Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Semakin maju perempuan , semakin maju pula suatu negara. Oleh karena itu, kita perlu memupuk kesejahteraan perempuan sejak dini, termasuk dengan memperhatikan kualitas pendidikan, edukasi, ekonomi, juga kesehatan yang dimiliki oleh anak-anak perempuan.
ADVERTISEMENT
Kurang lebih, inilah gagasan yang ingin disampaikan dalam ‘Summit on Girls ’, forum diskusi garapan Yayasan Plan International Indonesia di Balai Kartini, Jakarta, Selasa (10/12). Acara yang mengusung tema ‘Getting Equal: Let’s Invest in Girls!’ ini menghadirkan berbagai diskusi panel, membahas hal-hal yang perlu diperhatikan untuk memajukan kesejahteraan perempuan, dimulai sejak masa anak-anak.
Pada sesi pembukaan, berbagai perwakilan instansi pemerintah hadir untuk mengutarakan pencapaian dan gagasan demi mencapai tujuan ini. Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia, Suahasil Nazara, mengatakan, tidak ada negara yang bisa mencapai potensi penuh, kecuali bila mereka telah berhasil memberdayakan seluruh elemen masyarakat--termasuk laki-laki maupun perempuan.
“Kalau kita bisa memberdayakan seluruh elemen, termasuk dengan memajukan perhatian mengenai kesetaraan perempuan dalam kemakmuran, maka perekonomian kita akan jadi lebih baik,” tuturnya.
Apa yang disampaikan oleh Suahasil didukung oleh laporan dari lembaga konsultan, McKinsey, pada 2018. Berdasarkan laporan McKinsey, Indonesia diprediksi bisa mencapai potensi domestik bruto (PDB) sebesar 135 miliar dolar AS (sekitar Rp 1.893 triliun) pada 2025 dengan tercapainya kesetaraan gender.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, hal itu masih cukup jauh dari terwujud. Plan International Indonesia mencatat, Indonesia masih berada di peringkat 116 dari total 189 negara dalam Gender Inequality Index UNDP. Artinya, peringkat Indonesia dalam indeks yang mencatat pembangunan SDM, pemberdayaan perempuan, juga partisipasi dalam lapangan pekerjaan formal ini lebih rendah dari negara-negara seperti Singapura, Filipina, dan Thailand.
Selain itu, Indonesia juga masih memiliki berbagai tantangan yang perlu dilalui. Ghafur Dharmaputra, Deputi Bidang Koordinasi perlindungan Perempuan dan Anak dari Menko PMK (Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan) mengatakan, secara khusus, masih ada berbagai tantangan terkait kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
Misalnya, dalam bidang partisipasi politik. Berdasarkan catatan DPR, hanya ada 20,5 persen wakil perempuan di parlemen Indonesia. Kemudian, hanya ada 6 persen kepala daerah yang merupakan perempuan.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, beberapa instansi pemerintah, termasuk Kemenko PMK, KPPA, dan KPPI, masih berusaha memperjuangkan agar partisipasi perempuan di parlemen meningkat dalam pemilu 2024 nanti.
“(Ini) adalah agar suara-suara perempuan lebih terdengar,” tutur Ghafur dalam pidato tersebut.
Tak hanya soal partisipasi politik, beberapa masalah lain yang perlu diperhatikan adalah mengenai pernikahan anak, kekerasan seksual, dan rendahnya tingkat partisipasi kerja. Di tahun 2018, Plan International mencatat, 1 dari 7 anak perempuan berusia di bawah 18 tahun telah menikah di Indonesia dan mengganggu pendidikan mereka.
Kemudian, menurut UNDP di tahun 2017, 47,4 persen dari perempuan berusia 15-19 tahun mengalami kehamilan tak terencana karena aktivitas seksual yang tidak aman. Sementara, di sektor kerja formal, tingkat partisipasi perempuan baru 55,5 persen, dibanding laki-laki yang telah mencapai 83,18 persen.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan ini, diperlukan upaya yang lebih holistik dalam memajukan kesejahteraan para perempuan sejak dini. Dini Widiastuti, Direktur Eksekutif Plan Indonesia, mengatakan bahwa pada dasarnya, ini adalah hal yang harus dilakukan bersama-sama oleh setiap lapisan masyarakat dan pemerintah.
ADVERTISEMENT
“Mari berinvestasi pada anak-anak perempuan. Bagi kami, berinvestasi pada perempuan adalah hal yang bagus untuk dilakukan. Tapi, agak terlalu terlambat. Harus lebih awal lagi investasinya,” ujarnya dalam sesi plenary Summit on Girls.
Secara lebih lanjut, masalah-masalah ini dibahas dalam aneka diskusi panel yang diselenggarakan sepanjang Summit on Girls. Sekitar 500 peserta dan 40 pembicara terlibat dalam aneka diskusi, termasuk mengenai perempuan muda di bidang politik, sains dan teknologi, dunia kerja, dunia digital, industri kreatif dan media, serta perubahan iklim. Selain itu, diadakan pula sesi Media Darlings yang membahas mengenai tantangan perempuan di dunia media yang didukung oleh kumparanWOMAN.
Acara yang diselenggarakan hingga hampir seharian ini juga dihadiri oleh para pakar di bidangnya masing-masing. Di antaranya H.E. Cameron McKay selaku Duta Besar Kanada untuk Indonesia dan Timor Leste, Suci Apriani, Ketua Kelompok Perlindungan Anak Desa dari Lombok Barat, Hannah Al-Rashid, aktris dan aktivis kesetaraan gender, juga Suzy Hutomo, Chairperson The Body Shop Indonesia.
ADVERTISEMENT