota keluarga perempuan untuk bisa mempertahankan status putri mereka setelah menikahi orang biasa. Usulan ini bertujuan untuk mencegah penurunan populasi dalam keluarga kekaisaran.
Kaisar Jepang Naruhito (kiri) berdiri di balkon Istana Kekaisaran selama upacara penyambutan Tahun Baru di Tokyo, Kamis (2/1). Foto: Kazuhiro NOGI / AFP
Selain itu, mereka juga mengusulkan laki-laki keturunan Kekaisaran Jepang di masa lalu untuk bergabung kembali dengan keluarga saat ini. Tujuannya? Untuk melanjutkan garis keturunan laki-laki dalam kekaisaran.
Namun, para kritik mengatakan, usulan tersebut tidak akan menghadirkan solusi jangka panjang. Sebab, aturan garis takhta yang hanya bisa dipegang laki-laki tidak akan efektif di masa kini.
Zaman dulu, hukum ini bisa berjalan karena anggota Kekaisaran Jepang dulu bisa memiliki selir, sehingga anak laki-laki yang dilahirkan dengan darah royal pun jumlahnya banyak.
ADVERTISEMENT