Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Meniti Langkah Perjalanan Modeling Ayu Gani: Dari Jawa ke Mancanegara
31 Oktober 2024 17:43 WIB
·
waktu baca 8 menitADVERTISEMENT
Setiap langkahnya di runway fashion show merupakan refleksi dari jerih payah dan perjalanan panjang Ayu Gani . Sudah keluar sebagai juara di kontes modeling internasional, melenggang di pekan fashion bergengsi, hingga kini memusatkan fokusnya untuk menggembleng talenta-talenta muda di industri modeling. Ya, siapa yang tak kenal dengan model bertalenta kebanggaan Tanah Air ini?
ADVERTISEMENT
Bahkan, selain melantai di panggung industri modeling Indonesia, Ayu Gani juga mulai merambah ke dunia baru: industri musik. Ia baru saja menelurkan singel bersama duo musik Diskoria, bertajuk Hasrat dan Jiwaku. Musik disko yang ringan mengiringi suara manis Ayu Gani dalam debutnya, mengajak tubuh pendengar untuk bergerak mengikuti alunan lagu.
Dari modeling, mengajar, hingga bernyanyi. Buat yang tak tahu, perjalanan karier Gani—begitu ia biasa disapa—mungkin dianggap lancar jaya, layaknya jalan tol nan bebas hambatan. Namun, siapa sangka, perempuan kelahiran 13 Agustus 1991 ini ternyata pernah “setengah kabur” dari Solo dan Jogja demi mengejar mimpinya itu.
Siang hari menjelang sore di pertengahan bulan September, Gani meluangkan waktunya untuk berbincang bersama kumparanWOMAN. Selama setengah jam, Gani tampak antusias menceritakan perjalanannya selama lebih dari satu dekade terakhir.
ADVERTISEMENT
Ini dimulai dengan Gani memaparkan motivasi unik yang menjadi fondasi karier modelingnya: Merasa tertantang oleh sang Ibunda.
“Awal ketertarikan model itu gara-gara Mamaku, sebenarnya. Aku, kan, agak tomboy gitu, terus Mamaku bilang, ‘Kamu pasti enggak bisa, deh, masuk majalah kayak begini, pose begini, cantik, nih, kamu pasti enggak bisa.’ Aku merasa tertantang,” ujar Gani, mengenang hari-hari pra-modelingnya.
Perpaduan rasa penasaran dan tertantang mendorong Gani mendaftarkan dirinya di kontes modeling Wajah Femina pada 2011. Mujur, keisengan itu justru berbuah manis bagi Gani. Ia keluar sebagai Pemenang Favorit Pilihan Pembaca dan memperoleh pemotretan sampul majalah.
“Terus, pada awal 2012, keluarlah cover (majalah) hadiah dari pemenang Wajah Femina. Dari situ, aku mulai banyak show buat desainer, dipanggil photoshoot, syuting iklan,” beber perempuan kelahiran Nganjuk, Jawa Timur, ini.
ADVERTISEMENT
Momen tersebut menjadi landasan pacu bagi karier gemilang Gani, kendati masih terbentur restu ibunda.
“Setengah kabur” dari rumah
Meskipun sudah mengantongi beragam cover majalah fashion, berjalan di sejumlah fashion show , dan tampil di berbagai iklan, sang Mama belum sepenuhnya mengizinkan Gani berkarier di industri modeling. Saat itu, menjadi model belum dianggap sebagai sebuah profesi yang menjanjikan dan bertahan lama. Jika sudah dibilang “tua”, maka si model tak akan “laku” lagi.
“Mamaku enggak setuju aku modeling, betul. Mamaku merasa kalau jadi model, tuh, enggak bisa dapat kerjaan yang sustain. ‘Mau modeling sampai umur berapa, sih? Pasti 25, 26 (tahun), kalau sudah enggak cantik, pasti orang sudah enggak mau sama kamu. Mending kamu sekolah, punya karier, sekolah, bisnis, atau apa,’” kenang Gani.
ADVERTISEMENT
Namun, gelengan kepala sang Mama tidak memudarkan semangat Gani. Gani tetap aktif mengambil job modeling di Jakarta, meskipun saat itu dia masih berkuliah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Tahun itu adalah 2012, dan Gani “nekat” pulang pergi Jogja-Jakarta.
“Jadi, lebih tepatnya waktu 2012, karierku lagi hot-hot-nya di Jakarta. Dalam satu hari, aku bisa pemotretan di tiga tempat, sementara aku masih pulang pergi Jakarta-Jogja. Terus aku merasa sudah mulai punya uang; waktu itu, satu kali pemotretan bisa dapat Rp 1 juta, sehari bisa tiga kali pemotretan, berarti dapat Rp 3 juta. Terus habis itu, pulang pergi naik pesawat masih sekitar Rp 520 ribu, lalu naik bus dari bandara Rp 60 ribu,” jelasnya.
Dengan penghasilan perhari yang besar dan pengeluaran transportasi yang masih tercukupi, Gani mulai memutar otak: Dia bisa menabung lebih banyak jika dia tinggal di Jakarta. Lalu, jika ia melanjutkan siklus pulang-pergi yang melelahkan, banyak kesempatan pemotretan yang harus dikorbankan. Jadi, mengapa tidak pindah saja ke ibu kota?
ADVERTISEMENT
Pada 2012, Gani memutuskan untuk meninggalkan Jogja demi mengejar cita-citanya di kota besar. Kepada sang Mama, dia berkata, “Mam, kayaknya aku enggak balik lagi ke Jogja, enggak nerusin kuliah, aku lanjut modeling di Jakarta.”
Respons sang Mama? “Yo wis, minggat toh,” kata Gani. Sang Mama memberikan dia “ultimatum” untuk jangan mencarinya lagi di saat kesulitan. Bukannya takut, ini justru menjadi pecutan bagi Gani untuk mengejar kesuksesan.
Meniti karier hingga mancanegara
Setelah berdomisili di Jakarta, Gani semakin aktif mengambil berbagai job modeling. Di 2012, Ayu Gani didapuk sebagai Icon Jakarta Fashion Week (JFW) 2013, salah satu pekan mode paling bergengsi di Indonesia. Itu juga menjadi kali pertama Gani melenggang di runway JFW.
ADVERTISEMENT
Di 2013, ia menghiasi empat sampul majalah besar fashion Tanah Air, seperti Dewi dan Harper’s Bazaar Indonesia. Ia menyebut, 2013 merupakan awal karier modeling yang cukup meroket dan menanjak.
Sayangnya, era itu belum secanggih sekarang. Gani mengawali karier modeling tanpa disokong teknologi canggih seperti ojek daring dan aplikasi chat. Alhasil, setiap kali menghadiri casting, ia harus menaiki ojek pangkalan dan membawa seluruh portofolionya dalam bentuk tercetak.
“Ternyata capek, ya, jadi model. Dulu belum banyak media sosial, enggak ada WhatsApp yang bisa kirim berkas, jadi, kalau casting harus datang langsung bawa berkasnya. Aku mengalami casting datang ke Jakarta Utara, Sunter, yang ada cuma taksi dan ojek mamang-mamang di portal-portal. Fitting-nya ada yang di Bekasi, di Sunter, lalu tiba-tiba ke Pluit, gitu,” ungkapnya, menceritakan tantangan yang dihadapi di awal berkarier.
Namun, batasan Gani adalah langit. Tantangan tak menghentikan Gani melangkah ke level yang lebih tinggi. Pada akhir 2014, Gani memutuskan untuk mendaftarkan diri di kontes modeling internasional, Asia’s Next Top Model (AsNTM) 2015. Selama 52 hari, Gani menjalani karantina yang cukup menantang; tanpa didampingi handphone, hanya bermodalkan skill dan kepercayaan diri.
ADVERTISEMENT
AsNTM pun menjadi momen yang berharga bagi Gani. Mengilas balik hari-harinya di AsNTM, Gani menyebut bahwa ia memetik pelajaran penting yang sangat berarti bagi kariernya, yakni kepercayaan diri.
“Pengalaman modeling aku paling sedikit dibanding semua kontestan di sana. Aku (saat itu) baru dua tahun modeling, yang lain sudah ada yang sudah 10 tahun, sudah 7 tahun. Aku jadi agak minder. Jadi, kayak, pelajaran yang aku dapatkan adalah believe in yourself, itu, lho. Selama kamu percaya dengan dirimu sendiri, semuanya bisa terjadi, dan itu benar,” jelas perempuan yang tumbuh besar di Solo, Jawa Tengah, itu.
Benar saja. Gani pun keluar sebagai juara di Asia’s Next Top Model siklus ketiga tahun 2015, dan menjadi satu-satunya orang Indonesia yang pernah memenangi kompetisi tersebut. Kemenangannya Gani terasa semakin manis berkat restu yang akhirnya ia peroleh dari sang Mama.
ADVERTISEMENT
Selepas kesuksesannya itu, Gani langsung tancap gas ke fashion scene selanjutnya: London.
Di akhir 2015 hingga masa pandemi COVID-19, Gani berdomisili di London. Di Negeri Raja Charles III tersebut, ia memusatkan fokusnya sebagai model profesional. Mulai dari bernaung di agensi modeling yang sama dengan model top Cara Delevingne, sampai menjajaki berbagai fashion show bergengsi. Ini meliputi pekan mode dunia London Fashion Week, yang ia sebut sebagai momen runway paling berkesan.
“Dulu satu agensi dengan Cara Delevingne. Aku sering ke kantor, ketemu dia sedang mengobrol dengan booker-booker (agen pencari job modeling -red), kakinya di atas meja. Lalu, aku diajakin ngopi bareng dia, ‘Do you want a coffee with me?’, berasa norak banget, kayak cuma ngelihatin doang. Dia ngomong apa, aku sudah enggak dengar dia ngomong apa,” kenang Gani sambil terkekeh.
ADVERTISEMENT
Di tengah isu Brexit dan pandemi COVID-19, Gani sempat kembali ke tanah kelahirannya. Namun, akibat lockdown ketat mulai April 2020 dan visa ban buntut Brexit, ia memilih untuk kembali menetap di Indonesia. Awalnya berniat sementara, ternyata malah betah. Sudah kepalang nyaman di Indonesia dan merasa terlalu lama berkarier di negeri orang, Gani memutuskan untuk menetap.
Tahap hidup baru, passion baru
Mengarungi karier panjang sebagai model profesional membantu Gani mengumpulkan segudang pengalaman berharga. Tak ingin menyimpan semua pengetahuan sendiri, Gani mengambil langkah baru dalam hidupnya: Mengajar sebagai instruktur modeling.
Passion ini lahir dari kualitas industri modeling Indonesia yang—menurut Gani—sedang menurun. Selain itu, ia juga menyadari bahwa banyak talenta-talenta muda yang belum menyadari bakat mereka. Tentunya, sungguh sia-sia jika bakat tersebut tak dikembangkan.
ADVERTISEMENT
Tak mau tinggal diam, Gani mulai membuka kelas modeling bertajuk Model Development Project yang digelar di studio sewaan. Kini, ia sudah membuka 10 batch kelas yang menelurkan 200 murid. Kelas-kelas tersebut kemudian berkembang menjadi sekolah modeling bernama Top Model District yang kini sudah beroperasi selama dua tahun.
“Aku merasa, apa bikin sekolah, ya, ngajarin? Aku kan dulu jadi model juga bukan dari sekolah modeling. Aku merasa, dengan adanya sekolah modeling, para model jadi lebih bisa tertata, lebih bisa tahu nanti bisa disalurkan ke mana. Habis itu, dari sekolah ini aku belajar bahwa banyak dari mereka yang tidak tahu potensi diri mereka untuk bisa jadi model; untuk berada di depan kamera, mereka merasa malu,” ungkap Ayu Gani.
ADVERTISEMENT
Ketika ditanya apakah lebih senang menjadi model profesional atau menjadi instruktur, Gani dengan mantap menjawab: Mengajar.
“Aku lebih suka mengajar sekarang. Karena menurut aku, masa aku modeling itu sudah lewat. Aku sudah cukup, deh, 11 tahun sampai ke London, sampai ke Amerika Serikat, merasakan audisi bareng sama Kendall Jenner. Sekarang, mengajar punya arti yang lebih dari itu, gitu,” bebernya.
Passion dalam mengajar dan menyalurkan model-model baru bertalenta ia realisasikan lewat kerja sama dengan Tresemme di Jakarta Fashion Week 2025. Lewat audisi model search, Gani membuka kesempatan bagi para perempuan untuk menjadi model dengan ruang yang lebih inklusif.
Akhirnya, pada Sabtu (26/10), Gani bersama enam model dari audisi tersebut melenggang bersama di fashion show Tresemme JFW 2025.
ADVERTISEMENT
“Aku benar-benar terinspirasi melihat murid aku yang belajar sama aku. Aku justru pengin memberikan kesempatan untuk mereka merasakan, jadi model, tuh, kayak gimana. Salah satunya adalah dengan break through the inclusivity,” tegas Ayu Gani, menutup pembicaraan di hari yang tenang.